Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Dana Pensiun dan Universitas Boikot Israel

Dhika Kusuma Winata
28/7/2025 08:07
Dana Pensiun dan Universitas Boikot Israel
Reruntuhan bangunan di Gaza.(Al Jazeera)

GELOMBANG boikot terhadap Israel terus meluas di berbagai belahan dunia sebagai bentuk perlawanan terhadap aksi militer Israel di Jalur Gaza yang dinilai melanggar hukum internasional dan kemanusiaan. Sejumlah institusi keuangan, akademik, hingga serikat pekerja mengambil langkah nyata dengan menghentikan kerja sama atau investasi yang dinilai berkontribusi terhadap kekerasan terhadap warga Palestina.

Salah satu aksi datang dari Caisse de Prévoyance de l'Etat de Geneve (CPEG), dana pensiun pemerintah di Jenewa, Swiss. Mereka memutuskan untuk mencabut investasinya dari obligasi pemerintah Israel.

Keputusan CPEG diambil setelah adanya dorongan kuat dari serikat pekerja yang mengajukan usulan pemutusan investasi dalam rapat delegasi. Usulan disetujui secara bulat oleh 100 anggota dengan hanya tiga abstain. Selain itu, sebuah aksi kolektif juga meluncurkan Manifesto for Ethical Investments pada 9 Juni yang ditandatangani oleh 500 pekerja dan pensiunan di wilayah tersebut.

"Keputusan CPEG harus menjadi contoh bagi lembaga pensiun lainnya untuk memastikan kebijakan investasi mereka tidak berkontribusi terhadap kejahatan kemanusiaan," ujar pernyataan dari kelompok penggagas boikot seperti dilaporkan BDS Movement.

Lebih luas lagi, komunitas internasional kini didorong untuk menghentikan segala bentuk investasi yang mendukung kampanye genosida Israel.

Laporan terbaru PBB menyoroti keterlibatan korporasi dalam sistem pendudukan, apartheid, dan genosida Israel, serta menyerukan masyarakat sipil dan serikat buruh untuk meningkatkan tekanan lewat kampanye boikot, divestasi, dan sanksi (BDS).

Di sektor pendidikan tinggi, boikot juga menguat. Universitas Pisa di Italia mengumumkan pemutusan hubungan kerja sama dengan dua institusi akademik Israel yaitu Reichman University dan Hebrew University. Keputusan diambil setelah senat akademik kampus melakukan pemungutan suara.

"Apa yang dilakukan pemerintah Israel di Gaza adalah tindakan tidak manusiawi. Kami akan mengakhiri seluruh bentuk kerja sama. Kedua universitas memiliki hubungan struktural dengan militer Israel dan secara terbuka mendukung aksi pemerintah," ujar Rektor Universitas Pisa, Paolo Zucchi.

Ia juga menambahkan Hebrew University sebagian dibangun di atas tanah milik Palestina di Jerusalem Timur yang diduduki dan melanggar hukum internasional.

Tak ketinggalan, lima fakultas di Universitas Florence juga menghentikan kerja sama dengan sejumlah universitas Israel yang dinilai terlibat dalam pendudukan ilegal. Jurusan Matematika dan Ilmu Komputer menarik diri dari kesepakatan dengan Ben-Gurion University.

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan serta Fakultas Pertanian juga menghentikan hubungan dengan universitas yang sama. Departemen Arsitektur memutus hubungan dengan Ariel University yang berlokasi di permukiman ilegal sedangkan Departemen Ilmu Politik menghentikan kerja sama dengan Blavatnik Center di Universitas Tel Aviv.

Langkah tersebut mendapat dukungan dari 500 staf akademik, peneliti, tenaga administrasi, teknisi, mahasiswa doktoral hingga sarjana Universitas Florence, yang menyatakan solidaritas terhadap seruan rakyat Palestina.

Pada November tahun lalu, European Association of Social Anthropologists (EASA) juga mengambil sikap serupa dengan memutus kerja sama dengan lembaga akademik Israel. Dalam pemungutan suara, 78% anggota menyetujui langkah tersebut karena adanya pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis di Palestina, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, hingga dugaan genosida yang dilakukan di Gaza.

EASA baru-baru ini bahkan telah menerbitkan pedoman implementasi pemutusan kerja sama dan imbauan bagi para anggotanya untuk tidak melakukan kolaborasi dengan institusi Israel.

Sementara itu, di Yunani, ratusan warga berkumpul di Pelabuhan Piraeus pada 16 Juli lalu untuk memblokir pengiriman baja militer ke Israel. Aksi tersebut diikuti oleh pekerja pelabuhan, organisasi pro-Palestina, serta simpatisan dari berbagai partai kiri.

Lima kontainer baja militer dari India yang akan dikirim ke Israel menjadi sasaran blokade tersebut.

"Kami sama sekali tidak ingin negara dan pelabuhan kami terlibat dalam perang ini, atau dalam pengiriman perlengkapan militer yang akan digunakan dalam konflik ini," kata Presiden serikat pekerja ENEDEP, Markos Bekris, seperti dilaporkan Anadolu.

Rentetan aksi boikot, divestasi, dan penolakan terhadap kerja sama dengan Israel tersebut dinilai mencerminkan meningkatnya kesadaran global atas krisis kemanusiaan di Gaza. Banyak pihak kini mendesak agar tekanan terhadap Israel terus diperbesar sampai tindakan yang melanggar hukum dan kemanusiaan benar-benar dihentikan.

"Kami tidak ingin perlengkapan militer ini digunakan untuk membunuh rakyat Palestina yang sedang berjuang mendirikan negara mereka sendiri. Kami tidak ingin tangan kami berlumuran darah orang-orang tak berdosa," tambah Bekris. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya