Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPAI Minta Proses Hukum Kasus Pelecehan oleh Agus Penyandang Disabilitas Adil dan Transparan

Ihfa Firdausya
13/12/2024 18:33
KPAI Minta Proses Hukum Kasus Pelecehan oleh Agus Penyandang Disabilitas Adil dan Transparan
Anggota KPAI Dian Sasmita.(Dok.MI)

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinannya terhadap korban kekerasan seksual terhadap 15  perempuan yang diduga dilakukan oleh Agus, penyandang disabilitas di Lombok, NTB. Tiga di antara para korban lelaki bernama asli Iwas itu disebut masih anak-anak.

KPAI menyebut kasus tersebut harus ditangani dengan serius dan memastikan proses hukum berjalan secara adil dan transparan. Proses hukum pada kasus tersebut, katanya, harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak.

"KPAI mendesak Kepolisian untuk menggunakan UU TPKS dan Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menjerat pelaku kekerasan seksual, serta berupaya mengupayakan hak restitusi bagi korban, sebagai bentuk pemulihan atas hak-hak mereka yang telah dirampas," kata Anggota KPAI Dian Sasmita dalam keterangan resmi, Jumat (13/12).

Dian juga mengatakan bahwa dalam proses hukumnya, kasus ini memerlukan pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI) untuk mengungkapkan kebenaran maupun memastikan pelaku dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Serta diperlukan pendalaman yang komprehensif dengan melibatkan para ahli," katanya.

Ia menegaskan bahwa anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus mendapatkan perhatian serius. Hal itu mengingat korban kekerasan seksual selalu mendapatkan penderitaan yang luar biasa, tidak hanya fisik melainkan juga psikis.

“Tekanan psikis dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak dan bahkan proses anak dalam mencapai masa depannya yang lebih baik, maka diperlukan upaya pendampingan pemulihan bagi para korban maupun pendampingan ketika proses hukum,” tegas Dian.

Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus kekerasan seksual masih ada tantangan, khususnya tantangan pendampingan pada anak korban. Seringkali pendampingan pada anak membutuhkan pendekatan khusus, karena situasi anak berbeda dengan situasi orang dewasa.

"Pendampingan terhadap anak korban harus tetap mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, sehingga diperlukan keterampilan khusus dari para penyedia layanan dalam mendampingi anak korban,” ucap Dian.

Menurutnya, kekerasan seksual terhadap anak tidak hanya menimbulkan trauma mendalam tetapi juga dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan psikologis mereka.

“KPAI saat ini terus berkoordinasi dengan pihak pendamping kedua anak korban untuk memastikan pemulihan psikologisnya dengan baik. Kami mendorong agar korban mendapatkan layanan psikososial yang memadai dan berkelanjutan untuk membantu mereka pulih dari trauma,” jelas Dian.

KPAI juga menekankan pentingnya upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak melalui edukasi di sekolah dan keluarga, termasuk penguatan nilai-nilai perlindungan terhadap anak di masyarakat.

"Juga perlindungan terhadap identitas anak korban sangat penting, termasuk nama, sekolah, dan domisili, mengingat tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku sangat menyita perhatian publik. Perlindungan identitas anak adalah langkah penting untuk mencegah trauma lebih lanjut yang dapat memperburuk kondisi psikologis anak," paparnya. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya