Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
>>> klik gambar untuk infografis lebih besar <<<
EMISI karbon dioksida (CO2) akibat penggunaan bahan bakar fosil sejak kali pertama tercatat hingga saat ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Sejak lima dekade terakhir saja, emisi CO2 sudah berlipat ganda. Pada 1978, emisi CO2 tercatat 18,97 miliar ton, pada 1988 21,90 miliar ton, dan pada 2018 emisi CO2 sudah mencapai 36,57 miliar ton.
Secara kumulatif sejak 1778-2017, Amerika Serikat merupakan negara penyumbang emisi karbon dioksida terbesar dengan jumlah hampir mencapai 400 miliar ton, diikuti Tiongkok dengan jumlah 200,14 miliar ton, Jerman 90,57 miliar ton, Britania Raya 77,07 miliar ton, dan India 48,56 miliar ton.
Sementara itu, persentase wilayah dengan emisi CO2 terbanyak ditempati Benua Eropa di urutan pertama (33,17%), lalu Amerika (32,36%), Asia Pasifik (27,74), Timur Tengah (3,93%), dan Afrika (2,8%).
Akan tetapi, ketika pandemi covid-19 mulai melanda dunia--yang membuat hampir semua bisnis tutup dan semua negara menerapkan jarak sosial--, penurunan emisi CO2 terbesar dalam sejarah amat mungkin terjadi.
Baca Juga: Pengendalian Transportasi untuk Mencegah Penyebaran Covid-19
Dalam sebuah proyeksi yang dilakukan Proyek Karbon Global (Global Carbon Project/GCP), dijelaskan bahwa emisi karbon dioksida dapat turun sebanyak 2,5 miliar ton selama 2020. Sebelumnya, penurunan emisi CO2 terbesar yang pernah terjadi ialah pada 1983 ketika resesi global. Saat itu penurunan emisi karbon dioksida mencapai 1 miliar ton. Pada akhir Perang Dunia II, juga pernah terjadi penurunan emisi karbon yang cukup signifikan, yaitu 750 juta ton, yang amat mungkin disebabkan berhentinya industri militer secara mendadak.
Namun, di sisi lain, lantaran pengurangan emisi karbon ini terjadi karena keadaan darurat dan bukan perubahan yang terstruktur, para ilmuwan memperkirakan bahwa reduksi karbon ini hanya akan terjadi sementara. Chris Hilson, Direktur Reading for Climate and Justice, Universitas Reading, dilansir dari Science Media Center, mengatakan bahwa penurunan emisi karbon ini terjadi karena penutupan industri dan transportasi yang terjadi di mana-mana. Ketika pandemi telah mereda, menurutnya, emisi karbon kemungkinan akan kembali meningkat seperti sebelum terjadi wabah.
Pernyataan serupa juga diungkapkan analis dari Universitas East Angela, Profesor Corinne Le Quere. "Penurunan ekstrem ini cenderung bersifat sementara karena tidak mencerminkan perubahan struktural dalam sistem ekonomi, transportasi, atau energi," ungkapnya.
Kerja sama antara KIE dan KMI merupakan upaya bersama untuk mendorong pengelolaan karbon yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat kontribusi industri terhadap transisi energi rendah emisi.
KPU RI melakukan kontrak dengan broker Alfalima Cakrawala Indonesia untuk penyewaan private jet.
Proyek green hydrogen to power tersebut sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Hidrogen dan Amonia yang baru diluncurkan Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus mendorong penggunaan kendaraan listrik secara masif sebagai langkah strategis demi menekan tingkat polusi udara.
MMS Group Indonesia (MMSGI) menegaskan komitmennya terhadap pelaksanaan keberlanjutan lingkungan.
Penerapan sistem informasi berbasis teknologi seperti SSIINas ini dapat memberikan kemudahan bagi sektor industri untuk melaporkan data emisinya secara terintegrasi.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Melonjaknya angka covid-19 di negara-negara tetangga perlu menjadi sinyal kewaspadaan yang bukan hanya harus direspons otoritas kesehatan tetapi juga masyarakat.
UPAYA pengendalian resistensi antimikroba (AMR) dibutuhkan untuk mencegah kemunculan berbagai penyakit berbahaya, termasuk yang bisa menimbulkan pandemi.
Produksi masker ini. bersamaan dengan produk lain seperti kopi, keripik udang dan coklat lokal membawa Worcas mendapatkan perhatian pasar domestik internasional.
Tim akademisi dari DRRC UI merilis buku yang membahas tentang risiko dari biological hazard dapat memberi pengaruh signifikan terhadap kesehatan masyarakat global.
Epidemiolog Masdalina Pane menjelaskan belum ada sinyal bahwa virus HKU5-CoV-2 menyebabkan wabah atau pandemi baru.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved