Pengamat: Program ERP Sampai Lebaran Kodok Tidak akan Jadi

Insi Nantika Jelita
12/8/2020 13:25
Pengamat: Program ERP Sampai Lebaran Kodok Tidak akan Jadi
Kendaraan bermotor melintas di bawah alat Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta(Antara/Hafidz Mubarak A)

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio pesimistis terhadap realisasi program pembatasan lalu lintas kendaraan pribadi melalui Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik.

Hal ini ditudingnya karena tidak kejelasan dari pemerintah untuk serius menerapkan kebijakan tersebut.

"ERP nanti sampai lebaran kodok enggak bakal jadi tuh. Dulu sudah mau jadi, segala muncul perusahaan baru jadi pending semua. Ini mau diapakan sekarang," tukas Agus dalam webinar Pengembangan Angkutan Umum Perkotaan Jabodetabek", Jakarta, Rabu (12/8).

Agus mendorong adanya pembatasan terhadap kendaraan pribadi. Namun, ia menganggap selama ini banyak aturan yang menyangkut transportasi yang tumpang tindih.

Persoalan utama soal angkutan umum di Jakarta, sebut Agus, ialah pemerintah dianggap tidak berhasil mengatur tata ruang sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

Baca juga: Pakar: TransJakarta Perlu Diekspansi Jadi TransJabodetabek

"Aturannya sudah banyak sekarang. Cuma selalu, aturan satu dengan dengan lainnya itu selalu ambigu hampir 90%. Lalu banyak yang dikecualikan dalam aturan," papar Agus.

Ia juga mengatakan implementasi kebijakan di bidang transportasi umum yang dikembangkan kerap tidak komprehensif ke sektor alias tidak tepat. Lalu sering sanksi yang selama ini ada di aturan hanya sebatas tertulis di dalam kebijakan.

"Sanksinya tidak jalan. Sanksi kan hanya boleh di UU sama di Perda. Nah, ini enggak jalan, sehingga tambah kacau," tandas Agus.

Sebelumnya, pada Februari lalu Pemprov DKI mengklaim sudah menentukan jalan-jalan yang akan diterapkan ERP, yaitu di Jalan Sisingamangaraja, Jalan Jenderal Sudirman, hingga Jalan MH Thamrin.

Prgram ERP sudah direncanakan sejak 2015 lalu, tapi belum bisa terlaksana hingga saat ini. Kendalanya ada pada penerapan retribusi progresif yang belum ada payung hukumnya. (OL-14)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bude
Berita Lainnya