Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PRANCIS dan sejumlah negara lain untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dinilai sebagai langkah penting dalam peta diplomasi internasional. Pengamat Timur Tengah Smith Alhadar menilai kebijakan ini menjadi kabar baik bagi Palestina dan sekaligus memberi tekanan kepada Israel dan Amerika Serikat (AS).
"Ini berita baik bagi Palestina dan membuat Israel-AS tertekan. AS mau tak mau harus menekan Israel untuk secepatnya mengakhiri kelaparan dan pembunuhan di Gaza," kata Smith dihubungi Media Indonesia, Selasa (29/7).
Namun, dia memperingatkan bahwa jalan menuju kemerdekaan Palestina masih panjang. Menurutnya, AS dan Israel menolak solusi dua negara yang selama ini menjadi dasar perdamaian jangka panjang.
"Masa depan Palestina yang mereka proyeksikan adalah negara jadi-jadian atau tidak berdaulat, entitas Palestina diberi hak mengatur warga Palestina di kantong-kantong di Tepi Barat dan Gaza, tanpa Yerusalem Timur, dan keamanannya dikendalikan Israel. Juga Palestina tidak boleh memiliki angkatan bersenjata. Hal ini sulit diterima Palestina, bangsa Arab dan banyak negara di dunia," sebutnya.
Dia menyebut isu Palestina akan tetap menggantung dan stabilitas di Timur Tengah akan sulit terwujud selama status tersebut belum terselesaikan secara adil.
Terkait alasan Prancis dan Inggris mulai mempertimbangkan pengakuan negara Palestina, Smith menyebut bahwa kedua negara tak lagi melihat pilihan lain selain solusi dua negara.
"Genosida dan politik apartheid yang dijalankan Israel atas warga Palestina hampir 8 dekade tak lagi bisa ditoleransi mereka. Di dalam negeri mereka mendapatkan tekanan dari publiknya sendiri untuk berpihak pada Palestina. Terakhir, mereka ingin mempertahankan tatanan internasional berbasis hukum dan HAM yang sering dilanggar Israel dengan dukungan AS," katanya.
Smith juga menyoroti dampak dari pengakuan Prancis terhadap Palestina yang direncanakan pada September mendatang. Meski Inggris masih menunda keputusan serupa demi menjaga relasi dengan AS, dia menyebut langkah Paris akan memengaruhi dinamika kawasan.
"Jelas pengakuan Prancis atas negara Palestina pada September mendatang, sementara Inggris belum akan melakukan hal itu untuk menjaga hubungan baiknya dengan AS, jelas akan berpengaruh signifikan. Bisa dikata Prancis bersama Jerman adalah pemimpin Uni Eropa sehingga besar kemungkinan setelah Perancis mengakui negara Palestina, negara-negara Eropa lain akan mengikutinya. Ini akan membuat Israel makin terisolasi."
Dia juga menambahkan, salah satu konsekuensi besar dari langkah ini adalah potensi pengeluaran Israel dari Perjanjian Asosiasi Israel-Uni Eropa yang ditandatangani tahun 2000.
"Perjanjian itu memberi kemudahan ekonomi kepada Israel dengan syarat Israel menghormati HAM," ujarnya.
Terkait sikap Amerika Serikat yang belum menunjukkan dukungan terhadap pengakuan negara Palestina, Smith menilai ada faktor politik domestik yang kuat.
"AS tak menghendaki two-state solution yang akan melemahkan Israel. Padahal, pemerintahan AS sangat bergantung pada lobi Yahudi, komunitas Evangelis AS, media pro-Israel dan lembaga-lembaga strategis AS yang berbasis pada kultur pro-Israel," tegasnya.
Mengenai tantangan utama yang akan dihadapi dalam menentukan perbatasan negara Palestina yang merdeka, Smith menyatakan bahwa masalah tersebut sangat kompleks.
"Kalau berdasarkan resolusi-resolusi DK PBB, teritori Palestina meliputi Yerusalem Timur, seluruh Tepi Barat, dan Gaza sesuai dengan perbatasan tahun 1967 sebelum Israel mencaploknya dalam perang tahun itu," ucapnya.
Namun, dia mengatakan bahwa sejauh ini Israel menolak Hamas maupun Fatah untuk mengelola wilayah Palestina.
"Entitas Palestina yang akan mengurus warganya adalah entitas baru yang tak punya rekam jejak memusuhi Israel. Ini juga akan memunculkan masalah baru yang sulit diselesaikan karena warga Palestina tak bisa menerima entitas Palestina yang ikut ditentukan Israel," pungkasnya. (Fer/I-1)
PBB menyebut Gaza menghadapi krisis kelaparan terburuk dengan lebih dari 20 ribu anak alami gizi buruk.
Sebanyak tiga relawan berpengalaman yakni Ir. Edi Wahyudi sebagai ketua tim dan dua anggota Abdurrahman Parmo dan Fikri Rofi’ulhaq telah berangkat ke Kairo.
Inggris siap mengakui Palestina sebagai negara merdeka pada Sidang Umum PBB September mendatang, jika Israel tidak setuju gencatan senjata di Gaza.
PRANCIS dan Inggris, bersama sejumlah negara lainnya, mulai menunjukkan niat serius untuk mengakui Palestina.
PAUS Leo XIV menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza.
Negara-negara Arab dan Barat menyerukan agar Hamas menyerahkan senjata dan mengakhiri kekuasaan di Gaza.
PRANCIS menyatakan bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian antara Israel dan Palestina adalah melalui solusi dua negara.
PERDANA Menteri Kanada Mark Carney mengumumkan bahwa negaranya berencana untuk mengakui Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Prancis jadi negara berkekuatan besar pertama di Eropa yang menyatakan secara terbuka niatnya mengakui Palestina.
KEMENTERIAN Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia kembali menekankan pentingnya rencana politik yang adil dan menyeluruh dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved