Wayang golek merupakan adaptasi dari wayang kulit, tetapi dengan bentuk boneka kayu tiga dimensi yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat Sunda.
2. Perkembangan Wayang Golek
Abad ke-18: Wayang golek mulai berkembang di Jawa Barat, terutama di daerah Cirebon dan Priangan. Saat itu, cerita yang dimainkan masih didominasi oleh kisah Ramayana dan Mahabharata.
Abad ke-19: Muncul Wayang Golek Cepak, yang lebih banyak membawakan cerita sejarah dan legenda lokal, seperti kisah Ciung Wanara dan Lutung Kasarung.
Abad ke-20: Wayang golek semakin populer dengan tokoh Dalang legendaris Asep Sunandar Sunarya, yang membawa inovasi dalam pementasan dengan humor khas Sunda dan penggunaan teknologi pencahayaan serta suara.
Era Modern (21st Century): Wayang golek masih bertahan sebagai seni budaya, namun telah mengalami modernisasi, seperti pementasan dalam format digital, pertunjukan live streaming, serta penggabungan dengan musik kontemporer agar lebih menarik bagi generasi muda.
Meskipun menghadapi tantangan dari kemajuan teknologi dan hiburan modern, wayang golek tetap dilestarikan melalui berbagai festival budaya, pertunjukan televisi, serta integrasi dalam pendidikan seni di sekolah-sekolah.
Dalam cerita wayang Sunda, tokoh utama yang sering muncul berasal dari berbagai cerita, terutama Mahabharata, Ramayana, dan cerita khas Sunda.
1. Tokoh dari Mahabharata & Ramayana
Arjuna: Ksatria Pandawa yang gagah, cerdas, dan memiliki kemampuan luar biasa dalam memanah.
Bima: Saudara Arjuna yang kuat, berani, dan memiliki kesaktian tinggi.
Yudhistira: Pemimpin Pandawa yang bijaksana dan jujur.
Kresna: Raja Dwaraka dan penasihat Pandawa, dikenal sebagai titisan dewa Wisnu.
Rahwana: Raja Alengka, musuh utama dalam kisah Ramayana.
Hanoman: Kera putih yang sakti, pengikut setia Rama.
2. Tokoh Khas Wayang Golek Sunda (Carangan)
Cepot (Astrajingga): Tokoh punakawan yang jenaka, bijak, dan sering mengkritik penguasa dengan humor khas Sunda.
Dawala: Saudara Cepot yang polos dan sering menjadi bahan lelucon.
Gareng: Punakawan yang setia dan cenderung berhati-hati.
Semar: Tokoh utama dalam punakawan, dianggap sebagai dewa yang turun ke bumi dalam wujud rakyat jelata untuk membimbing para ksatria.
3. Tokoh dari Cerita Legenda Sunda
Ciung Wanara: Tokoh legenda Sunda yang berjuang merebut tahta kerajaan Galuh.
Lutung Kasarung: Pangeran yang dikutuk menjadi lutung dalam legenda Sunda.
Prabu Siliwangi: Raja legendaris Pajajaran yang dihormati dalam budaya Sunda.
Tokoh-tokoh ini tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga menyampaikan pesan moral dan kearifan lokal dalam budaya Sunda.
Berikut Teknik Pembuatan Wayang Golek Sunda
Wayang golek dibuat secara tradisional dengan beberapa tahapan utama:
A. Pemilihan dan Pengolahan Kayu
Menggunakan kayu ringan tetapi kuat, seperti kayu lame, pule, atau mahoni.
Kayu dipotong sesuai ukuran, dikeringkan agar tidak mudah retak.
B. Pemahatan dan Pembentukan Boneka
Kayu dipahat membentuk kepala, badan, dan tangan wayang secara terpisah.
Wajah tokoh diukir dengan ekspresi khas, sesuai sifat karakter (baik atau jahat).
Tangan dibuat terpisah agar bisa digerakkan saat pertunjukan.
C. Pengecatan dan Pewarnaan
Pewarnaan menggunakan cat alami atau sintetis.
Warna kulit menentukan karakter:
Merah: Berani dan gagah (seperti Rahwana, Indrajit).
Putih: Bijak dan tenang (seperti Arjuna, Kresna).
Hitam: Sakti dan kuat (seperti Bima, Semar).
D. Pembuatan Kostum dan Aksesoris
Busana wayang golek dibuat dari kain khas dengan hiasan payet atau bordir.
Mahkota dan senjata (pedang, panah) ditambahkan sesuai karakter.
E. Perakitan dan Finishing
Kepala, badan, dan tangan dirangkai dengan sistem sambungan agar dapat digerakkan oleh dalang.
Setelah jadi, wayang siap digunakan untuk pertunjukan.
Berikut Teknik Pertunjukan Wayang Golek Sunda
Pertunjukan wayang golek dipimpin oleh dalang, yang memainkan boneka, mengisi suara tokoh, dan mengatur alur cerita.
A. Persiapan Pertunjukan
Panggung berbentuk gelaran atau layar putih.
