Headline

KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.

Perlu Ada Harmonisasi Perundang-Undangan Tangani Perkara Koneksitas

Media Indonesia
24/8/2025 21:16
Perlu Ada Harmonisasi Perundang-Undangan Tangani Perkara Koneksitas
Ilustrasi(Dok UP)

KENDALA terbesar dalam penanganan perkara koneksitas adalah adanya ego sektoral antar lembaga penegak hukum. Meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 87 yang menegaskan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus koneksitas, implementasinya di lapangan masih menghadapi hambatan.

"Putusan MK tersebut bertujuan memberikan kepastian hukum. Namun, di lapangan, KPK sebagai lembaga ad hoc sering kali berbenturan dengan kondisi yang ada, seperti terlihat pada kasus Basarnas, yakni sempat terjadi permintaan maaf dari KPK. Ini menunjukkan adanya kendala implementasi yang perlu diselesaikan," ungkap Daswanto yang meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Pancasila, di Jakarta, Sabtu (23/8).

Daswanto berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Politik Hukum Penanganam Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi dalam Mewujudkan Kepastian Hukum.

"Penelitian ini merupakan bentuk kontribusi akademik dalam memperkaya kajian tentang ilmu hukum acara pidana korupsi untuk mewujudkan kepastian dan keadilan hukum," kata Daswanto. Dalam disertasinya, ia menyampaikan penanganan perkara koneksitas di dalam Pasal 42 UU No 30 Tahun 2002 tidaklah cukup meski telah dilakukan perubahan rumusan norma oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023. Sebab, tetap perlu dilakukan pembaharuan, sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan lainnya, terutama KUHAP.

Kemudian juga meliputi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, dan Undang-Undang 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (sebagamana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021).

Itu sebabnya, kata dia, hendaknya pembentuk Undang-Undang bersama-sama para stakeholder terkait segera melakukan perubahan lebih lanjut terhadap Undang-Undang yang telah disebutkan, terutama pada KUHAP agar pengaturan koneksitas tindak pidana korupsi di Indonesia lebih menjamin kepastian hukum.

Untuk lebih menjamin terpenuhinya kepastian hukum, serta tercapainya koordinasi dan sinergi yang lebih erat dalam menangani tindak pidana korupsi secara koneksitas, agar seyogianya perumusan ketentuan demikian tidak diatur melalui produk Surat Keputusan Bersama (SKB) melainkan melalui KUHAP.

Sehingga, lanjutnya, memiliki daya ikat yuridis yang lebih kuat, yang mengatur Pembentukan Tim Tetap Penyidikan Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi, terutama dapat dibentuk oleh instansi KPK, Kejaksaan RI dan TNI sebagai tiga instansi yang memiliki kewenangan pemeriksaan pidana dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan oleh KPK, Kejaksaan RI, dan Oditur.

Daswanto juga menyatakan perlu ditinjau kembali penyematan pangkat tituler bagi hakim dari peradilan umum ketika mengadili perkara koneksitas tindak pidana korupsi. Pasalnya, dapat memperlama proses peradilan yang kontradiktif dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya rendah.

Sebagai akademisi, ia berharap hasil disertasinya bisa menjadi masukan bagi pembentuk undang-undang dan pemangku kepentingan untuk segera melakukan perubahan. Tujuannya, memastikan penanganan perkara koneksitas tindak pidana korupsi di Indonesia berjalan lebih terjamin dan adil.

"Sudah ada Tap MPR yang menyatakan TNI yang melakukan tindak pidana umum diproses di peradilan umum. Ini harus menjadi dasar kuat untuk melakukan pembaruan hukum," tutup Daswanto. (Ant/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya