PANDEMI covid-19 seyogianya menjadi momentum bagi negara-negara di kawasan untuk bersatu. Namun, kenyataannya, ada sejumlah negara yang justru menjalankan agenda yang memicu konflik. Sebut saja Australia yang bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat untuk mengembangkan armada kapal selam bertenaga nuklir dengan kemampuan jelajah bawah laut tanpa batas.
Kemudian Tiongkok yang juga meluncurkan Fractional Orbital Bombardment System (FOBS), senjata termonuklir yang mampu menempuh perjalanan jauh. Rivalitas antarkekuatan besar tersebut, menurut Jokowi, sangat memprihatinkan. Itu menjadi permasalahan pelik yang menyulitkan negara-negara lain untuk bersatu dan mengambil aksi bersama.
"Tidak ada yang diuntungkan dari berlanjutnya situasi ini dan kita harus segera mengakhirinya," ujar Presiden pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 East Asia Summit (EAS) secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/10).
Kepala negara mengatakan, hingga saat ini, pihak-pihak yang bersangkutan belum menunjukkan niat untuk mengakhiri agenda panas yang mereka jalankan. Padahal, sepuluh tahun lalu, telah disepakati Bali Principles sebagai 'rules of the game' untuk mewujudkan hubungan antarnegara di kawasan yang bersahabat dan saling menguntungkan. "Saya yakin semua Pemimpin EAS percaya kerja sama nyata akan membangun rasa saling percaya dan memperkuat saling ketergantungan diantara kita," ucap mantan Wali Kota Solo itu.
Presiden pun menegaskan pentingnya komitmen penghormatan terhadap hukum internasional untuk menjadikan kawasan dan dunia stabil serta sejahtera. Salah satunya, penghormatan terhadap UNCLOS 1982 yang sangat diperlukan untuk mewujudkan Laut China Selatan sebagai perairan yang damai dan stabil. "Mari kita perkuat kerja sama, melakukan langkah nyata. Mari kita ubah 'trust deficit' menjadi 'strategic trust'. Mari kita wujudkan kawasan yang lebih aman, yang lebih stabil, dan sejahtera," pungkasnya. (OL-8)