Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerima aksi damai sekitar 200 orang yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, Rabu (6/3) pagi. Sebanyak 25 orang perwakilan Aliansi CA Jabar yang terdiri dari Walhi Jabar, Walhi Eknas, YLBHI Jabar dan Nasional, lalu Forum Komunikasi Pecinta Alam Bandung, pun ditemui Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno.
Aliansi CA Jabar, antara lain yang berasal dari Walhi Jabar, Walhi Eknas, YLBHI Jabar, YLBHI Nasional, dan
Aksi tersebut merupakan respon masyarakat atas ditetapkannya Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018 tanggal 10 Januari 2018 tentang Perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan dari sebagian Cagar Alam (CA) Kamojang seluas ±2.391 ha dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas ±1.991 ha menjadi TWA. Kedua CA tersebut terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Baca juga : Indonesia Dinilai Sukses Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Ada empat rekomendasi yang disampaikan dalam aksi tersebut, yakni perihal penangguhan SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018, membentuk tim kajian dengan melibatkan para pihak terkait termasuk Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, menghentikan sementara segala kegiatan di lokasi TWA, melakukan evaluasi kinerja pengelolaan kawasan konservasi di wilayah kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat.
Pada intinya, Aliansi meminta agar SK tersebut dikaji ulang karena dianggap akan mengancam keberlangsungan Cagar Alam dan masyarakat Jawa Barat.
“Kami minta SK dicabut dan Menteri LHK menurunkan instruksi untuk merestorasi Cagar Alam," ujar Wahyudi.
Baca juga : Buka Rangkaian HPSN 2024, KLHK Gelar Dialog dan Peluncuran Buku Panduan Bank Sampah
Dirjen KSDAE Wiratno yang didampingi Eselon II terkait pun menerima empat rekomendasi dan berjanji segera meneruskan kepada Menteri LHK untuk dilakukan kajian.
“Saya setuju untuk dibentuk tim terpadu yang akan melakukan kajian komprehensif dengan melibatkan Aliansi Cagar Alam Jawa Barat,” ucap Wiratno.
“Saya juga telah memerintahkan Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat untuk membentuk forum komunikasi konservasi Jawa Barat, agar terjalin komunikasi baik dengan semua pihak dan tidak ada dusta di antara kita,” tambah Wiratno.
Baca juga : Berkat Kinerja Aksi Iklim Sistematis, Indonesia Raih Pengakuan Internasional
Kompleks hutan Gunung Guntur dan Papandayan pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan GB. Nomor 27 dan Nomor 28 tanggal 7 Juli 1927. Pada tahun 1979, kompleks hutan tersebut ditunjuk menjadi CA Kawah Kamojang, TWA Kawah Kamojang, CA Gunung Papandayan dan TWA Gunung Papandayan.
Di tahun 1990 ditetapkan CA Kawah Kamojang seluas 7.805 ha dan TWA Kawah Kamojang seluas 481 ha, serta CA Gunung Papandayan seluas 6.807 ha dan TWA Gunung Papandayan seluas 225 ha.
Secara faktual, pada kawasan CA Kawah Kamojang terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 449,17 hektare, aktivitas wisata alam berupa camping dan pemancingan di Danau Ciharus serta pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) yang telah berlangsung sejak tahun 1974.
PJLPB yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy memanfaatkan area seluas 56,85 Ha (1,97% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 235 MW. PJLPB diperlukan untuk mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang menerangi 261.000 rumah.(RO/OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved