Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MASA depan merek Amerika Serikat (AS) yang menjual produk penyimpanan untuk dapur dan rumah, Tupperware, mulai diragukan di tengah posisi keuangan yang lemah.
Apakah era Tupperware sudah berakhir? Perusahaan berusia 77 tahun tersebut mengungkapkan "keraguan substansial" tentang kemampuan mereka untuk tetap beroperasi, mengingat posisi keuangan perusahaan itu yang buruk, menurut laporan keuangan baru-baru ini.
Ketika pasar dibuka, Senin (10/4) setelah laporan keuangan itu pada Jumat (7/4), saham Tupperware anjlok 50% dan bertahan pada tingkat depresi dalam beberapa hari berturut-turut.
Baca juga: Di ambang Kebangkrutan, Ini Sosok Pencipta Tupperware
Namun, pada Kamis (13/04), saham Tupperware melakukan rebound parsial, naik sekitar 25%.
Keberadaan Tupperware berawal pada 1946, ketika ahli kimia Earl Tupper "mendapatkan inspirasi saat membuat cetakan di pabrik plastik, tidak lama setelah the Great Depression," menurut laman daring Tupperware.
"Jika dia bisa merancang segel kedap udara untuk wadah penyimpanan plastik, seperti kaleng cat, dia bisa membantu keluarga yang lelah karena perang demi menghemat uang untuk limbah makanan yang mahal."
Baca juga: Tupperware Bangkrut, Sahamnya Anjlok 90% dan Bakal PHK Karyawan
Seiring waktu, wadah plastik tertutup rapat Tupper juga dikaitkan dengan "Pesta Tupperware", tempat teman-teman berkumpul dengan makanan dan minuman saat perwakilan perusahaan mendemonstrasikan barang-barang tersebut.
Pada Desember 2021, perusahaan yang berbasis di Orlando, Florida ini memiliki sekitar 10.000 karyawan. Tetapi, jangkauan mereka telah menyusut, dengan penjualan tahunan turun setengahnya selama dekade terakhir menjadi hanya US$1,3 miliar (sekitar Rp19 miliar) pada 2022, ketika melaporkan kerugian US$14 juta (sekitar Rp205 miliar).
"Tupperware terpukul oleh sejumlah kekuatan, termasuk penurunan tajam jumlah penjual, penurunan konsumen pada produk rumahan, dan merek yang masih belum terhubung sepenuhnya dengan konsumen yang lebih muda," kata Neil Saunders dari GlobalData.
"Perusahaan ini dulunya adalah sarang inovasi dengan perangkat dapur pemecah masalah, tetapi sekarang benar-benar kehilangan keunggulannya," lanjutnya.
Inisiatif perusahaan untuk mendapatkan distribusi melalui rantai pasar Target agar terjadinya upaya perubahan, "jangkauannya sangat terbatas dibandingkan merek lain," kata Saunders.
Dalam siaran pers, Jumat (7/4), Tupperware mengatakan telah meminta penasihat keuangan "untuk membantu mengamankan pembiayaan tambahan, dan terlibat dalam diskusi dengan calon investor atau mitra pembiayaan."
Perusahaan juga mengevaluasi portofolio real estate dan aset lainnya yang dapat disadap "untuk menjaga atau memberikan tambahan likuiditas," kata pengarsipan tersebut. (AFP/Z-1)
PERUSAHAAN wadah penyimpanan plastik ikonik asal Amerika Serikat, Tupperware berada di ambang kebangkrutan. Saham Tupperware turun hingga 90% selama setahun terakhir.
PADA 1946, ahli kimia Earl Tupper menciptakan wadah plastik yang ringan dan tidak mudah pecah yang terinspirasi oleh desain kaleng cat yang rapat.
Setelah lebih dari tiga dekade menjadi bagian tak terpisahkan dari rumah tangga Indonesia, Tupperware akhirnya resmi menghentikan seluruh aktivitas bisnisnya di Tanah Air.
Hingga September 2021, tim sukarelawan Nahdlatul Ulama (NU) melaporkan ratusan kyai, wali satri, bu nyai yang meninggal akibat pandemi Covid-19 dan sejumlah anak menjadi yatim piatu.
Dalam rangka hari Batik Nasional yang akan diperingati pada 2 Oktober, Tupperware melakukan kolaborasi ekslusif dengan seorang designer ternama Indonesia: Anne Avantie.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved