Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Dampak Gelombang Panas Laut Hancurkan Terumbu Karang Great Barrier Reef

Thalatie K Yani
23/1/2025 10:23
Dampak Gelombang Panas Laut Hancurkan Terumbu Karang Great Barrier Reef
Great Barrier Reef bagian selatan pada awal 2024.(Universitas Sydney)

TIM ilmuwan kelautan dari Universitas Sydney menerbitkan studi pertama yang ditinjau sejawat yang mendokumentasikan peristiwa pemutihan terumbu karang di Great Barrier Reef bagian selatan pada awal 2024.

Dipimpin Profesor Maria Byrne dari School of Life and Environmental Sciences, penelitian ini menyoroti dampak mengkhawatirkan dari gelombang panas laut yang belum pernah terjadi sebelumnya pada ekosistem terumbu karang, yang menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang keanekaragaman hayati laut dan komunitas yang bergantung pada ekosistem vital ini.

Studi yang diterbitkan dalam Limnology and Oceanography Letters ini memberikan wawasan penting tentang sejauh mana pemutihan dan kematian terumbu karang selama gelombang panas laut global 2023-2024. Tim peneliti dengan teliti memantau kesehatan 462 koloni terumbu karang di stasiun penelitian Great Barrier Reef Universitas Sydney di One Tree Island selama 161 hari.

Hasilnya mengungkapkan 66% koloni terumbu karang memutih pada Februari 2024 dan 80% pada April. Pada Juli, 44% dari koloni yang terumbu karangnya memutih telah mati, dengan beberapa genera karang, seperti Acropora, mengalami tingkat kematian yang sangat tinggi hingga 95%.

Profesor Byrne mengatakan: "Temuan kami menekankan perlunya tindakan mendesak untuk melindungi terumbu karang, yang tidak hanya menjadi hotspot keanekaragaman hayati, tetapi juga penting untuk ketahanan pangan dan perlindungan pesisir. Great Barrier Reef bagian selatan, meskipun statusnya dilindungi, tidak kebal terhadap stres panas ekstrem yang memicu peristiwa pemutihan yang menghancurkan ini."

Penelitian ini juga menyoroti interaksi kompleks antara stres panas, timbulnya penyakit, dan kematian terumbu karang. Secara khusus, karang Goniopora mengembangkan penyakit pita hitam, yang berkontribusi pada tingkat kematian yang tinggi yang diamati. 

Studi ini menekankan bahwa cepatnya timbulnya pemutihan dan penyakit pada karang yang sebelumnya dianggap tahan banting menimbulkan tantangan besar dalam memprediksi komposisi ekosistem terumbu karang di masa depan dalam dunia yang semakin memanas.

Profesor Ana Vila Concejo, salah satu penulis studi ini dari School of Geosciences, mengatakan: "Penelitian ini adalah panggilan untuk bertindak bagi pembuat kebijakan dan para konservasionis. Ketahanan terumbu karang sedang diuji seperti belum pernah sebelumnya, dan kita harus memprioritaskan strategi yang meningkatkan kemampuan mereka untuk bertahan menghadapi perubahan iklim. Temuan kami menekankan perlunya intervensi manajerial yang segera dan efektif untuk melindungi ekosistem ini."

Implikasi dari penelitian ini melampaui ekologi dan konservasi. Terumbu karang menyediakan layanan penting bagi komunitas manusia, termasuk perikanan, pariwisata, dan perlindungan pesisir. Ketika Great Barrier Reef menghadapi ancaman yang meningkat akibat perubahan iklim, studi ini menyerukan pendekatan kolaboratif dalam konservasi yang melibatkan komunitas lokal, ilmuwan, dan pembuat kebijakan.

Dr. Shawna Foo, seorang Sydney Horizon Fellow dan co-author dari studi ini, mengatakan: "Melihat dampak pada terumbu karang yang sejauh ini sebagian besar terhindar dari pemutihan massal sangat menghancurkan. Tingkat kematian dan penyakit yang tinggi, terutama di area yang begitu terpencil dan masih asli, menunjukkan betapa seriusnya situasi ini. Meskipun status perlindungan yang tinggi mungkin tidak dapat mencegah dampak gelombang panas, perannya dalam memfasilitasi pemulihan akan sangat penting untuk diamati." (Science Daily/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya