Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Komitmen Pemerintah terhadap Masyarakat Adat Dinilai masih Minim

Atalya Puspa    
14/2/2025 16:56
Komitmen Pemerintah terhadap Masyarakat Adat Dinilai masih Minim
Massa dari berbagai adat dan suku nusantara berunjuk rasa(MI/Usman Iskandar)

INDONESIA sebagai bagian dari Asia merupakan wilayah dengan tingkat keberagaman etnis dan sistem tata tertib masyarakat adat yang sangat tinggi. Namun, keberagaman ini juga diiringi oleh kompleksitas konflik yang semakin meningkat. Salah satu faktor utama yang menyebabkan konflik tersebut adalah sistem politik dan hukum yang belum sepenuhnya mengakomodasi hak-hak masyarakat adat.

Deputi II Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bidang Advokasi dan Politik, Erasmus Cahyadi menekankan bahwa pemerintahan yang baru tidak menunjukkan komitmen yang jelas terhadap masyarakat adat. Dalam rencana pembangunan yang disusun, tidak ada klausul spesifik yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat. 

"Hal ini menjadi tantangan besar bagi gerakan masyarakat adat untuk mendorong pemerintah agar menyusun strategi yang lebih terarah dalam lima tahun ke depan," kata Erasmus, Jumat (14/2). 

Salah satu isu utama yang dihadapi adalah perampasan tanah masyarakat adat. Dalam sepuluh tahun terakhir, luas lahan yang diambil alih oleh berbagai kepentingan korporasi mencapai sekitar 12 juta hektare. Hanya dalam satu tahun terakhir (2024), lahan yang dirampas untuk kepentingan berbagai sektor mencapai 2,8 juta hektare. 

"Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat adat terus menghadapi ancaman kehilangan hak atas tanah mereka," imbuh dia. 

Konflik terkait lahan dan sumber daya alam tersebar dari Aceh hingga Papua dengan bentuk yang semakin beragam. Jika sebelumnya konflik lebih banyak terkait dengan sektor perkebunan dan kehutanan, kini sektor energi juga menjadi sumber utama perselisihan. Proyek-proyek bendungan yang merampas tanah masyarakat adat semakin marak, dengan beberapa kampung direncanakan akan ditenggelamkan, seperti di Kalimantan Utara dan Kabupaten Negeri Keo di Flores Tengah.

Selain itu, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di Pulau Flores juga menjadi ancaman serius bagi masyarakat adat setempat. Pulau yang ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi ini kini menghadapi eksploitasi di lebih dari lima titik geothermal, ditambah dengan hampir 20 izin pertambangan yang dikeluarkan di bagian utara pulau tersebut. 

"Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan memperburuk kerentanan sosial masyarakat adat," ungkapnya. 

Tantangan lain yang dihadapi masyarakat adat adalah keterlibatan tentara dalam pengamanan proyek-proyek pembangunan, terutama Proyek Strategis Nasional (PSN). Keberadaan aparat keamanan dalam proyek-proyek tersebut menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat adat.

Selain itu, program transmigrasi yang kembali digencarkan juga menjadi ancaman bagi keberlanjutan masyarakat adat. Pemerintah baru saja mengirimkan sejumlah keluarga dari berbagai daerah di Pulau Jawa ke wilayah-wilayah seperti Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Program ini berisiko menggeser keseimbangan demografi dan politik di daerah tujuan, seperti yang telah terjadi di Merauke, Papua, di mana saat ini jumlah penduduk asli hanya sekitar 30% dari total populasi.

Selain perubahan komposisi penduduk, transmigrasi juga berpotensi merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat adat. 

Pendatang yang memiliki latar belakang budaya berbeda seringkali lebih mudah beradaptasi dengan kebijakan pembangunan pemerintah, sementara masyarakat adat kesulitan untuk mempertahankan hak-hak mereka.

Menurut Erasmus, Asia Land Forum menjadi momentum penting bagi masyarakat adat untuk berdiskusi dan mencapai kesepahaman dengan pemerintah. 

"Salah satu hasil yang diharapkan dari forum ini adalah adanya joint statement yang dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan masyarakat adat dalam merumuskan kebijakan yang lebih inklusif di masa depan," jelas dia. 

Dengan belum jelasnya komitmen pemerintah baru terhadap masyarakat adat, hasil dari forum ini diharapkan dapat mendorong perbaikan kebijakan, terutama dalam hal reforma agraria dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Ke depan, AMAN berharap agar masyarakat adat semakin mendapatkan ruang dalam perencanaan pembangunan nasional dan hak-hak mereka diakui secara nyata dalam kebijakan pemerintah. (Ata/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya