Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump mengisyaratkan akan mengeluarkan pernyataan penting terkait perang Rusia-Ukraina, bertepatan dengan kunjungan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte ke Washington, Senin (14/7) waktu setempat.
Trump, yang berambisi menengahi akhir konflik yang telah berlangsung tiga tahun itu, menunjukkan kekecewaan mendalam terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Di akhir pekan lalu, Trump mengumumkan paket bantuan persenjataan baru untuk Ukraina.
"Kami akan mengirimkan sistem pertahanan udara Patriot yang sangat mereka butuhkan," ujar Trump dikutip dari AFP.
Ia menambahkan, akan mengumumkan "pernyataan besar tentang Rusia" bersamaan dengan kunjungan Rutte.
Gedung Putih sebelumnya sempat berencana menangguhkan sebagian pengiriman senjata ke Kyiv. Namun, kebijakan itu dibatalkan dengan rencana baru, di mana NATO akan membeli sejumlah senjata buatan AS untuk disalurkan ke Ukraina.
NATO dalam pernyataannya menyebut Rutte akan berada di Washington hingga Selasa (15/7) dan dijadwalkan bertemu Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth serta Menteri Luar Negeri Marco Rubio. Pertemuan Rutte dengan Trump di Gedung Putih pukul 10.00 waktu setempat berlangsung tertutup.
“Kami akan mengirimkan beragam perlengkapan militer canggih, dan mereka (Ukraina) akan membayarnya penuh. Ini akan jadi urusan bisnis bagi kami,” kata Trump.
Trump juga kembali melontarkan kritik terhadap Putin. “Putin sungguh mengecewakan banyak orang. Siang hari dia bicara baik-baik, malamnya mengebom semua orang,” ujar Trump.
Pekan lalu, Trump bahkan menuding Putin mengarang sebuah omong kosong soal Ukraina, menunjukkan rasa frustrasinya atas kebuntuan upaya perdamaian.
Di awal masa jabatan keduanya Januari lalu, Trump sempat menyatakan optimisme bisa berdamai dengan Putin dan menyudahi perang, serta enggan menambah sanksi terhadap Rusia, berbeda dengan sikap tegas para sekutu Eropa Kyiv. Namun, Rusia terus menolak usulan gencatan senjata dari AS dan Ukraina.
Kini, Trump memberi sinyal siap menjatuhkan sanksi ke Moskow, seiring dengan meningkatnya dukungan di Kongres terhadap paket sanksi baru. Ditanya soal kemungkinan sanksi, Trump hanya menjawab, “Kita lihat saja besok.”
Sanksi "Palu Godam"
Di Capitol Hill, sejumlah senator Partai Republik dan Demokrat tengah menggodok rancangan undang-undang bipartisan yang memberi Trump wewenang besar menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
RUU itu akan memberikan Presiden AS kewenangan menerapkan tarif hingga 500 persen bagi negara-negara yang mendukung ekonomi perang Rusia, termasuk pembeli produk Rusia seperti Tiongkok, India, atau Brasil.
“Ini benar-benar palu godam yang bisa digunakan Presiden Trump untuk mengakhiri perang ini,” ujar Senator Republik Lindsey Graham di CBS News.
Graham dan Senator Demokrat Richard Blumenthal dijadwalkan bertemu Rutte, Senin. Keduanya juga akan membahas kemungkinan membuka akses Ukraina terhadap aset Rusia yang dibekukan di AS dan Eropa.
“Ada sekitar US$5 miliar dana yang bisa diakses, dan menurut saya sudah saatnya itu dilakukan,” kata Blumenthal.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyambut baik rencana sanksi itu. Menurutnya, langkah tersebut "adalah bentuk tekanan yang nyata demi mendekatkan perdamaian dan memastikan diplomasi tidak berujung hampa."
Sementara Kremlin menegaskan bahwa pengiriman senjata ke Ukraina hanya akan memperpanjang konflik. Sejak melancarkan invasi penuh pada 2022, Putin belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri perang. Bahkan, sepanjang musim panas ini, Rusia meningkatkan ofensifnya dan melancarkan serangan rudal serta drone terbesar sepanjang konflik. (Ndf/I-1)
Presiden Donald Trump didesak untuk mengambil langkah tegas terhadap Rusia dengan menjatuhkan sanksi, menyusul serangan terbaru negara tersebut ke Ukraina.
Setelah Rusia gempur Ukraina, Uni Eropa meluncurkan strategi penyimpanan darurat guna memastikan ketersediaan barang-barang penting seperti makanan, air, bahan bakar dan obat-obatan.
RUSIA melancarkan serangan udara paling intens sejak awal invasi ke Ukraina pada Selasa (8/7) malam, yang turut memicu reaksi cepat dari NATO.
SITUASI di Eropa Timur memanas setelah Rusia meluncurkan serangan udara terbesar sejak invasinya ke Ukraina dimulai lebih dari tiga tahun lalu.
Ia juga menyampaikan rasa prihatin atas kemudahan negara-negara maju mengalokasikan anggaran besar untuk militer.
MENTERI Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov menyatakan bahwa upaya Uni Eropa dan NATO membuat kekalahan strategis terhadap Moskow tidak akan berhasil. Empat alasan barat tak mampu taklukan Rusia
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved