Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
SURAT perintah bongkar bangunan yang masih ditempati penghuninya harus ditandatangani seorang kepala daerah wilayah setempat setingkat wali kota atau bupati.
Hal itu diungkapkan saksi ahli dalam sidang gugatan salah seorang warga Jalan Pademangan VI, Jakarta Utara, terhadap Suku Dinas Cipta Karya Jakut terkait tuntutan pembatalan pembongkaran sebuah rumah kantor (Rukan) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (13/8).
"Berdasarkan peraturan yang berlaku, surat perintah bongkar sebuah rumah yang masih ada penghuninya harus ditandatangani oleh kepala daerah setempat, dan dalam kasus ini adalah wali kota.
Jika rumah atau bangunan tersebut kosong, maka surat perintah bongkar bangunannya dapat ditanda tangani oleh kepala dinas terkait," kata Guru Besar Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Waty Suwarty Haryono, saat menjadi saksi ahli di PTUN Jakarta.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Enrico Simanjuntak tersebut, ia juga memberikan pertimbangan hukum agar majelis hakim dalam memutuskan perkara ini berpedoman pada tiga aspek yakni keadilan, kataatan, dan kemanfaatan.
Para pejabat, lanjut Waty, dalam menegakkan peraturan dan mengambil keputusan jangan hanya dari belakang meja, tapi turun ke lapangan.
Jangan sampai keputusan yang diambil tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan sehingga keputusan yang diambil hanya mengacu pada ketaatan dan mengabaikan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Baca juga: DPRD DKI Prioritaskan APBD-P, Tak Acuhkan Wagub
"Pejabat harus memikirkan keadilan untuk masyarakat dan manfaat keputusannya terhadap masyarakat. Dalam kasus ini, disatu sisi warga telah berkorban sebagian lahannya digusur untuk kepentingan pembangunan. Jangan lagi mereka dipersulit dengan syarat baku dalam mengurus IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Sesuaikan seluruh syarat pengurusan IMB tersebut dengan kondisi riil di lapangan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah seorang warga Jalan Pademangan VIII Raya, Jakarta Utara, Idham Qrida Nusa, mengunggat Sudin Cipta Karya Jakut ke PTUN Jakarta.
Alasannya, karena dinas tersebut mengeluarkan surat perintah membongkar salah satu bangunan Rukan miliknya yang berada di lokasi tersebut, tanpa memperhitungkan kondisi riil di lapangan dan melanggar peraturan yang lebih tinggi dari Pergub.
"Kami tidak terima bangunan kami dibongkar, karena asumsi yang diterapkan oleh Sudin dalam menegakkan peraturan tidak mengacu pada fakta perubahan kondisi yang terjadi di lapangan (di lokasi). Mereka masih mengacu pada kondisi lokasi sebelum ada perubahan," kata Idham.
Sejauh ini, lanjut pria yang juga seorang advokat ini, terdapat puluhan bangunan di sisi samping Jalan Pademangan VIII yang tidak dapat diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)-nya disebabkan tidak memenuhi persyaratan 'tidak melanggar Garis Sepadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Jalan (GSJ)' sesuai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 Tentang RDTR dan Peraturan Zonasi, dan Pasal 618 Ayat (2) tentang GSB.
Idham juga mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 128 Tahun 2012 tentang Pengenaan Sanksi Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat (10) tertulis Dinas adalah Dinas yang bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penertiban bangunan, Ayat (13) tertulis 'Kepala Suku Dinas P2B adalah Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Kota /Kabupatena Administrasi'.
Kemudian, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 129 Tahun 2012 tentang Tata cara Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan; Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat (8) tertulis 'Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan yang selanjutnya Dinas Pengawasan dan Penertiban bangunan (P2B) provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta', Ayat (11) tertulis 'Kepala Suku Dinas adalah kepala Suku Dinas adalah Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota/Kabupaten Administrasi'.
"Namun, dalam SPB yang dikeluarkan semua menggunakan kop surat dan stempel Kepala Suku Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara," ujar Idham.
Hal itu pula yang menurut ahli lainnya Dr Hotma Pardomuan Sibuea, SH MH telah terjadi rangkap/double distribusi kewenangan dan melanggar peraturan dua perundang undangan dan melanggar AAUPB (asas asas umum pemerintahan yang baik)."
"Pada intinya penerbitan SPB aquo melanggar tiga peraturan. Pertama Pasal 1 ayat (10, 13, 16,17) Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 128 Tahun 2102 tentang Pengenaan Sanksi Penyelenggaraan Bangunan Gedung. Kedua, Pasal 1 ayat (8,11,13) Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 129 Tahun 2012 Tentang Cara Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan, dan ketiga Pasal 1 ayat (67) dan Pasal 4 ayat (1) butir (b), (c) dan Pasal 5 ayat 1 butir (a), (b) dan (d)," ujarnya. (RO/OL-1)
Pihaknya bukan merusak melainkan mengganti kunci dari ruangan keuangan karena mesti bekerja secara profesional, sehingga kunci harus diganti dengan yang lebih mudah.
Keberadaan suatu wilayah tidak dimungkinkan dikelola dua pemerintah daerah dan akan menjadi masalah baru seperti pengelolaan kewilayahan,
Pemerintah Provinsi Aceh akan mengajukan surat keberatan resmi kepada Mendagri Tito Karnavian.
Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan polemik ini secara damai dan berkeadilan.
Diterima atau tidaknya sebuah sengketa hasil PSU Pilkada 2024 harusnya ditentukan oleh MK sendiri.
Dugaan praktik politik uang dan ketidaknetralan penyelenggara yang kembali terlihat dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved