Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
ANGGOTA OPEC dan sekutu sepakat untuk memangkas lebih dari seperlima produksi untuk mengatasi turunnya permintaan yang disebabkan pandemi virus korona (covid-19).
Kelompok itu menyatakan segera memangkas produksi minyak pada Mei dan Juni sebesar 10 juta barel demi mendongkrak harga. Pemangkasan kemudian akan berkurang secara bertahap sampai April 2022.
OPEC+, yang terdiri dari produsen OPEC dan sekutu termasuk Rusia, mengadakan pembicaraan pada Kamis (9/4) ini melalui telekonferensi. Perundingan berjalan rumit karena perselisihan antara Rusia dan Arab Saudi.
Baca juga: Virus Korona Kian Ekspansif, Harga Minyak Terus Turun
OPEC dan sekutu sepakat untuk memotong 10 juta barel atau 10% dari pasokan global. Sementara 5 juta barel lainnya diperkirakan berasal dari pemangkasan negara lain.
Pemangkasan akan berkurang menjadi 8 juta barel per hari antara Juli dan Desember. Kemudian akan dipangkas kembali menjadi 6 juta barel antara Januari 2021 dan April 2022.
Pada Maret lalu, harga minyak anjlok setelah OPEC+ gagal menyetujui pemangkasan produksi. Setelah pertemuan Maret, Arab Saudi dan Rusia bergerak untuk meningkatkan produksi dengan tujuan mempertahankan pangsa pasar di tengah lesunya permintaan global.
Baca juga: Trump: Rusia-Saudi Berpotensi Pangkas Produksi Minyak
Pembicaraan pada Kamis ini akan dilanjutkan dengan konferensi lainnya pada Jumat (10/4) waktu setempat. Dalam hal ini melibatkan menteri energi dari negara-negara G20, dan akan diselenggarakan Arab Saudi.
Kirill Dmitriev, kepala dana investasi Rusia dan salah satu negosiator minyak top Moskow, berharap produsen lain di luar klub OPEC+ bergabung dengan keputusan tersebut, yang mungkin berlaku selama pertemuan G20.
Sejauh ini, Amerika Serikat (AS) belum berkomitmen pada pengurangan produksi minyak. Meski Washington mengklaim produksi minyak secara bertahap berkurang akibat harga minyak dunia terpuruk. Presiden AS, Donald Trump, telah memperingatkan Saudi bahwa AS akan menjatuhkan sanksi, jika monarki tidak memangkas produksi minyaknya.(BBC/OL-11)
Penutupan jalur penting pengiriman minyak itu telah beberapa kali disuarakan oleh otoritas Iran sebagai tanggapan terhadap serangan Israel.
Tiongkok mengimbau komunitas global untuk memperkuat upaya menurunkan ketegangan dan mencegah krisis regional berdampak lebih luas.
"Indonesia harus menunjukkan kesiapan dan ketanggapan dalam menghadapi dampak lanjutan dari dinamika kawasan Timur Tengah.
Penutupan Selat Hormuz diprediksi bakal mengganggu suplai minyak dunia, menyebabkan lonjakan harga, dan untuk sementara waktu mencegah kapal perang AS keluar dari Teluk Persia.
Meskipun Indonesia sendiri bukan pembeli langsung minyak Rusia dalam jumlah besar, tetapi sangat rentan terhadap dampak global.
Presiden Rusia Vladimir Putin, Jumat (28/3), menyerukan pemerintahan transisi untuk dibentuk di Ukraina, dan bersumpah, bahwa militer Rusia akan 'menghabisi' pasukan Ukraina.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved