Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Negara Miskin di Dunia Terancam Bahaya Akibat Pandemi Covid-19

Nur Aivanni
08/4/2020 11:34
Negara Miskin di Dunia Terancam Bahaya Akibat Pandemi Covid-19
Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Mari Pangestu(MI/Adam Dwi)

DIREKTUR Pelaksana Bank Dunia untuk Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Mari Pangestu mengatakan negara-negara termiskin berada dalam bahaya di tengah pandemi virus korona.

"Mereka akan menghadapi krisis dari posisi yang sangat dirugikan," kata Mari seperti dikutip dari Telegraph, Selasa (7/4).

Pasalnya, kata dia, sistem kesehatan negara-negara tersebut rapuh, akses ke pasokan medis penting pun lemah, ekonomi yang kurang kuat, dan sangat bergantung pada perdagangan.

Baca juga: Lockdown Wuhan Resmi Berakhir, Warga Bersuka Cita

Maka itu, ia menekankan kerja sama untuk membantu negara-negara tersebut bukan hanya keharusan moral, tapi itu juga demi kepentingan dunia.

Banyak negara, kata dia, tengah mengadopsi kebijakan yang berisiko mengganggu akses ke pasokan medis dan bahan pangan.

Dalam kondisi saat ini, menurutnya, lebih bijak melakukan pendekatan yang terkoordinasi untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan yang paling rentan.

Sejauh ini, lanjut dia, sebagian besar kasus infeksi covid-19 yang dilaporkan terjadi di negara maju, walaupun jumlah di negara berkembang dapat meningkat pesat dalam beberapa bulan mendatang.

Kerugian ekonomi tengah menyebar. Tujuh belas negara yang merupakan titik vital dalam jaringan perdagangan global memiliki jumlah kasus covid-19 tertinggi. Itu, kata Mari, bisa memperbesar kejatuhan ekonomi bagi negara-negara berkembang.

"Pandemi telah menciptakan kekurangan pasokan medis global. Meningkatnya pembatasan ekspor memperburuk kekurangan tersebut dan mendorong kenaikan harga," katanya.

Dari analisa Kelompok Bank Dunia, lanjut Mari, menunjukkan pembatasan ekspor saat ini cenderung meningkatkan harga masker medis lebih dari 20%. Jika pembatasan meningkat, harga akan melonjak lebih dari 40%.

Kekurangan makanan bisa menjadi yang berikutnya. Itu bisa diakibatkan gangguan dalam rantai pasokan, kekurangan tenaga kerja ketika orang sakit, dan berkurangnya kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM).

Beberapa negara, lanjutnya, akan melakukannya sendiri. Membatasi ekspor makanan untuk meningkatkan ketersediaan domestik, kata Mari, adalah respons yang salah dalam situasi tersebut.

"Seperti yang kita pelajari dari krisis pangan 2008-2011, langkah-langkah semacam itu meningkatkan harga global rata-rata 13% dan sebesar 45% untuk beras," tambahnya.

Negara-negara termiskin yang sangat bergantung pada impor pangan akan paling dirugikan. Negara-negara berkembang rata-rata memperoleh 80% impor makanan mereka dari tiga negara pengekspor.

"Untuk negara-negara yang rentan dan konflik, proporsinya lebih dari 90%, menjadikan mereka lebih rentan terhadap perubahan kebijakan oleh negara-negara pengekspor," katanya.

Baru-baru ini. lanjut Mari, ia mendesak para menteri perdagangan dari negara-negara G20 untuk segera melakukan tindakan nyata sambil mendorong tindakan paralel oleh semua anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Yaitu, menahan diri untuk melakukan pembatasan ekspor baru pada pasokan medis yang sangat penting, makanan dan produk utama lainnya. Juga, menghilangkan atau mengurangi tarif dan hambatan yang tidak perlu pada impor produk covid-19, makanan dan barang-barang pokok lainnya.

Ia juga meminta para menteri perdagangan untuk memastikan bahwa produk penting bisa melintasi perbatasan dengan aman.

Bank Dunia pun, sambungnya, juga mengambil peran yang sangat proaktif. Antara lain, dalam 15 bulan ke depan, siap menyediakan hingga US$160 miliar dalam dukungan keuangan jangka panjang kepada negara-negara berkembang dalam merespons krisis dan meningkatkan ketahanan untuk pemulihan.

"Kita akan keluar lebih kuat jika kita semua bekerja sama dengan fokus yang jelas pada masa depan," tandasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya