Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Gerakan Payung yang Jadi Bumerang

(AFP/Denny Parsaulian Sinaga/I-2)
10/4/2019 05:20
 Gerakan Payung yang Jadi Bumerang
Grafik menunjukkan tiga aktivis pro-demokrasi Hong Kong dituntut pada persidangan pada hari Selasa.(AFP)

KEBEBASAN dan kehidupan berdemokrasi di Hong Kong kian terpuruk. Kemarin, sekelompok aktivis terpaksa menghadapi hukuman penjara setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan melakukan gangguan publik seperti yang dulu berlaku di era kolonial.

Mereka dinyatakan bersalah atas peran mengorganisasi protes massa prodemokrasi yang sempat melumpuhkan kota itu selama berbulan-bulan sehingga membuat marah Beijing.

Tudingan tersebut kemudian berlanjut ke meja hijau. Alhasil, persidangan terhadap para aktivis tersebut semakin menguatkan kekhawatiran tentang menyusutnya kebebasan sejak wilayah itu kembali ke pangkuan Tiongkok.

Sembilan aktivis itu, kemarin, dijerat dengan setidaknya satu dakwaan yang menggunakan Undang-Undang (UU) tentang Gangguan Publik era kolonial. UU yang terbilang jarang digunakan itu, dipakai karena mereka dinilai berpartisipasi dalam protes Gerakan Payung 2014 yang menyerukan pemilihan bebas untuk pemimpin kota.

Alhasil, setiap aktivis menghadapi hukuman selama tujuh tahun penjara. Ancaman hukuman tersebut jauh di bawah jerat pidana jika mengacu UU hukum umum, yakni hanya tiga bulan penjara.

Dari sembilan terdakwa, terdapat tiga anggota kelompok paling menonjol, yaitu profesor sosiologi Chan Kin-man, 60, profesor hukum Benny Tai, 54, dan menteri baptis Chu Yiu-ming, 75.

Ketiganya mendirikan gerakan prodemokrasi Occupy Central pada 2013 silam. Gerakan itu kemudian bergabung dengan Gerakan Payung yang dipimpin para mahasiswa.

Setahun kemudian, sinergi gerakan kedua kelompok itu membuat aktivitas di beberapa bagian kota terhenti selama berbulan-bulan. Atas dasar itu, ketiganya dinyatakan bersalah atas persekongkolan melakukan gangguan publik.

Malang, jerat hukum yang lebih dalam dikenakan kepada Tai dan Chan. Keduanya mendapat hukuman tambahan karena dituduh menghasut dan melakukan gangguan publik.

Sementara itu, enam terdakwa lainnya, terdapat aktivis yang berusia lebih muda, termasuk dua anggota parlemen. Mereka semua dihukum atas setidaknya satu dakwaan gangguan publik.

Kini, peradilan terhadap para aktivis di Hong Kong menjadi pukulan terbaru bagi kubu prodemokrasi yang kian terkepung. Posisi kelompok itu kian sulit setelah tokoh-tokoh kunci mereka dipenjara atau dilarang menjadi legislator sejak gerakan pembangkangan sipil yang gagal mengguncang kota.

Di sisi lain, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para kritikus melontarkan kecaman atas hukuman tersebut.Mereka mengatakan, penggunaan UU tentang Gangguan Publik akan memberikan efek mengerikan pada kebebasan berbicara di Hong Kong.

"Pengadilan Hong Kong, dengan menyebut protes damai untuk mendapatkan hak sebagai gangguan publik, mengirimkan pesan mengerikan, yakni akan membuat pemerintah berani menuntut para aktivis yang menjalankan aksi damai," kata Maya Wang, peneliti senior Tiongkok di Human Rights Watch. (AFP/Denny Parsaulian Sinaga/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya