Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Tindakan Keras Picu Eksodus dari Kota Terbesar Myanmar

Nur Aivanni
19/3/2021 16:49
Tindakan Keras Picu Eksodus dari Kota Terbesar Myanmar
Kerusuhan Myanmar(AFP)

JALAN-jalan keluar dari kota terbesar Myanmar itu terhambat pada Jumat dengan orang-orang yang melarikan diri dari tindakan keras junta yang mematikan terhadap perbedaan pendapat anti-kudeta.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, yang memicu pemberontakan massal yang berusaha dihancurkan oleh pasukan keamanan dengan tindakan kekerasan dan ketakutan.

Setidaknya dua pengunjuk rasa tewas pada Jumat di sebuah kota kecil di timur laut Myanmar, kata seorang pegawai rumah duka kepada AFP melalui telepon, sehingga jumlah korban tewas yang dikonfirmasi di seluruh negara sejak kudeta menjadi hampir 230 orang.

Pada Jumat, media lokal menunjukkan lalu lintas menyumbat jalan raya utama menuju utara dari Yangon. Dilaporkan, orang-orang melarikan diri dari kota ke daerah pedesaan.

AFP juga berbicara dengan penduduk yang sudah melarikan diri atau bersiap untuk pergi.

"Saya tidak lagi merasa aman - beberapa malam ini saya tidak bisa tidur," kata seorang penduduk di dekat salah satu distrik tempat pasukan keamanan membunuh pengunjuk rasa pekan ini kepada AFP.

"Saya sangat khawatir yang terburuk akan terjadi selanjutnya karena tempat saya tinggal sangat intens, dengan pasukan keamanan membawa orang-orang dari jalanan," katanya.

Baca juga : Utusan Myanmar untuk PBB Minta Sanksi Keras terhadap Militer

Perempuan itu mengatakan dia telah membeli tiket bus untuk negara bagian asalnya di barat Myanmar dan akan pergi dalam beberapa hari.

"Kami seperti tikus rumah yang mencari sesuatu untuk dimakan di dapur orang lain," kata seorang pria yang menggambarkan ketakutannya meninggalkan rumahnya pekan ini untuk mendapatkan susu untuk kedua anaknya.

Beberapa penduduk di seluruh kota mengatakan kepada AFP bahwa tentara dan polisi memaksa mereka dengan todongan senjata untuk menyingkirkan barikade yang melindungi lingkungan mereka.

Seorang pria berusia 29 tahun yang bekerja di Yangon mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa dia telah meninggalkan kota itu. "Setelah tiba di sini di rumah saya, saya merasa jauh lebih lega dan aman," katanya.

Data seluler di seluruh Myanmar juga telah turun sejak Senin, membuat mereka yang tidak memiliki pengaturan Wifi menjadi tidak bisa melihat informasi.

Di seberang perbatasan Myanmar di Provinsi Tak, Thailand, pihak berwenang mengatakan mereka sedang mempersiapkan tempat penampungan untuk masuknya calon pengungsi.

"Jika banyak orang Myanmar masuk melintasi perbatasan itu karena kasus yang mendesak, kami telah menyiapkan langkah-langkah untuk menerima mereka," kata Gubernur Provinsi Pongrat Piromrat.

Dia mengatakan Provinsi Tak akan bisa menampung sekitar 30.000 hingga 50.000 orang, meskipun dia membenarkan bahwa tampaknya belum ada yang membanjiri perbatasan.

Sejak 1 Februari, lebih dari 225 orang telah dipastikan tewas dan 2.000 orang ditahan, menurut penghitungan dari kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik yang dirilis sebelum pertumpahan darah lebih banyak dilaporkan pada Jumat. (AFP/OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik