Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Kematian Covid-19 DKI Meningkat 52% Sepekan PPKM, Ada Apa?

Hilda Julaika
18/1/2021 12:59
Kematian Covid-19 DKI Meningkat 52% Sepekan PPKM, Ada Apa?
Petugas mengangkat peti jenazah korban covid-19 untuk dimakamkan di TPU Srengseng Sawah, Jakarta, Kamis (14/1/2021)(MI/Andri Widiyanto)

PEMPROV DKI Jakarta sudah melaksanakan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama sepekan sejak 11 Januari lalu. Dari pantauan Media Indonesia, PPKM ini tetap menyumbang kasus kematian covid-19. Dalam sepekan PPKM, sebanyak 52%  kasus kematian, meningkat dibandingkan sepekan sebelumnya.

Angka ini diperoleh dari website corona.jakarta.go.id, pada sepekan sebelum PPKM yakni, 4 Januari hingga 10 Januari terdapat 172 kasus kematian covid-19.

Kasus kematian harian pada 4-10 Januari 2021:

1. 4 Januari 2021 : 24

2. 5 Januari 2021 : 23

3. 6 Januari 2021 : 18

4. 7 Januari 2021 : 25

5. 8 Januari 2021 : 28

6. 9 Januari 2021 : 22

7. 10 Januari 2021 : 32

Sementara itu, selama pelaksanaan satu pekan PPKM terhitung 11 Januari hingga 17 Januari ada peningkatan kasus kematian hingga 52%. Ada ada 262 kasus kematian, artinya ada peningkatan 90 kasus kematian lebih banyak. Berikut rinciannya:

1. 11 Januari 2021 : 34

2. 12 Januari 2021 : 38

3. 13 Januari 2021 : 45

4. 14 Januari 2021 : 41

5. 15 Januari 2021 : 35

6. 16 Januari 2021 : 35

7. 17 Januari 2021 : 34

Menurut epidemiolog dan peneliti pandemi Griffith University, Dicky Budiman, menilai meningkatnya angka kematian covid-19 utamanya disebabkan oleh faktor deteksi dini yang tidak memadai. Adapun deteksi dini berkaitan dengan skrining, testing (pengetesan), hingga tracing (pelacakan).

"Adanya kematian dalam penyakit apalagi wabah seperti ini karena faktor dideteksi dini yang tidak memadai. Karena aspek deteksi dini di Indonesia tidak bisa dipungkiri menjadi isu besar,” kata Dicky kepada mediaindonesia.com, Senin (18/1). 

Selain itu, Dicky melihat faktor adanya penyakit penyerta (komorbid), usia dan sebagainya ikut berkontribusi pada angka kematian covid-19. Namun, saat ini, Dicky menilai pemerintah belum memberikan proteksi yang memadai pada orang-orang dengan risiko yang tinggi ini. Alhasil mereka ikut berkontribusi pada angka kesakitan dan kematian covid-19.

Adapun dari sisi fasilitas kesehatan, menurutnya selama 10 bulan pandemi sudah banyak kemajuan dari sisi kualitas pengelolaan rumah sakit dan pasien. Namun, kembali lagi, jika ada pasien dengan risiko tinggi datangnya terlambat maka rumah sakit pun akan kerepotan. Apalagi saat ini kapasitas rawat inap terbatas, tenaga kesehatan juga terbatas.

"Kalau datangnya terlambat, kondisinya sudah buruk akibat deteksi dini yang tidak memadai ya repot. Ditambah kalau kapasitas ICU-nya terbatas. Kemudian juga sumber daya manusia (SDM) terbatas. Ini yang harus dicegah dan terus dievaluasi," ungkapnya.

baca juga: Warga Komorbid di Banyumas Antusias Ikut Rapid Test Antigen 

Menurutnya harus ada perbaikan dalam kemampuan deteksi dini kasus covid-19. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dari tataran puskesmas untuk menjalankan fungsi deteksi dini ini. Puskesmas bisa menyediakan pelayanan klinik demam untuk deteksi demam dan sebagainya. Sehingga orang-orang yang demam, punya riwayat penyakit, riwayat kontak, riwayat perjalanan, dan gejala lainnya.

"Sehingga bila ditemui kasus, bisa langsung ditentukan pilihannya antara isolasi, karantina, atau perawatan. Itu yang bisa mencegah kematian. Jadi deteksi dini yang bisa cegah kematian. Kalau ini tak bisa dilakukan ya akan tambah angka kematiannya," tutupnya. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya