Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Negeri Kanguru masih Bergelut Melawan Panas

(AFP/Tesa Oktiana Surbakti/I-2)
02/4/2019 05:00
 Negeri Kanguru masih Bergelut Melawan Panas
Warga sedang mandi dia air mancur akibat cuaca panas di Australia(AFP)

WARGA 'Negeri Kanguru' belum bisa bernafas lega. Pasalnya, negara itu hingga kini masih dihantui ancaman suhu ekstrem.

Kepungan cuaca yang tidak bersahabat masih terus berlangsung setelah dalam beberapa bulan terakhir negara itu dilanda suhu panas.

Dampaknya berimbas ke perpolitikan di Australia. Isu dampak pemanasan global pun mengemuka dalam pemilihan umum (pemilu) nasional yang tinggal beberapa pekan lagi.

Di lain hal, Badan Meteorologi (BOM) menyatakan Australia mengalami rekor suhu terpanas pada Maret lalu. Baik suhu udara rata-rata maksimum maupun minimum bertengger di atas rata-rata dan menyasar ke seluruh wilayah negara benua yang luas.

Pihak berwenang mencatat, suhu rata-rata nasional naik sekitar 2,13 derajat Celcius atau di atas rata-rata jangka panjang di periode Maret.

Saat memasuki April, diperkirakan suhu terpanas masih tetap akan berlangsung. Sebagai informasi, pada Januari lalu, suhu rata-rata di seluruh benua melebihi 30 derajat Celcius.

Hal itu merupakan yang pertama kalinya. Dalam mengantisipasi hal tersebut, sejumlah bantuan telah dikirimkan ke daerah-daerah yang terdampak kekeringan yang berkepanjangan.

Di tengah suhu panas yang berkepanjangan, sempat muncul harapan akan terjadi hal sebaliknya. Dua siklon tropis yang memasuki wilayah utara dan barat Australia di sepanjang Maret, membawa hujan yang sangat dirindukan.

"Namun sayangnya hujan yang dibutuhkan untuk mengurangi dampak kekeringan di beberapa daerah, cukup besar. Kondisi seperti itu membutuhkan curah hujan di atas rata-rata dengan periode bekerpanjangan. Hal itu untuk benar-benar bisa menghilangkan defisit yang telah terjadi pada rentang waktu yang lebih lama," bunyi pernyataan BOM.

Menurut para ahli meteorologi, pola cuaca di Samudera Hindia dan Pasifik, berkontribusi meningkatkan suhu udara yang lebih tinggi. Kendati demikian, tren perubahan iklim jangka panjang juga memberikan dampak yang signifikan.

Kini, di 'Negeri Kanguru', isu perubahan iklim semakin mengemuka menjelang pesta demokrasi yang akan digelar pada pertengahan Mei mendatang.

Seperti diketahui, pemerintahan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, hingga saat ini masih enggan mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang dituding berkontribusi besar terhadap pemanasan global.

Morrison tampaknya khawatir kebijakan tersebut akan merugikan industri batu bara, serta melemahkan pertumbuhan ekonomi domestik.

Di sisi lain, kubu oposisi utama, yaitu Partai Buruh justru meluncurkan sejumlah proposal untuk memangkas emisi gas rumah kaca.

Mereka secara gencar mengkampanyekan terobosan penggunaan energi terbarukan dan kendaraan listrik sebagai solusi untuk mengurangi pemanasan global.

Hasilnya, dalam jajak pendapat, mereka mampu meraih simpati kaum konservatif. (AFP/Tesa Oktiana Surbakti/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya