Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Bumi muda dipenuhi oleh lautan magma raksasa di bawah permukaannya—dan sisa-sisanya mungkin masih memengaruhi dinamika planet ini hingga sekarang, ungkap studi terbaru yang dipublikasikan di Nature pada 26 Maret.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan memperdebatkan keberadaan lautan magma dalam di batas inti dan mantel Bumi. Bukti geokimia menunjukkan bahwa lelehan ini pernah ada selama ratusan juta tahun pertama usia Bumi. Namun, model pembentukan planet yang memperlihatkan pendinginan dari bawah ke atas membuat keberadaan lelehan ini tampak kontradiktif.
Penelitian baru ini menegaskan: lautan magma dasar bukan hanya mungkin terjadi—keberadaannya nyaris tak terhindarkan. Apa pun titik awal kristalisasi Bumi, magma basal pasti terbentuk.
Jejak lautan magma ini kemungkinan masih tertinggal dalam bentuk low-shear velocity provinces (LLVP)—gumpalan besar di mantel dalam yang memperlambat gelombang seismik. Apakah struktur ini merupakan sisa kerak samudra kuno atau peninggalan magma purba berusia 4,4 miliar tahun, masih menjadi pertanyaan besar.
Menurut penulis utama studi, Charles-Édouard Boukaré, fisikawan planet dari York University, temuan ini berpotensi mengubah pemahaman kita tentang sejarah dan evolusi geodinamika Bumi.
“Temuan ini berpengaruh besar terhadap aliran panas antara inti dan mantel, bahkan terhadap dinamika lempeng tektonik,” ujarnya.
Tim peneliti mengembangkan model pembentukan Bumi yang menggabungkan data geokimia dan seismik. Mereka menemukan bahwa elemen-elemen tertentu lebih suka tetap dalam magma selama proses kristalisasi, dan jejaknya terekam dalam batuan mantel.
Kunci temuan ini: lautan magma basal selalu terbentuk, tak peduli apakah pembekuan pertama terjadi di tengah mantel atau di batas inti. Padatan pertama yang terbentuk di permukaan cenderung tenggelam dan mencair ulang, memperkaya dasar mantel dengan oksida besi—yang tetap cair karena panas dari inti.
Model ini menunjukkan bahwa struktur dasar Bumi terbentuk sejak tahap paling awal, dan terus memengaruhi evolusinya.
“Ada semacam ingatan dalam planet ini,” ujar Boukaré. “Memahami kondisi awalnya memungkinkan kita memprediksi perilaku planet selama miliaran tahun.”
Boukaré berencana mengembangkan model ini lebih lanjut dan menerapkannya ke planet lain seperti Mars. “Mungkin lautan magma dasar bukan fenomena unik Bumi,” pungkasnya. (Live Science/Z-10)
Dengan kedua CubeSat kecilnya, misi PREFIRE (Polar Radiant Energy in the Far-InfraRed Experiment) NASA adalah menangkap panas tak terlihat yang keluar dari Bumi
Hasil penelitian terbaru kami memberikan bukti terkuat sejauh ini bahwa setidaknya beberapa komet tipe Halley membawa air dengan tanda isotop yang sama seperti yang ditemukan di Bumi.
Sekitar dua pertiga emisi metana di atmosfer berasal dari mikroba yang hidup di lingkungan tanpa oksigen, seperti lahan basah, sawah, dan perut hewan ternak.
Empat satelit PUNCH berhasil menempati posisi orbit yang direncanakan di sekitar bumi untuk mendapatkan pandangan ke arah matahari.
Penelitian NASA ungkap Bumi bisa alami penurunan drastis oksigen dalam 10.000 tahun akibat evolusi Matahari. Ancaman bagi kelangsungan hidup manusia.
Bulan tidak jatuh ke Bumi karena keseimbangan antara gaya gravitasi dan kecepatannya yang membentuk orbit stabil. Fenomena ini juga dijelaskan dalam Al-Quran.
Peneliti menemukan BLOBS, gumpalan raksasa tersembunyi di mantel Bumi yang memicu letusan gunung berapi besar dan kepunahan massal.
Selami lapisan misterius Bumi! Pelajari struktur planet, dari kerak terluar hingga inti terdalam, dan ungkap rahasia geologisnya.
Penelitian terbaru ungkap sisa lempengan purba Farallon, yang terkubur jauh di Midwest Amerika Serikat, kini menarik material besar dari kerak Amerika Utara ke dalam mantel Bumi.
Sebuah penelitian terbaru ungkap dua gumpalan besar di dalam mantel Bumi, yang dikenal sebagai LLSVP, mungkin sudah ada lebih dari satu miliar tahun.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Scientific Reports ini mengungkapkan adanya anomali di lapisan mantel Bumi sekitar 1.000 kilometer di bawah permukaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved