Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

AS dan Belanda Waswas Supertanker Tua Bawa Sejuta Barel Minyak

Cahya Mulyana
28/5/2022 20:16
AS dan Belanda Waswas Supertanker Tua Bawa Sejuta Barel Minyak
FSO Safer.(AFP/Satellite image ©2020 Maxar Technologies.)

AMERIKA Serikat (AS) dan Belanda menyerukan kepada dunia untuk segera mengambil tindakan guna mencegah bencana alam, ekonomi, dan kemanusiaan global. Itu karena ada supertanker minyak tua membawa satu juta barel minyak mentah di lepas pantai Yaman.

Kedua negara mengeluarkan pernyataan bersama pada Jumat (27/5) bahwa supertanker FSO Safer tidak dapat dijamin keselamatannya. Sewaktu-waktu tanker itu bisa karam dan bocor yang akhirnya barang bawaannya mencemari lautan.

"Itu bisa bocor, tumpah, atau meledak kapan saja, sangat mengganggu rute pengiriman di wilayah Teluk dan industri lain di seluruh wilayah Laut Merah, menimbulkan bencana lingkungan, dan memperburuk krisis kemanusiaan di Yaman," kata pernyataan itu. Supertanker telah disebut sebagai bom waktu oleh para ahli dan aktivis lingkungan. 

Bulan lalu, PBB meluncurkan rencana menurunkan minyak dari supertanker ke kapal sementara selama empat bulan. "Baik FSO Safer maupun kapal sementara akan tetap di tempatnya sampai semua minyak dipindahkan ke kapal pengganti permanen," demikian bunyi rencana tersebut. "FSO Safer kemudian akan ditarik ke galangan dan dijual untuk diselamatkan."

PBB mengatakan rencana tersebut mendapat dukungan dari pemerintah Yaman dengan nota kesepahaman telah ditandatangani, termasuk oleh pemberontak Houthi, yang menguasai daerah tempat FSO Safer berada. AS dan Belanda memperingatkan agar tidak menunda rencana tersebut. "Pada Oktober, angin kencang dan arus yang tidak stabil akan membuat operasi PBB lebih berbahaya dan meningkatkan risiko kapal pecah. Jika terjadi tumpahan, pembersihan saja diperkirakan menelan biaya USD20 miliar," lanjut bunyi pernyataan itu.

Pendanaan secara keseluruhan juga tampaknya menjadi masalah. Skema ini akan menelan biaya US$144 juta, termasuk US$80 juta untuk operasi darurat awal. Belanda dan AS meminta pemerintah dan sektor swasta untuk membantu membiayai upaya tersebut. "Kami mendesak donor publik dan swasta untuk mempertimbangkan kontribusi yang besar untuk membantu mencegah kebocoran, tumpahan, atau ledakan, yang dampaknya akan menghancurkan mata pencaharian, pariwisata, dan perdagangan di salah satu jalur pelayaran penting dunia," kata mereka.

Mereka menambahkan bahwa penjanjian bulan lalu mengumpulkan hampir setengah dari jumlah yang dibutuhkan untuk operasi darurat. Selain tanker itu membawa ancaman lingkungan dan bahaya terhadap rute pelayaran internasional, tumpahan dari supertanker dapat menutup pelabuhan terdekat Hodeidah dan Saleef, sehingga mengganggu aliran barang vital ke Yaman. 

Seruan AS dan Belanda untuk bertindak muncul di tengah upaya PBB memperbarui gencatan senjata rapuh yang menghentikan pertempuran di Yaman sejak awal April. Gencatan senjata sementara akan berakhir pada awal Juni.

Baca juga: Yunani Protes Pembajakan Iran atas Dua Kapal Tankernya

"Kami telah berusaha mengonsolidasikan dan memperkuat gencatan senjata bukan hanya karena itu membawa stabilitas dan keamanan tambahan bagi rakyat Yaman, tetapi karena itu memiliki efek yang sangat praktis," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price. "Itu memungkinkan bantuan kemanusiaan untuk menjangkau individu-individu di beberapa bagian Yaman yang belum dapat menerima bantuan yang memadai terlalu lama." (Aljazeera/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya