Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Ilmuan Dunia Berpacu Temukan Vaksin Virus Korona

Haufan Hasyim Salengke
09/2/2020 18:47
Ilmuan Dunia Berpacu Temukan Vaksin Virus Korona
Peneliti sedang bekerja untuk menemukan vaksin virus korona(AFP/Jeff Pachoud)

VIRUS korona baru (2019-nCoV) terus menyebar dengan cepat, baik di Tiongkok maupun negara lainnya. Tercatat sudah lebih dari 800 korban jiwa akibat virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, Tiongkok itu. Lebih dari 37 ribu orang di 25 negara dilaporkan terinfeksi virus itu.

Keadaan itu membuat ilmuan dunia pun berlomba untuk menemukan vaksin dari virus yang penyebarannya lebih cepat dibandingkan virus korona yang menyebabkan sindorm pernapasan akut (SARS) pada 2002-2003 itu.

Ilmuan dari Amerika Serikat dan Australia pun ikut terlibat dengan menggunakan teknologi baru dalam upaya bernilai jutaan dollar AS untuk menemukan vaksin virus korona.

"Ini adalah situasi tekanan tinggi dan ada banyak beban bagi kami," kata peneliti senior Keith Chappell, bagian dari kelompok dari Universitas Queensland Australia.

Proses penemuan vaksin untuk menangkal sebuah virus biasanya memakan waktu bertahun-tahun, dengan serangkaian uji yang ketat, termasuk uji klinis pada manusia dan persetujuan otoritas kesehatan dunia.

Baca juga : Kepala Tim Penyelidik Virus Korona Berangkat ke Tiongkok

Namun, CHappell mengaku senang karena upaya itu dilakukan secara serentak oleh ilmuan di seluruh dunia.

"Harapannya adalah salah satu dari tim ini akan berhasil dan dapat menangkal wabah ini," ujarnya.

Upaya membuat vaksin virus korona dipimpin oleh Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), sebuah badan yang didirikan pada 2017 untuk membiayai penelitian bioteknologi yang mahal setelah wabah Ebola di Afrika Barat yang menewaskan lebih dari 11.000 jiwa.

Dengan misi untuk mempercepat pengembangan vaksin, CEPI mencurahkan jutaan dolar ke empat proyek di seluruh dunia dan telah mengajukan permintaan untuk proposal yang lebih banyak.

Proyek-proyek tersebut berharap dapat menggunakan teknologi baru untuk mengembangkan vaksin yang dapat diuji dalam waktu dekat.

Kepala eksekutif CEPI Richard Hatchett mengatakan, tujuannya adalah untuk memulai pengujian klinis hanya dalam 16 minggu.

Perusahaan biofarmasi Jerman CureVac dan Moderna Therapeutics yang berbasis di AS sedang mengembangkan vaksin berdasarkan 'messenger RNA",instruksi yang memberi tahu tubuh untuk memproduksi protei. Sementara Inovio, perusahaan AS lainnya, menggunakan teknologi berbasis DNA.

"Vaksin berbasis DNA dan RNA menggunakan kode genetik virus untuk mengelabui sel-sel tubuh agar menghasilkan protein yang identik dengan yang ada di permukaan patogen," kata Ooi Eng Eong, wakil direktur program penyakit menular di Duke-NUS Medical School di Singapura.

Baca juga : Gara-Gara Virus Korona, Royal Caribbean Tolak Penumpang Tiongkok

Para peneliti Australia menggunakan teknologi 'molecular clamp' yang ditemukan oleh para ilmuan universitas yang memungkinkan mereka dengan cepat mengembangkan vaksin baru hanya berdasarkan urutan DNA virus.

Para ilmuwan Prancis di Pasteur Institute memodifikasi vaksin campak agar dapat bekerja melawan virus korona. Namun, vaksin itu diprediksi belum siap digunakan dalam 20 bulan ke depan/.

Sementara itu, berdasarkan kantor berita Xinhua, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok juga telah mulai mengembangkan vaksin.

Ong Siew Hwa, Direktur Acumen Research Laboratories, sebuah perusahaan biotek di Singapura, mengatakan, upaya untuk mengembangkan vaksin untuk virus baru harus terus berlanjut bahkan jika wabah berakhir.

"Saya pikir sebuah vaksin pasti akan penting. Jika vaksin tersebut belum untuk masa sekarang ini, itu pasti penting untuk waktu berikutnya," tandasnya. (AFP/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya