Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Saat Ini, Armada TMC tidak Bisa Beroperasi pada Malam Hari

Ilham Ananditya
26/2/2020 07:55
Saat Ini, Armada TMC tidak Bisa Beroperasi pada Malam Hari
Kru pesawat CN 295 melakukan penyemaian garam di atas langit Selat Sunda, Januari lalu.(MI/Tri Subarkah )

FENOMENA menyerupai Cross Equatorial Northerly Surge (CENS) yang berasal dari Laut Cina Selatan ke Teluk Jakarta menjadi penyebab tingginya curah hujan di wilayah Jabodetabek. Sementara itu, armada TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) perlu diperkuat agar dapat melaksanakan penerbangan malam hari.

Terkait dengan kejadian banjir di beberapa titik di wilayah Jabodetabek, Selasa (25/2) karena adanya fenomena CENS yang berasal dari Laut Cina Selatan, masuk ke Selat Karimata hingga ke Teluk Jakarta. Massa udara dingin dari CENS kemudian mengalami konvergensi dengan massa udara daratan dari Jakarta yang terjadi malam hari.

CENS menyebabkan proses pembentukan awan Cumulonimbus terjadi lebih cepat di teluk Jakarta. Siklon Ferdinand dan Esther berkontribusi terjadinya fenomena ini.

Akibatnya, hujan kerap terjadi pada malam hingga dini hari atau dikenal sebagai fenomena Nighttime-Morning Precipitation. Hal itu dungkapkan Kepala Balai Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT) Tri Handoko Seto, di Jakarta, Selasa (25/2).

Baca juga: Banjir masih Mengancam

Menurut Tri Handoko Seto, wilayah Jabodetabek, saat ini, berada pada wilayah konvergensi massa udara sehingga menyebabkan peningkatan massa udara basah yang memicu terjadinya hujan lebat.

Dari hasil analisa dan pengamatan cuaca, pertumbuhan awan-awan hujan yang terjadi di wilayah Jabodetabek sebagian besar terjadi pada malam hingga dini hari.

Awan-awan mulai tumbuh secara masif pada malam hari dan terjadi hujan lebat pada malam hingga dini hari bahkan sampai dengan pagi hari.

Awan-awan seperti ini di luar jangkauan kemampuan armada TMC yang ada saat ini.

Keterbatasan operasional tim TMC Jabodetabek, ungkapnya, selama ini hanya bisa melakukan penyemaian (garam) pada awan-awan yang tumbuh pada pagi hingga siang menjelang sore.

Menurut Tri Handoko Seto, pertimbangan keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama sehingga penyemaian awan hanya dilakukan pada saat kondisi visual yang memadai, yaitu rentang waktu setelah terbit matahari hingga menjelang terbenam matahari.

"Mudah-mudahan ke depan, kami berharap armada TMC direvitalisasi agar mampu beroperasi pada malam hari," ujarnya.

"Berbeda kondisinya pada siang hari. Dari analisa dan pengamatan dalam beberapa hari terakhir", lanjut Seto

"Pertumbuhan awan pada siang hari tidak cukup banyak. Dari semula dua hingga tiga sorti penerbangan, kini TMC dioperasikan dengan melakukan penyemaian 1-2 sorties per hari saja", ujarnya.

Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT Posko TMC Halim Perdanakusuma Dwipa W Soehoed mengatakan dalam pelaksanaan TMC, "Penerbangan dapat mencapai hingga ke Barat dan Barat Laut Jabodetabek (70-90 Nm bahkan >100 Nm) untuk menjatuhkan awan hujan di lokasi tersebut. Tujuannya potensi pertumbuhan awan yang menuju ke Jabodetabek dihujankan terlebih dulu",

Tim TMC juga memantau dari data gradient wind, selain terjadi peningkatan masa udara basah juga tampak massa udara masuk dari perairan pasifik yang kemudian terjadi perlambatan karena pertemuan massa udara dari perairan Samudera Hindia.

Tim kembali meningkatkan pengamatan cuaca secara intensif pertumbuhan dan pergerakan awan yang akan masuk ke wilayah Jabodetabek.

"Awan-awan yang bergerak kearah wilayah Jabodetabek segera disemai agar jatuh menjadi hujan sebelum masuk wilayah Jabodetabek", ujar Dwipa W Soehoed.

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan BPPT bekerja sama dengan BNPB, TNI-AU dan BMKG dilaksanakan sejak 3 Januari lalu.

Hingga Senin (24/2), pelaksanaan TMC telah dilakukan sebanyak 127 sorti dengan total jam terbang lebih dari 274 jam dan total bahan semai yang digunakan lebih dari 205 ton (garam), dengan ketinggian penyemaian sekitar 9.000- 12.000 kaki.

Operasi TMC dilakukan untuk penanggulangan banjir di wilayah Jabodetabek dengan cara mempercepat penurunan hujan sebelum mencapai wilayah Jabodetabek.

Teknologi Modifikasi Cuaca pada misi ini ditujukan untuk meredistribusi dan mengurangi potensi curah hujan di wilayah Jabodetabek. Penerbangan penyemaian dilakukan pada awan-awan potensial hujan di wilayah Kepulauan Seribu, sepanjang Selat Sunda, Ujung Kulon dan sekitarnya.

Sementara itu, masyarakat diimbau tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti angin kencang, genangan, banjir, banjir bandang, tanah longsor, pohon tumbang, dan jalan licin. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya