Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Pantun merupakan warisan budaya yang telah mengalami perjalanan panjang dari tradisi lisan ke ranah digital. Meski zaman terus berubah, pantun tetap relevan sebagai alat komunikasi yang penuh makna dan keindahan. Karena itu upaya pelestarian pantun harus dilakukan sehingga generasi mendatang tetap dapat menikmati dan memahami kekayaan budaya ini.
Hal itu disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat memberikan pidato kunci dalam Seminar Internasional 'Pantun Nusantara Strategi Kultural Merawat Warisan di Era Digital', Senin (10/2) di Jakarta.
“Memang ini adalah sebuah tantangan juga di masyarakat digital ini. Arus soft power dari berbagai negara itu sangat kuat. Saya kira ini yang harus menjadi tantangan kita bagaimana pantun ini juga menjadi semacam soft power dan memberi kontribusi bagi peradaban dunia,” katanya.
Fadli mencontohkan Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, mempunyai satu kesamaan terkait pantun. Hal itu bisa dijadikan semacam gelombang atau soft power agar pantun bisa diterima lebih luas.
“Karena penuturnya sebenarnya cukup banyak. Kalau kita lihat di Asia Tenggara saja jumlah penduduknya kurang lebih 600 juta. Indonesia dengan Malaysia dan Brunei mungkin sekitar 300-an juta penduduknya,” papar Fadli.
“Sehingga kalau kita mensosialisasikan pantun sebagai bagian dari kehidupan dan budaya sehari-hari atau tradisi sehari-hari, saya kira ini akan hidup dengan tumbuh dengan cepat termasuk di kalangan generasi muda,” jelasnya.
Yang dibutuhkan, katanya, adalah diseminasi dengan sentuhan-sentuhan digital, termasuk AI.
“Pantun dibuat dengan AI saya kira mungkin sudah banyak juga ya. Dan ini menjadi satu peluang juga bagi generasi baru bagaimana mereka tidak terlalu sulit untuk membuat pantun dibantu oleh perangkat-perangkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,” paparnya.
Fadli melanjutkan, Era digital ini menawarkan berbagai macam platform untuk memperkenalkan pantun di generasi muda. Terutama media sosial yang tidak terbatas.
“Begitu juga cukup banyak aplikasi digital, saya tidak tahu apakah sudah ada aplikasi digital untuk pantun yang juga mungkin bisa membuat orang kalau dimasukkan ke dalam aplikasi itu ada hasil pantunnya,” katanya.
Ia mengamini pantun yang lebih otentik adalah pantun yang lahir dari ekspresi diri sendiri. Karena itu penting untuk tidak hanya mempertahankan pantun dalam bentuk tradisional, tapi beradaptasi ke dalam berbagai format yang relevan dengan zaman.
Adaptasi menurut Fadli bagian dari kunci dan beberapa strategi kultural yang dapat diterapkan. Digitalisasi warisan budaya, mengkonversi bentuk budaya tradisional ke format digital seperti e-book, podcast, video, dan lain-lain.
“Membuat arsip digital untuk mendokumentasikan pantun. Mendokumentasikan pantun ini juga sebuah challenge,” katanya.
Tahun 2017 Fadli mengatakan dirinya membuat kompilasi buku pantun Minangkabau yang memuat 5.000 pantun. Hingga sekarang masih dikumpulkan dan sudah sekitar 10.000 pantun Minangkabau.
“Tapi belum sempat dibukukan, didokumentasikan. Karena ini penting pendokumentasian ini kan seperti kata pepatah, publish or perish,” katanya.
Menurutnya tantangan pendokumentasian tradisi lisan tantangannya lebih besar lagi. “Merekam tradisi lisan itu mungkin dalam bentuk video, dalam bentuk naskahnya atau lirik atau sastranya di dalam tulisan-tulisan. Saya kira ini sangat penting,” katanya.
Ia mendorong pembuatan arsip digital untuk dokumentasi pantun, cerita rakyat, seni tari, dan lain-lain. Kemudian mengembangkan aplikasi atau website yang edukatif tadi atau aplikasi digital, pemanfaatan media sosial dan platform.
Pantun merupakan bentuk sastra lisan yang tua. Warisan budaya Nusantara ini diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 20 Desember 2020.
Penyebaran pantun di Indonesia sangat luas dan hampir semua suku memilikinya. Contohnya, suku Melayu di Sumatra memiliki pantun di wilayah Minangkabau, Kampar, Melayu Tanjungpinang, dan Lingga. Di Kalimantan terdapat pada suku Banjar dan Kutai.
Di Sulawesi dimiliki masyarakat Manado, Gorontalo, dan Makassar. Di Maluku terdapat pada suku Ambon, Ternate, dan Tidore. Di Jawa pantun dimiliki suku Melayu Betawi dan Tionghoa Peranakan.
“Pantun adalah ekspresi kecerdasan penggunaan bahasa sebab disampaikan secara spontan dengan berbalas pantun,” kata Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Herry Jogaswara.
Tradisi pantun, lanjut Herry, juga memiliki akar kuat dalam tradisi budaya Nusantara. Karya warisan budaya tak benda ini berfungsi sebagai media komunikasi, pendidikan, kritik sosial, serta hiburan.
Dengan estetika yang khas, susunan pantun penuh makna. “Pantun mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang perlu terus dirawat dan diwariskan kepada generasi mendatang,” tambah Herry.
Namun, eksistensi warisan budaya Nusantara ini mulai tergerus pengaruh budaya asing dan perubahan gaya hidup masyarakat, terutama generasi muda. “Digitalisasi dan media sosial yang berkembang pesat saat ini justru lebih sering diisi oleh konten populer yang kurang mencerminkan identitas budaya lokal,” ungkap Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN Sastri Sunarti.
Menurut Sastri, fenomena ini memunculkan tantangan besar sehingga perlu pelestarian agar pantun tetap relevan di era digital.
Seminar internasional yang digelar BRIN menghadirkan para pakar dari dalam dan luar negeri, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Belanda. Dalam diskusi ini, berbagai pihak diundang untuk bersinergi dalam merumuskan strategi kultural guna menjaga kelestarian pantun.
Seminar bertujuan tidak hanya menghidupkan kembali tradisi berpantun, tetapi juga menjadikannya sebagai bagian integral dalam pendidikan, diplomasi budaya, dan inovasi kontemporer. Hal ini agar mampu menjangkau generasi muda dan masyarakat global.
“Dengan menggali dan memahami pantun sebagai kekayaan masyarakat di berbagai etnis, ditujukan juga untuk memperkuat identitas budaya bangsa dan merumuskan strategi kultural pelestarian pantun di era digital,” pungkas Sastri. (Ifa)
Published By Denny Par
Fadli menyatakan dengan adanya momen khusus ini, pemuda Indonesia akan bisa lebih memahami keris yang merupakan bagian dari budaya Indonesia.
Fadli Zon menekankan pentingnya peran generasi muda, khususnya para lulusan UBK, untuk tetap menjaga identitas dan budaya Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved