Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
JARINGAN Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai alokasi anggaran untuk program Sekolah Rakyat yang mencapai Rp7 triliun sangat rawan akan korupsi, apalagi jika melihat integritas sektor pendidikan yang kerap bermasalah.
“Angka fantastis ini jelas rawan disalahgunakan. Tanpa pengawasan yang ketat dan transparan, ada banyak celah penyalahgunaan, mulai dari penggelembungan harga laptop atau seragam hingga proyek fiktif," kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, saat dihubungi, Minggu (10/8).
Menurutnya, dana sebesar itu harusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang saat ini belum begitu optimal.
"Dana sebesar ini seharusnya digunakan secara optimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan malah menjadi ladang korupsi yang merugikan," ujarnya.
Selain itu, Ubaid juga menyoroti fenomena banyaknya guru dan murid yang mundur dari Sekolah Rakyat. Padahal, mereka adalah pihak yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama program ini.
"Kalau anggarannya begitu besar, tapi guru dan murid justru meninggalkan sekolah, patut dicurigai ada masalah mendasar. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang menikmati anggaran ini?," ujarnya.
"Jangan sampai program ini hanya proyek sesaat yang lebih mementingkan pencitraan daripada membangun sistem pendidikan yang solid dan efektif," sambungnya.
Ubaid mengatakan, model Sekolah Rakyat saat ini perlu diubah secara fundamental. Menurutnya, pola pengelompokan anak miskin dengan anak miskin bersifat dikotomis dan diskriminatif, sehingga berpotensi menciptakan stigmatisasi dan memperburuk kesenjangan sosial.
Oleh karenanya, ia meminta agar Sekolah Rakyat ini bisa inklusif, di mana anak dari berbagai latar belakang belajar bersama tanpa adanya pembedaan kelompok-kelompok tertentu.
"Integrasi Sekolah Rakyat ke dalam sistem pendidikan yang sudah ada akan membuat anggaran besar tersebut benar-benar bermanfaat untuk pemerataan akses pendidikan yang sesungguhnya," tuturnya. (Fik/I-1)
Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) besok bukan sekadar agenda rutin tahunan, melainkan momen krusial untuk membentuk fondasi awal bagi peserta didik baru.
KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menanggapi pernyataan Hakim MK soal sekolah gratis.
SPMB 2025 dinilai masih diskriminatif dan belum sepenuhnya memenuhi prinsip perlindungan hak semua anak atas pendidikan.
Mantan Wali Kota Solo FX Rudy mengusulkan anggaran makan bergizi gratis atau MBG dialihkan untuk membiayai sekolah dasar gratis. JPPI menilai usulan itu konkret
JPPI menyebut anggaran pendidikan nasional cukup untuk mengimplementasikan sekolah gratis jenjang SD-SMP negeri dan swasta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved