Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Papua Nugini Minta Bantuan Tiongkok Atasi Utang Negara

Tesa Oktiana Surbakti
07/8/2019 15:30
Papua Nugini Minta Bantuan Tiongkok Atasi Utang Negara
Peter O'Neill, kala itu menjabat sebagai PM Papua Nugini, (kiri) bersama PM Tiongkok Li Keiqiang, 26 April lalu.(AFP/Parker Song)

PAPUA Nugini meminta Tiongkok untuk membantu pembiayaan seluruh utang negara. Hal itu merupakan pukulan telak bagi Australia, yang berupaya menekan pengaruh Tiongkok di wilayah tersebut.

Para pengamat Pasifik menilai permintaan itu menandai perubahan signifikan dalam politik regional dan kesetiaan Papua Nugini.

Secara tradisional, Australia menjadi negara donor terbesar dan sekutu utama Papua Nugini. Namun, hubungan Tiongkok dan Papua Nugini menguat dalam beberapa tahun terakhir.

Pekan lalu, Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape mengunjungi Australia atas undangan mitranya Scott Morrison. Itu merupakan kunjungan internasional pertamanya sejak menjadi pemimpin negara Pasifik akhir Mei lalu.

Dalam pidato selama kunjungannya, Marape menyatakan keinginan Papua Nugini untuk beralih dari hubungan donor-bantuan dengan Australia yang mencapai 10 tahun. Kemudian, melangkah bersama negara tetangganya sebagai pemimpin wilayah Pasifik.

Baca juga: Tiongkok Ancam AS Soal Rudal

Akan tetapi, setelah pertemuan dengan Duta Besar Tiongkok Xue Bing di Port Moresby, Marape meminta Tiongkok membantu pembiayaan utang negara sebesar 27 miliar kina atau setara US$7,95 miliar.

Posisi utang Papua Nugini sekitar 32,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Perdana Menteri meminta duta besar untuk menyampaikan permohonan bantuan kepada pemerintah Tiongkok. Hal itu mengenai pembiayaan kembali utang negara sebesar 27 miliar kina," bunyi pernyataan kantor PM Papua Nugini.

"Dia mengusulkan Bank PNG dan Bank Sentral Tiongkok untuk memimpin bersama departemen perbendaharaan, dalam memastikan konsultasi yang sedang berlangsung," lanjut pernyataan tersebut.

Pengamat pembangunan internasional dari Universitas Deakin, Matthew Clarke, berpendapat sikap pemerintah Papua Nugini mengindikasikan perubahan signifikan dalam hubungan dengan Australia dan Tiongkok.

"Di masa lalu, Australia menjadi negara tradisional yang mengalihkan ke pembiayaan jenis ini. Namun, sekarang kita melihat peranan Tiongkok dalam pergeseran kawasan, dan berpotensi menjadi pemain dominan dalam hubungan donor," papar Clarke.

Akan tetapi, Clarke memandang situasi ini merupakan perkembangan alami dalam hubungan antara Papua Nugini dan Tiongkok, yang semakin dekat dalam beberapa tahun terakhir.

Tahun lalu, Presiden Tiongkok Xi Jinping, mengunjungi Papua Nugini jelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC yang berlangsung di Port Moresby. Sebelumnya, anggota parlemen Papua Nugini melakukan perjalanan rutin ke Tiongkok.

Berdasarkan peta bantuan Lowy Institute's Pacific, Tiongkok menjanjikan pinjaman sebesar US$3,9 miliar kepada Papua Nugini pada 2017. Itu termasuk pendanaan proyek jalan nasional sebesar US$3,5 miliar.

Terdapat kekhawatiran bahwa rasio utang yang besar dan jaminan yang diminta Tiongkok, berpotensi membawa Papua Nugini dalam perangkap utang.

Seperti Sri Lanka yang terpaksa menandatangani proyek pelabuhan ke Tiongkok, lantaran tidak mampu melunasi utang.

Kekhawatiran mengenai tingginya pinjaman Tiongkok di negara-negara Pasifik sudah mengemuka cukup lama.

Pada November 2018, PM Tonga menyerukan para pemimpin Kepulauan Pasifik mendesak Tiongkok agar menghapus utang negara mereka. Sebab, banyak negara kecil menanggung tingkat utang serius.(Theguardian/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya