Pembebasan Ribuan Tahanan di Turki Diharapkan tidak Diskriminatif

Haufan Hasyim Salengke
15/4/2020 20:39
Pembebasan Ribuan Tahanan di Turki Diharapkan tidak Diskriminatif
Parlemen Turki setujui pembebasan tahanan untuk mengatasi penyebaran covid-19.(Istimewa)

PARLEMEN Turki pada Selasa (14/4) menyetujui undang-undang yang memungkinkan untuk membebaskan puluhan ribu tahanan sebagai langkah keamanan menangkal penyebaran wabah virus korona.

"Rancangan telah menjadi undang-undang setelah diterima," kata akun Twitter resmi majelis umum parlemen.

Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International telah mengkritik undang-undang tersebut karena mengecualikan tahanan yang didakwa berdasarkan undang-undang antiterorisme yang kontroversial.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga mengutuk pengucilan narapidana lain termasuk jurnalis, politisi, dan pengacara, dalam penahanan prapersidangan.

"Banyak orang yang dipenjara karena mereka menggunakan hak-hak mereka. Mereka tidak melakukan kejahatan apa pun, mereka dikecualikan karena pemerintah memilih untuk menggunakan undang-undang antiterorisme yang sangat fleksibel, dan terlalu luas dan tidak jelas," kata Andrew Gardner dari Amnesty.

Undang-undang tersebut berlaku untuk sejumlah tipe tahanan, termasuk wanita hamil dan orang tua dengan kondisi medis. Tapi itu tidak termasuk pembunuh, pelaku kejahatan seksual, dan penjahat narkotika.

Juru kampanye Amnesty di Turki, Milena Buyum, mencuit undang-undang disahkan dengan suara mayoritas 279-51.

Sementara itu, Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul pada Senin mengatakan tiga tahanan telah meninggal karena covid-19 setelah total 17 narapidana terinfeksi penyakit ini.

"Sebanyak 13 tahanan berada di rumah sakit dan dalam kondisi baik dan satu terpidana dengan penyakit kronis dirawat intensif," kata Gul.

Turki telah mencatat lebih dari 61.000 kasus infeksi covid-19 sementara hampir 1.300 orang telah meninggal. 

Sebagai informasi, Turki telah menangkap ribuan akademisi, pengusaha, pengacara, jurnalis, pegawai negeri, ibu-ibu rumah tangga dan juga anggota militer tanpa proses hukum yang benar. Rezim Turki hanya mengklaim bahwa mereka menjadi simpatisan kelompok yang mendukung seorang ulama yang berbasis di AS, Fethullah Gulen.

Di mana Gulen yang sebelumnya merupakan sekutu Erdogan telah dituduh melakukan upaya kudeta pada rezim Turki. Namun, ulama ternama Turki itu menyangkal keterlibatannya. Adanya undang-undang yang baru itu diharapkan tidak bersifat diskriminatif sehingga para simpatisan Gulen dapat dibebaskan. (AFP/Hym/A-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya