Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Biden Ancam Beri Sanksi untuk Arab Saudi Jika Pangkas Produksi Minyak 

Cahya Mulyana
12/10/2022 11:37
Biden Ancam Beri Sanksi untuk Arab Saudi Jika Pangkas Produksi Minyak 
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato virtual dari Gedung Putih. Washington DC, AS, Selasa (11/10).(Brendan Smialowski / AFP)

PRESIDEN Amerika Serikat (AS), Joe Biden mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Arab Saudi.

Pasalnya, Washington tidak menghendaki sekutu kayanya itu memangkas produksi minyak yang diikuti orginasi negara pengekspor minyak. OPEC+.

"Akan ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan, dengan Rusia. Saya tidak akan membahas apa yang saya pertimbangkan dan apa yang ada dalam pikiran saya. Tapi akan ada akan ada konsekuensinya," kata Biden.

Diketahui OPEC+ yang dipimpin Riyadh berniat memangkas produksi minyak. Selain ancaman sanksi, AS melalui anggota parlemen asal Partai Demokrat menyerukan pembekuan kerja sama dengan dengan Arab Saudi.

Pengurangan produksi minyak OPEC+ akan memberikan keuntungan kepada Rusia untuk mendanai perang di Ukraina. Selain Arab Saudi, Rusia juga termasuk negara kaya minyak.

Baca juga: Andalkan Ekspor Migas, Rusia Bertahan dari Sanksi AS dan Sekutunya

Senator Partai Demokrat dan Republik, Richard Blumenthal dari Connecticut dan Ro Khanna dari California memperkenalkan undang-undang yang akan segera menghentikan semua penjualan senjata AS ke Arab Saudi selama satu tahun.

Jeda ini juga akan menghentikan penjualan suku cadang dan perbaikan, layanan dukungan dan dukungan logistik. Namun rancangan sanksi itu harus disetujui Biden yang belum pasti menandatanganinya.

Yang pasti, kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, Biden menginstruksikan untuk meninjau ulang hubungan diplomatik dengan Riyadh.

"Inilah waktunya untuk melihat kembali hubungan ini dan memastikan bahwa itu melayani kepentingan keamanan nasional kita," katanya.

Sementara Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mengatakan AS tidak memiliki batas waktu untuk peninjauan hubungan dengan Arab Saudi. Pasalnya Riyadh memiliki peran sentral yang dalam mengatasi masalah keamanan nasional yang lebih luas di Timur Tengah.

Blumenthal dan Khanna meluncurkan rancangan sanksi untuk Arab Saudi berupa rancangan undang-undang. Itu setelah Senator Robert Menendez dari Partai Demokrat mengatakan tidak dapat diterima bahwa OPEC+ telah bergerak untuk memangkas produksi minyak dan secara efektif membantu Moskow dalam perangnya terhadap Ukraina.

Menendez berjanji untuk menggunakan posisinya sebagai ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat untuk memblokir penjualan senjata ke Saudi di masa depan.

Menendez tidak memperingatkan Gedung Putih sebelum mengumumkan niatnya untuk memblokir penjualan senjata Saudi di masa depan.

OPEC+, yang mencakup Rusia serta Arab Saudi, pekan lalu mengumumkan akan memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari. Pengurangan produksi juga merugikan upaya yang dipimpin AS untuk membuat perang tidak berkelanjutan secara finansial bagi Rusia.

Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan pengurangan produksi minyak adalah murni urusan ekonomi.

Biden dan para pemimpin Eropa telah mendesak lebih banyak produksi minyak untuk menurunkan harga bensin dan menghukum Moskow atas agresinya di Ukraina.

Putin telah dituduh menggunakan energi sebagai senjata melawan negara-negara yang menentang invasi Rusia.

"Mereka tentu saja menyelaraskan diri dengan Rusia. Ini bukan waktunya untuk bersekutu dengan Rusia," kata Jean-Pierre.

Adapun Saudi, Senator Blumenthal mengatakan, “Kami tidak dapat terus menjual teknologi senjata yang sangat sensitif ke negara yang bersekutu dengan musuh teroris yang menjijikkan.”

Namun, Gedung Putih mencatat bahwa penjualan senjatanya ke Riyadh berfungsi sebagian sebagai penyeimbang penting di kawasan itu ke Iran, yang dengan cepat bergerak menuju kekuatan nuklir.

"Ada 70.000 orang Amerika yang tinggal di Arab Saudi sekarang, belum lagi semua pasukan lain yang kami miliki di seluruh wilayah itu,” kata Kirby. (AFP/Cah/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik