Peneliti dari Universitas Sumatra Utara Tunjukkan BPA tidak Terdeteksi pada Galon yang Terpapar Sinar Matahari

Despian Nurhidayat
11/2/2025 20:33
Peneliti dari Universitas Sumatra Utara Tunjukkan BPA tidak Terdeteksi pada Galon yang Terpapar Sinar Matahari
Ilustrasi(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KELOMPOK Studi Kimia Organik Universitas Sumatra Utara (USU) melakukan penelitian independen untuk meneliti luruhan BPA pada empat merek air kemasan galon lokal maupun nasional terpopuler di Kota Medan, Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPA tidak terdeteksi pada semua sampel yang diuji, termasuk yang terpapar sinar matahari.

Guru Besar Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU) sekaligus Ketua Tim Peneliti Prof. Dr. Juliati Tarigan menegaskan bahwa di dalam semua sampel air galon polikarbonat yang diteliti, baik yang terpapar ataupun tidak terpapar sinar matahari, tidak terdeteksi adanya luruhan atau migrasi BPA. 

Temuan ini juga membantah anggapan bahwa migrasi BPA dari galon berbahan polikarbonat dapat terjadi jika kemasan terpapar sinar matahari.

“Meskipun galon didistribusikan pada siang hari, migrasi BPA ke dalam air minum tidak akan terjadi apabila suhu tidak mencapai 159 derajat Celcius. Sementara itu, suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celcius,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Selasa (11/2).  

Prof. Juliati menjelaskan bahwa secara sifat kimiawi, BPA memiliki titik leleh pada suhu 159 derajat Celcius. Hal ini menunjukkan bahwa BPA dalam kemasan polikarbonat hanya dapat luruh pada suhu yang sangat tinggi, hingga di atas suhu 159 derajat Celcius. 

Selain itu, BPA memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, jadi kemungkinan larut dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum yaitu sangat kecil.

Prof. Juliati memaparkan bahwa sampel dikumpulkan dari empat merek air minum dalam kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC) yang umum dan populer ditemukan di Medan. 

Keempat sampel tersebut terdiri dari dua merek produk AMDK nasional terpopuler yaitu AQUA dan Prima, serta dua sampel merek lokal yaitu Amoz dan Himudo. Masing-masing merek diambil tiga sampel dari titik distribusi yang berbeda. Sampel diambil pada tiga kondisi penyimpanan, yaitu kondisi normal atau tidak terpapar matahari langsung, serta kondisi dengan paparan sinar matahari langsung selama 5 dan 10 hari.

“Pengujian kami lakukan secara triplo atau dilakukan dengan menggunakan tiga sampel atau pengujian tiga kali. Sangat penting dilakukan pengujian secara triplo pada sampel pangan agar data pertama dapat dibandingkan dengan data kedua atau ketiga, sehingga hasil akhir yang diperoleh menjadi lebih akurat,” kata Prof. Juliati.

Sampel diuji menggunakan alat ukur High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang merupakan instrumen yang sangat canggih untuk mendeteksi kandungan BPA dalam air hingga level mikrogram per liter (µg/L).

Sebelumnya di 2024, Kelompok Studi Polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melakukan penelitian independen mengenai keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan (AMDK) pada empat merek air minum galon terpopuler berbahan polikarbonat di Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada luruhan BPA yang terdeteksi pada semua sampel air minum galon yang diuji.

Sementara itu, penelitian senada juga dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh, Dosen Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi industri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Ir. Gusnawati yang menunjukkan bahwa tidak ditemukan BPA pada galon polikarbonat dengan kode No.7 yang disimpan di dalam maupun di luar ruangan selama 7 hari.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya