Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
DALAM waktu kurang dari enam bulan, Boeing 737 MAX 8 kembali mengalami tragedi kecelakaan. Pesawat jatuh beberapa menit setelah lepas landas dan menewaskan seluruh penumpang.
Aspek keamanaan model pesawat generasi baru itu pun dipertanyakan.
Pada Minggu (10/3) kemarin, pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan Ethiopian Arlines, jatuh setelah lepas landas dari Addis Ababa. Pesawat membawa total 157 awak dan penumpang.
Model pesawat tersebut sama dengan pesawat yang jatuh di Indonesia pada Oktober lalu, yang merenggut nyawa 189 orang.
Data penerbangan dan percakapan kokpit yang tersimpan dalam dua kotak hitam pesawat, menjadi bukti penting yang dapat menunjukkan apakah kecelakaan disebabkan masalah teknis, kesalahan pilot, atau malah kombinasi kedua faktor.
"Pilot sempat mengatakan dirinya mengalami kendala dan ingin kembali. Dia sudah mendapat izin untuk berbalik," tutur kepala eksekutif Ethiopian Airlines, Tewolde GebreMariam, kepada wartawan di Addis Ababa, seperti dilansir AFP.
Saat peristiwa nahas terjadi, kondisi cuaca di Ibu Kota Ethiopia relatif bagus.
Pakar dari Teal Group, Richard Aboulafia, menekankan terlalu dini untuk membuat spekulasi. Namun, pakar lain menyoroti kesamaan antara kedua insiden yang melibatkan tipe pesawat serupa.
"Pesawatnya sama seperti kecelakaan Lion Air. Itu terjadi tidak lama setelah lepas landas. Pilot kemudian memberi sinyal mereka mengalami masalah, dan akhirnya pesawat jatuh. Kemiripannya jelas sekali," tukas seorang pakar yang enggan disebutkan identitasnya.
Direktur Aerospace & Defense Market Analysis, Michael Merluzeau, mencatat sejauh ini hanya ada satu kesamaan. Pun, perbandingan berhenti sampai titik itu, karena belum ada informasi valid yang dapat diandalkan.
Dalam dua kasus kecelakaan, maskapai penerbangan yang menggunakan Boeing 737 MAX 8, memiliki reputasi yang kuat.
Sejak kecelakaan Lion Air, Boeing 737 MAX 8 menghadapi keraguan dari berbagai komunitas dirgantara. Program tersebut telah mengalami masalah selama tahap pengembangan.
Pada Mei 2017, Boeing menghentikan uji coba penerbangan 737 MAX 8 karena masalah kualitas mesin, yang diproduksi CFM International. Perusahaan patungan tersebut dimiliki Safran Aircraft Engine Perancis dan GE Aviation.
Baca juga: WFP Ungkap Identitas WNI Korban Ethiopian Airlines
Akhir Januari lalu, 350 pesawat berbadan sempit dengan dua mesin, dikirim ke sejumlah pelanggan yang mencakup 5.011 pesanan. Kecelakaan terbaru menjadi pukulan besar bagi Boeing, yang mengembangkan seri terbaru MAX, terlaris sepanjang masa dengan jumlah produksi lebih dari 10 ribu unit.
"MAX adalah program yang sangat penting untuk pengembangan Boeing masa depan. Jenis ini mewakili 64% produksi perusahaan hingga 2032, dan memiliki margin operasional yang signifikan," jelas Meluzeau.
Lebih lanjut, dia mengatakan 24 jam ke depan merupakan kunci bagi Boeing, untuk mengelola krisis di tengah meningkatnya kekhawatiran investor dan penumpang mengenai keandalan pesawat.
Manajemen Boeing menyatakan duka cita mendalam terhadap insiden Ethiopian Airlines. Pihak mereka segera mengirimkan tim teknis untuk membantu proses penyelidikan.
Pakar lain yang ingin disebut sumber anonim, menekankan Being berpotensi menghadapi sejumlah reaksi pasar. Akan tetapi, dampak tersebut sepertinya tidak terlalu dalam pada kelompok duopoli yang mencakup Airbus. Masa depan pesawat sangat penting bagi Boeing, sehingga perlu melakukan perbaikan teknis.
Pasca insiden 29 Oktober, komunitas dirgantara mempersoalkan minimnya informasi terkait sistem anti-stall pesawat. Begitu penyelidik menyatakan pesawat yang hancur mempunyai masalah dengan sensor "airspeed indicator and angle of attack" (AoA), pihak Boeing mengeluarkan buletin khusus sebagai informasi tindak lanjut jika menemukan persoalan yang sama. (OL-3)
Dalam insiden tersebut, ada 2 orang yang menjadi korban, satu di antaranya langsung bisa dievakuasi dalam kondisi stabil dan selanjutnya dirujuk ke RS Prof Ngoerah Denpasar.
Insiden ini terjadi hanya tiga hari setelah kecelakaan besar lain di India, ketika sebuah pesawat komersial milik Air India jatuh di Gujarat, menewaskan sedikitnya 270 orang.
Kecelakaan ini menambah panjang daftar insiden penerbangan di rute ziarah tersebut.
Posisi pesawat yang agak terbalik saat tabrakan kemungkinan menyebabkan badan pesawat pecah di bagian dekat tempat duduk Ramesh, yang memberinya celah untuk meloloskan diri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved