Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Hingga Desember 2018, Realisasi TORA Capai 2,4 Juta Hektare

Mediaindonesia.com
06/4/2019 07:15
Hingga Desember 2018, Realisasi TORA Capai 2,4 Juta Hektare
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Llingkungan KLHK Sigit Hardwinarto dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (5/4)(Dok KLHK)

HINGGA Desember 2018, pemerintah telah menyiapkan 2,4 juta hektare untuk redistribusi lahan reforma agraria dari kawasan hutan khususnya Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).

Sebagaimana tertuang dalam RPJMN tahun 2015-2019, redistribusi lahan yang berasal dari kawasan hutan telah ditetapkan seluas 4,1 juta hektare, berasal dari penguasaan tanah masyarakat di dalam kawasan hutan yang termasuk Kategori Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) melalui Tim Inver, dan yang termasuk Kategori Non Inver PTKH melalui Tim Terpadu.

“Sampai Desember telah mencapai luasan 2,4 juta hektare yang berasal dari hasil pelaksanaan terhadap kategori Inver PTKH seluas ± 993.199 Ha, dan dari hasil pelaksanaan terhadap kategori Non Inver PTKH seluas ± 1.407.466 Ha,” ucap Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto, dalam acara Media Briefing, Jumat (5/4).

Baca juga : Indonesia Dinilai Sukses Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Realisasi Inver PTKH meliputi empat kriteria, yang saat ini hasilnya akan diserahkan kepada Gubernur, dengan rincian, pertama, permukiman transmigrasi beserta fasos-fasumnya yang sudah memperoleh persetujuan prinsip seluas 328.954 hekatre (sudah terbit 50 SK Transmigrasi pada 269 lokasi meliputi 78 Kabupaten dan 23 provinsi seluas 264.578 hektare berikutnya sedang dilaksanakan Inver di daerah oleh Tim Inver seluas 64.376 hektare).

Kedua, permukiman, fasos dan fasum seluas 416.227 hektare (realisasi dari hasil penataan batas kawasan hutan pada 21 provinsi seluas 307.516 hektare dan sedang dilaksanakan Inver di daerah oleh Tim Inver seluas 108.711 hektare).

Ketiga, lahan garapan berupa sawah dan tambak rakyat seluas 64.310 hektare dan pertanian lahan kering yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat setempat seluas 183.709 hektare.

Baca juga : Buka Rangkaian HPSN 2024, KLHK Gelar Dialog dan Peluncuran Buku Panduan Bank Sampah

Sementara itu, untuk realisasi kategori noninver PTKH meliputi tiga kriteria dan telah diterbitkan SK Pencadangan HPK tidak Produktif oleh Menteri LHK, yaitu alokasi TORA dari 20% pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan seluas 429.358 hektare untuk perkebunan pada 14 provinsi sebanyak 195 unit, hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) tidak produktif seluas 938.879 hektare pada 20 provinsi; dan program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru seluas 39.229 pada 5 provinsi.

Ditegaskan Sigit, subyek penerima TORA dari kawasan hutan terdiri atas perorangan, kelompok masyarakat dengan kepemilikan bersama, badan hukum/badan sosial/keagamaan, instansi, atau masyarakat hukum adat.

Dalam rangka menindaklanjuti arahan kebijakan presiden terkait permukiman di kawasan hutan dan areal hak guna usaha, dikatakan Sigit, Kementerian LHK sedang dan telah menyusun langkah-langkah penyelesaian permukiman di kawasan hutan dan areal konsesi melalui tiga skema, yaitu: Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan / PPTKH sesuai Perpres No. 88 Tahun 2017 pada provinsi yang Kawasan hutannya di atas 30%; Tukar menukar Kawasan hutan (TMKH) apabila telah memiliki dan memohon title hak atas arealnya mengacu pada Permen LHK No. 97 Tahun 2018 mengacu; dan Pemberian Izin Penggunaan Kawasan/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sesuai Revisi Permen LHK No. 27 Tahun 2018.

Baca juga : Berkat Kinerja Aksi Iklim Sistematis, Indonesia Raih Pengakuan Internasional

Jika berada pada Kawasan Konservasi dapat melalui Kerjasama dalam Zona Tradisional atau Resettlement, dan jika dalam areal konsesi diantaranya dilakukan melalui addendum Rencana Pengusahaan /RKU.

Ditambahkan Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono bahwa berdasarkan Perpres tidak seluruh hasil Inver dan non Inver menjadi TORA, sebagian ada yang direkomendasikan menjadi perhutanan sosial sesuai kebutuhan masyarakat. Di kawasan lindung bisa dalam bentuk skema Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa, sementara di Kawasan hutan produksi bisa menjadi Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat.

“Pada akhirnya semua upaya ini untuk menuju kepastian kawasan hutan, kepastian hukum bagi pengelola, dunia usaha, BUMN dan masyarakat, dan kepastian usahanya sehingga kemakmuran masyarakat dapat terwujud”, pungkas Bambang. (RO/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya