Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Klarifikasi Fadli Zon: Sejarah bukan Hanya Emosi, tapi Kejujuran Data dan Fakta

Despian Nurhidayat
17/6/2025 18:06
Klarifikasi Fadli Zon: Sejarah bukan Hanya Emosi, tapi Kejujuran Data dan Fakta
Menteri Kebudayaan Fadli Zon melihat keris yang diberi nama Kanjeng Kyai Garuda Nuswantoro hasil tempaan Empu Zainal Fanani(ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

MENTERI Kebudayaan, Fadli Zon kembali menyampaikan pernyataan klarifikasi terkait Mei 1998. Dia mengatakan dirinya mengajak publik bersikap dewasa dalam memaknai tragedi kelam Mei 1998 dan menekankan pentingnya keberanian untuk melihat sejarah secara jernih, tanpa kehilangan empati, tapi juga tidak menanggalkan akal sehat.

"Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Selasa (17/6). 

Fadli Zon menambahkan bahwa dirinya ingin mengajak semua pihak berhati-hati agar narasi sejarah tidak jatuh pada simplifikasi yang justru menyulitkan pencarian keadilan sejati. Isu ini memang sensitif. Tapi justru karena sensitif, kata Fadli, publik harus lebih hati-hati dalam menggunakannya. Kata "massal" bisa bermakna luas dan memerlukan bukti yang teruji secara akademik maupun legal. 

Ia mengutip laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tahun 1998, yang memang mencatat adanya kekerasan seksual, namun belum menyebut pola sistematis yang mengarah pada kategori 'massal' secara hukum internasional.

“Ini bukan soal menyangkal korban. Ini soal menghindari penyimpulan yang terlalu cepat, yang justru bisa membuat luka makin dalam dan kebenaran makin kabur,” ujar Fadli.

Fadli menegaskan ia tak pernah menihilkan penderitaan para korban. Ia bahkan menyatakan dukungan penuh pada penguatan institusi seperti Komnas Perempuan dan mekanisme keadilan transisional.

“Empati tidak harus emosional. Empati juga berarti memastikan bahwa setiap peristiwa dipahami dalam proporsinya yang benar, agar keadilan bisa ditegakkan tanpa keraguan,” katanya.

Dalam konteks ini, Fadli menyatakan bahwa tugas negara adalah menghormati korban, tetapi juga memastikan bahwa sejarah ditulis dengan bertanggung jawab, bukan berdasarkan tekanan atau sensasi.

Istilah Massal

Menteri Koordinator PMK, Pratikno, juga ikut memperjelas maksud pernyataan Fadli Zon. Menurutnya, Fadli Zon tidak sedang membantah terjadinya kekerasan, tapi mempertanyakan penggunaan istilah "massal" yang secara akademik memang diperdebatkan.

"Fokusnya bukan ada atau tidak adanya kekerasan, tapi soal terminologi yang digunakan. Itu harus kita bedakan agar tidak terjadi salah paham," jelas Pratikno. 

Fadli Zon mengajak publik memberi ruang bagi para sejarawan, akademisi, dan lembaga resmi untuk menyusun narasi dengan penuh tanggung jawab. “Ini bukan tentang saya. Ini tentang bagaimana kita, sebagai bangsa, menulis sejarah dengan kepala dingin, hati terbuka, dan kaki yang berpijak pada fakta,” kata Fadli.

“Polemik ini bisa menjadi momentum. Bukan untuk saling menyerang, tapi untuk bersama-sama menolak dua hal sekaligus lupa dan manipulasi. Jangan sampai luka para penyintas dikaburkan, tapi jangan pula fakta sejarah dibentuk dengan asumsi yang belum tuntas. Sejarah yang adil adalah yang bisa menampung air mata, tapi juga bisa menyaring dusta, pungkasnya. (Des/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya