Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
HARI Pria Sedunia diperingati setiap tahun pada 19 November. Hari ini diciptakan untuk merayakan kontribusi pria dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keluarga, pekerjaan, masyarakat, dan budaya.
Tujuan utama peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan pria, memperbaiki hubungan gender, serta menghargai peran positif pria dalam masyarakat.
Melansir dari Awareness Days, Hari Pria Sedunia juga menjadi momen untuk menyoroti isu-isu yang dihadapi pria, seperti kesehatan mental, tingkat harapan hidup yang lebih pendek dibandingkan perempuan, serta perjuangan melawan stereotip gender, bahkan pelecehan seksual.
Hari Pria Sedunia yang diperingati setiap tahun ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran tentang berbagai masalah yang dihadapi pria, baik dari bidang kesehatan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi.
Lantas, apa saja yang masalah yang dihadapi oleh kaum pria, baik itu dari dulu hingga sekarang?
Banyak pria merasa sulit untuk berbicara tentang perasaan mereka karena stereotip bahwa pria harus kuat secara emosional. Hal ini menyebabkan banyak pria menahan emosi dan enggan mencari bantuan.
Data global menunjukkan pria memiliki risiko bunuh diri lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini seringkali terkait dengan tekanan sosial, isolasi, dan kurangnya dukungan.
Masalah ini sering tidak terdiagnosis pada pria, karena cenderung menyembunyikan gejalanya atau tidak menyadari tanda-tandanya.
Penyakit seperti kanker prostat dan kanker testis sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup, meskipun mereka adalah masalah kesehatan utama bagi pria.
Banyak pria enggan memeriksakan kesehatan secara rutin, sehingga penyakit sering kali terdeteksi pada tahap lanjut.
Konsumsi alkohol berlebihan, merokok, dan kurangi aktivitas fisik lebih sering ditemukan pada pria, yang meningkatkan risiko penyakit seperti penyakit jantung dan diabetes.
Pria sering diharapkan menjadi pencari nafkah utama, kuat, dan tidak menunjukkan kelemahan. Ekspektasi ini dapat menimbulkan tekanan besar, terutama jika mereka tidak memenuhi standar tersebut.
Pria juga menjadi korban kekerasan, baik fisik maupun emosional, tetapi sering kali tidak melaporkannya karena rasa malu atau kurangnya dukungan.
Dalam kasus perceraian, pria sering kali menghadapi kesulitan mendapatkan hak asuh anak karena bias sistem hukum atau sosial yang menganggap ibu lebih layak sebagai pengasuh utama.
Ayah yang ingin lebih terlibat dalam pengasuhan sering memperlakukan kekurangan cuti ayah yang mampu atau stigma sosial yang meremehkan peran mereka dalam pengasuhan.
Meskipun fokus pada kesetaraan gender sering kali penting bagi perempuan, pria juga menghadapi stereotip gender yang membatasi pilihan mereka, seperti bidang karir tertentu yang dianggap “tidak maskulin”.
Banyak sistem hukum dan layanan sosial yang tidak menyediakan dukungan yang memadai untuk pria yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Pelecehan seksual pada pria adalah masalah serius yang sering kali terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian publik dibandingkan dengan kasus mengingat yang dialami perempuan.
Meskipun ada stigma sosial yang cenderung menutup-nutupi isu ini, memikirkan seksual pada pria adalah kenyataan yang perlu diakui dan ditangani secara serius. Pelecehan ini bisa dilakukan oleh perempuan maupun sesama pria.
Pelecehan seksual dari perempuan bisa berupa tindakan fisik (seperti sentuhan atau ciuman yang tidak diinginkan) atau verbal (seperti komentar atau rayuan yang tidak diinginkan). Sedangkan, pelecehan oleh pria lain termasuk dalam bentuk serangan fisik, pemaksaan, atau memahami emosional dan psikologis.
Dalam banyak budaya, pria masih dianggap sebagai pencari nafkah utama. Hal ini menciptakan tekanan besar, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit.
Ketidakstabilan pekerjaan atau kemiskinan dapat berdampak besar pada kesehatan mental dan harga diri pria.
Dibandingkan dengan kesehatan perempuan, kesehatan pria sering kali mendapat perhatian lebih sedikit di media dan kebijakan publik.
Banyak pria, terutama di usia tua, mengalami kesepian akibat kekurangan hubungan sosial yang mendalam.
Hari Pria Sedunia mengajak kita untuk memahami dan menangani isu-isu ini. Momen ini juga menjadi peluang untuk menghormati kontribusi pria dalam keluarga, masyarakat, dan dunia, serta mendorong kesetaraan gender yang benar-benar inklusif. (Action Mental Health/Z-3)
Journal of the American Heart Association mengungkapkan fakta mengejutkan: sindrom "patah hati" atau kardiomiopati takotsubo justru lebih mematikan bagi pria.
Sebuah studi internasional terbaru mengungkapkan alasan ilmiah mengapa pria dan wanita mengalami risiko, gejala, serta hasil kesehatan yang berbeda dalam menghadapi penyakit
Para ilmuwan menemukan penurunan risiko ini mungkin berbeda antara pria dan perempuan. Jadi siapa yang perlu berolahraga lebih banyak?
Sindrom patah hati bukan hanya istilah puitis. Sebuah studi medis terbaru membuktikan bahwa kondisi ini benar-benar bisa menyebabkan kematian—dan pria ternyata jauh lebih rentan.
Pria dalam penelitian ini, 45,4 persen diklasifikasikan sebagai penderita obesitas, dan hampir sepertiga memiliki kondisi pradiabetes 29,2% dan prahipertensi 31,1%.
Sebuah studi dari National Institute of Cardiology di Warsawa menemukan pria yang sudah menikah memiliki risiko 3,2 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan pria lajang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved