Akustik Solusi Musikus Kafe kembali Berkreasi

Putri Anisa Yuliani
14/7/2020 05:10
Akustik Solusi Musikus Kafe kembali Berkreasi
Massa yang tergabung dalam Persatuan Musisi Kafe menggelar unjuk rasa di depan gedung Balai Kota, Jakarta, Rabu (8/7/2020).(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

KETUA Serikat Pekerja Musik Indonesia (SPMI) Zuheri yang biasa disapa Erick terlihat murung saat ditemui kemarin. Pemimpin organisasi yang menaungi musikus kafe, restoran, dan layar kaca itu mengaku ada anggotanya kehilangan tempat tinggal karena tak mampu menyewa rumah.

“Ya, sudah ada tiga KK yang kehilangan tempat tinggal. Dua KK sudah bisa ditangani. Tinggal satu lagi,” kata Erick.

Ia berpikir untuk meminta izin kepada kelurahan untuk menggunakan sebuah lapangan. “Nanti mereka bisa hidup sementara di tenda,” katanya.

Menurut Erick, ketiga KK itu menjadi fokusnya karena sudah berkeluarga. “Banyak juga yang bujangan. Kalau itu, sih, bisa ditampung temanteman yang lain,” ujarnya.

Sudah empat bulan ini setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup tempat hiburan karena pandemi covid-19 para musikus kafe menganggur. Bahkan seusai Pemprov DKI menyatakan Jakarta masuk ke masa PSBB transisi yang memperbolehkan resto dan kafe beroperasi, para musikus masih belum diperbolehkan tampil.

Hal itu disebabkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta mengeluarkan rekomendasi musik hidup dapat membuat pengunjung kafe berjoget dan pengunjung berlama-lama di lokasi hiburan sehingga rawan terjadi penularan virus.

Berdasarkan pemantauan, di beberapa kafe di Jakarta mereka beroperasi dengan menggunakan musik dari musikus kafe yang direkam sebelumnya.

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta telah mengeluarkan surat edaran Disparekraf DKI bernomor 20/5/1.858.2 yang menyarankan pengelola kafe agar menayangkan penampilan musikus kafe secara live streaming. Surat itu dibuat supaya para musikus bisa mendapatkan pekerjaan di masa pandemi dan PSBB transisi.


Pengusaha memberdayakan

Ricky Tan, pemilik usaha restoran dengan merek dagang Tan Group, mengatakan resto di bawah manajemennya sudah memberdayakan band kafe sejak Pemprov DKI menyatakan Jakarta masuk ke fase PSBB transisi pada 8 Juni lalu.

“Kami langsung memberikan ruang kepada mereka dengan membuat pertunjukan band secara rekaman. Jadi, kami rekam mereka dengan latar belakang green screen. Setiap band bermain dua sesi dengan direkam 3-4 kali dengan busana berbeda,” kata dia.

Bukan hanya musikus band, Tan Grup juga memberikan kesempatan yang sama terhadap disjoki (DJ).

Namun, upaya seperti di resto-resto Tan Group tidak bisa dilakukan di tempattempat lainnya karena pengusaha harus berinvestasi lagi untuk peralatan penunjang pertunjukan seperti itu.

Solusi yang paling masuk akal dalam masa pandemi ini ialah penampilan musik hidup dengan tema akustik.

Irama yang keluar dari musik akustik tidak semeriah penampilan band seperti biasanya, apalagi jika para musikusnya bermain dengan posisi duduk.

Musikus Anang Hermansyah pun menyebut konsep itu merupakan solusi jangka pendek dalam membantu pemusik kafe mencari makan. “Ke depannya harus dibuat regulasi yang bisa membuat musisi ini bisa hidup lebih layak,” katanya.

Erick pun mengharapkan konsep musik akustik diperbolehkan Pemprov DKI. Selain itu, ia berharap, Pemprov DKI memberikan pelatihan usaha lain supaya pemusik kafe bisa juga mencari nafkah sampingan.

Kepala Disparekraf DKI Cucu Ahmad Kurnia mengatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta untuk menangani rekomendasi penyediaan musik akustik. Sementara itu, pelatihan usaha lain bagi pekerja ekonomi kreatif sudah berlangsung.

“Ya, saya akan bawa usul tersebut ke tim gugus tugas karena mereka yang nanti akan memutuskan,” ujarnya. (Put/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya