Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
APOTEKER spesialis farmasi rumah sakit dari RSPON Hadijah Tahir menggarisbawahi pentingnya ketepatan waktu dalam mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu untuk mencegah virus HIV bereplikasi.
Menurut Hadijah, kasus penderita HIV/AIDS yang telat mengonsumsi ARV dari jadwal yang sebelumnya telah ditetapkan memang menjadi kendala yang sering dihadapi.
Mengingat pentingnya ketepatan waktu ini, pasien juga harus selalu memastikan ketersediaan stok ARV untuk dirinya sendiri.
"Tidak boleh telat (minum obat ARV), semenit pun tidak boleh. Lima menit saja sudah ada replikasi virus," kata Hadijah dalam diskusi daring, Kamis (5/12).
Ketika virus HIV telah menginfeksi sel limfosit, virus tersebut akan bereplikasi dengan sangat cepat. Pada pasien yang baru terdiagnosis
HIV/AIDS, Hadijah juga menekankan pentingnya untuk mendapatkan terapi ARV sesegera mungkin.
Hal ini juga berlaku apabila petugas kesehatan secara tidak sengaja terpajan virus HIV. Dalam waktu empat jam, ujar Hadijah, seorang yang
terpajan virus HIV minimal harus sudah mengonsumsi ARV.
"Jadi harus segera supaya dia (ARV) bisa menghambat replikasi virus. Karena kalau tidak segera, maka virus akan semakin banyak, daya tahan tubuh atau CD4 akan diduduki oleh virus tersebut. Dan tentu daya tahan tubuh menurun, infeksi oportunistik akan bisa segera terinfeksi," kata dia.
Hadijah mengatakan, saat ini, ARV merupakan satu-satunya terapi yang tersedia untuk mengatasi virus HIV.
Meski tidak bisa menyembuhkan, patuh mengonsumsi ARV dapat memperbaiki kualitas hidup penderita. Ketika jumlah virus HIV dalam darah tidak terdeteksi, risiko penderita untuk menularkan virus sangat rendah bahkan tidak ada sama sekali.
Menurut dia, saat ini, regimen obat ARV semakin baik. Bahkan, ada jenis obat yang di dalam satu tabletnya berisi beberapa macam obat sehingga hal ini meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.
Hadijah menambahkan, obat ARV dapat diminum setengah jam hingga satu jam sebelum makan atau dua jam sesudah makan. Beberapa jenis ARV dianjurkan untuk tidak dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain seperti efavirenz yang sebaiknya tidak dikonsumsi berdekatan dengan makanan lemak tinggi karena bisa mengganggu absorpsi obat.
Terkait efek samping ARV, ia mengatakan, pada dasarnya, efek samping obat bersifat individual. Artinya, tidak semua penderita ARV mengalami efek samping yang sama. Namun secara umum, ARV dapat menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, hingga diare.
Pemberian obat ARV akan terus dievaluasi oleh tenaga kesehatan. Jika timbul efek samping, Hadijah mengingatkan hal ini bukan berarti pasien dapat menghentikan konsumsi ARV.
Dalam waktu dua minggu, pada umumnya pasien sudah bisa beradaptasi dan tidak lagi mengalami efek samping.
"Apabila minum ARV sesaat langsung muntah, berarti dipastikan belum terabsorpsi dengan baik. Jadi bisa minum lagi untuk pengganti. Tapi
kalau muntah saat sudah dekat dengan dosis selanjutnya, maka tidak perlu diulang, cukup minum obat pada waktu dosis selanjutnya itu," pungkas Hadijah. (Ant/Z-1)
Pada 2024, di sejumlah fasilitas kesehatan wilayah Jakarta Selatan telah dilakukan pemeriksaan (skrining) HIV pada 73.048 orang.
Selama enam bulan yakni Januari - Juni, ditemukan 81 kasus pengidap Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
KEMENTERIAN Kesehatan RI mencatat, hingga Maret 2025, terdapat 2.700 remaja usia 15-18 tahun di Indonesia yang hidup dengan HIV. Temuan itu menunjukkan penularan HIV tidak terbatas di dewasa.
Modus pesta gay ini adalah family gathering. Penyelenggara juga menyebarkan undangan melalui media sosial dengan biaya pendaftaran Rp200 per orang.
DIREKTUR Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ina Agustina menyampaikan, 76% kasus HIV di Indonesia terkonsentrasi di 11 provinsi prioritas.
Kemenkes mencatat pada Maret 2025 sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) dari total estimasi 564 ribu ODHIV yang harus ditemukan pada 2025 untuk segera diberi penanganan.
Kemenkes) berkomitmen untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030. Edukasi, deteksi dini, dan pengobatan menjadi kunci dalam mencapai target ini
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved