Sedikitnya 100 warga kolong tol dalam kota Km 25, sekitar Jembatan Tiga, Pluit, Jakarta Utara, hingga kemarin memilih tetap bertahan di posko pengungsian yang berdiri di kawasan tersebut. Para pengungsi itu mulai berkurang dari total 315 jiwa atau 177 kepala keluarga (KK) yang menjadi korban kebakaran di kawasan yang masuk RT6 dan RT7 RW16 Kelurahan Pejagalan, Sabtu (30/3 .
Salah seorang korban kebakaran, Faridah, 50, mengatakan tetap bertahan karena tidak ada keluarga atau tempat lain yang bisa didatanginya. Perempuan asal Tegal, Jawa Tengah, itu mengaku telah tinggal di kolong jembatan itu selama 12 tahun. Meski tinggal di bawah deru mesin dan asap knalpot kendaraan bermotor, ia tidak bersedia dipindahkan atau direlokasi dari kolong jembatan itu.
"Saya enggak mau pindah, apalagi saya sudah nyaman di sini. Saya cari nafkah juga di sini," terangnya. Di bawah kolong tol, Faridah membuka kios yang menyediakan makanan dan minuman ringan bagi warga kolong jembatan. Setelah kebakaran menghabiskan seluruh harta bendanya, termasuk barang dagangannya, Faridah akan mencari uang pinjaman agar bisa kembali berjualan.
Baca Juga: Ticketing MRT Bikin Antrean Mengular
"Pas kebakaran, saya tidak sedang di rumah. Jadi semua barang-barang habis, enggak ada yang tersisa. Ini cuma pakaian di badan yang sudah empat hari enggak ganti," sebutnya.
Warga lainnya, Asni, 52, mengatakan betah tinggal di kolong jembatan meski kehidupan di sana diakuinya tidak layak. Tiap bulannya ia membayar tagihan listrik sebesar Rp300 ribuan.
Air bersih didapatkannya dari pedagang air bersih keliling. "Semua fasilitas sudah ada sini, tidak ada yang kurang. Saya betah di sini," sebut Asni yang telah 5 tahun menetap di kolong tol tersebut. (Fer/J-1)