Wayang disusun sesuai urutan kemunculan cerita.
Gamelan degung dimainkan untuk mengiringi pertunjukan.
B. Teknik Dalang dalam Pertunjukan
Memainkan Wayang: Dalang menggerakkan wayang dengan tangan kanan (kepala dan tangan kanan) dan tangan kiri (tangan kiri wayang).
Mengisi Suara: Dalang menirukan suara karakter dengan intonasi berbeda.
Mengatur Alur Cerita: Mengembangkan kisah sesuai naskah atau improvisasi.
C. Musik Pengiring dan Efek Suara
Gamelan Degung Sunda mengiringi aksi wayang (rebab, kendang, saron, bonang).
Suara alam atau efek tambahan dibuat dengan alat musik tertentu.
D. Unsur Humor dan Interaksi
Tokoh Cepot, Dawala, dan Semar sering memberikan humor khas Sunda.
Beberapa dalang berinteraksi langsung dengan penonton untuk meningkatkan keseruan.
Wayang golek masih lestari hingga kini, bahkan beberapa dalang menggunakan teknologi modern seperti pencahayaan LED dan efek suara digital untuk memperkaya pertunjukan.
Berikut Peran Wayang Golek dalam Budaya Sunda
Wayang golek memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Sunda, bukan hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagai media pendidikan, dakwah, dan pelestarian budaya.
1. Sebagai Sarana Hiburan Tradisional
Pertunjukan wayang golek sering digelar dalam acara pernikahan, khitanan, dan perayaan adat lainnya.
Tokoh seperti Cepot, Dawala, dan Semar menghadirkan humor khas Sunda yang menghibur masyarakat.
2. Media Pendidikan dan Moral
Wayang golek mengajarkan nilai-nilai moral, seperti kebaikan, kejujuran, dan keberanian, melalui cerita dari Mahabharata, Ramayana, dan legenda Sunda.
Karakter seperti Yudhistira mengajarkan kebijaksanaan, sementara Bima melambangkan keberanian dan keteguhan hati.
3. Alat Penyebaran Agama Islam
Sejak zaman Wali Songo, wayang golek digunakan untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat Sunda.
Dalang menyisipkan nilai-nilai keislaman dalam cerita, seperti kisah Wali Songo atau ajaran tauhid.
4. Pelestarian Bahasa dan Sastra Sunda
Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan wayang golek adalah bahasa Sunda dengan berbagai tingkatan tutur.
Wayang golek menjadi sarana untuk melestarikan dan memperkenalkan sastra lisan Sunda kepada generasi muda.
5. Identitas dan Kebanggaan Budaya Sunda
Wayang golek menjadi simbol khas budaya Sunda yang dikenal hingga tingkat nasional dan internasional.
Dalang-dalang terkenal seperti Asep Sunandar Sunarya telah membawa wayang golek ke berbagai panggung dunia.
6. Media Kritik Sosial dan Refleksi Kehidupan
Melalui tokoh Cepot dan Semar, wayang golek sering menyampaikan kritik sosial terhadap pemerintahan atau masalah masyarakat secara halus dan humoris.
Pertunjukan wayang golek menjadi sarana bagi rakyat untuk menyuarakan keluhan dan harapan mereka.
7. Pengembangan Ekonomi Kreatif
Pembuatan wayang golek mendukung industri kerajinan tangan di daerah seperti Bandung, Garut, dan Cirebon.
Pertunjukan wayang golek juga menarik wisatawan dan membantu ekonomi para seniman tradisional.
Wayang golek Sunda tetap bertahan sebagai warisan budaya yang kaya nilai dan terus berkembang dengan adaptasi zaman, termasuk penggunaan media digital dan pertunjukan live streaming.
Kesimpulan
Wayang Golek Sunda adalah seni pertunjukan tradisional khas masyarakat Sunda yang menggunakan boneka kayu tiga dimensi sebagai media bercerita. Seni ini berkembang di Jawa Barat, khususnya di daerah Bandung, Garut, dan Cirebon, dan masih lestari hingga kini.
Cerita wayang Sunda tidak hanya menghibur tetapi juga mengajarkan nilai moral, kepemimpinan, dan kebijaksanaan.
Dengan berkembangnya zaman, cerita-cerita ini juga dimodifikasi agar tetap relevan dengan kehidupan modern, tanpa menghilangkan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. (Z-4)
Di Desa Sukajaya, ternyata perajin wayang golek yang masih bertahan hanya Abah Masri, sementara dua perajin lainnya sudah gulung tikar, dengan alasan permasalahan permodalan.
Keduanya memiliki nilai budaya yang tinggi, namun cara penyampaian cerita dan visualisasinya sangat berbeda, mencerminkan keragaman dalam tradisi wayang di Indonesia.
Wayang telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Selain sebagai hiburan, wayang juga berfungsi sebagai media edukasi untuk menyampaikan pesan moral
KERESAHAN atas menukiknya pasar wayang golek di Indonesia mendorong Noro Ardanto menjalankan bisnis Lampu Runa. Perajin wayang golek yang terus dihantui sepi pesanan