Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
GARIS kemiskinan merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu negara.
Garis ini menentukan siapa yang dikategorikan miskin berdasarkan pendapatan atau pengeluaran.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki metodologi tersendiri untuk menetapkan garis kemiskinan, yang berbeda dengan pendekatan yang digunakan oleh Bank Dunia.
Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan garis kemiskinan berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar. Ini mencakup kebutuhan minimum untuk pangan dan non-pangan yang dianggap cukup untuk memenuhi standar hidup layak. Dalam menghitung garis kemiskinan, BPS menggunakan pengeluaran minimum sebagai acuan.
Ini mencakup nilai pengeluaran minimum untuk makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori per orang per hari, sesuai standar kebutuhan energi minimum.
Ini meliputi kebutuhan dasar lain seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Menurut data terbaru dari BPS (Maret 2024), garis kemiskinan nasional berada di kisaran Rp591.164 per kapita per bulan. Nilai ini mencerminkan pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik pangan maupun non-pangan.
Bank Dunia menggunakan standar garis kemiskinan yang berbasis pada nilai daya beli yang setara di berbagai negara (purchasing power parity atau PPP). Bank Dunia membagi garis kemiskinan global ke dalam beberapa kategori berdasarkan tingkat pendapatan negara:
Individu yang hidup dengan kurang dari US$2,15 per hari (PPP). Ini merupakan garis kemiskinan yang digunakan di negara-negara berpenghasilan rendah.
Individu yang hidup dengan kurang dari US$3,65 per hari (PPP).
Individu yang hidup dengan kurang dari US$6,85 per hari (PPP). Kategori ini lebih sering digunakan untuk negara-negara berpendapatan menengah seperti Indonesia.
Jika menggunakan standar US$6,85 per hari (PPP) yang lebih relevan untuk negara berpendapatan menengah, angka ini dikonversi ke rupiah sekitar Rp3,1 juta per bulan per kapita, jauh di atas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Perbedaan ini mencerminkan gap yang signifikan dalam cara pengukuran kemiskinan.
Garis kemiskinan Indonesia lebih rendah karena dihitung berdasarkan kondisi spesifik lokal, sedangkan Bank Dunia menggunakan standar global yang memungkinkan perbandingan antar negara.
Dengan standar garis kemiskinan BPS, angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2024 adalah sekitar 9,36% dari total penduduk, setara dengan sekitar 25 juta jiwa. Namun, jika garis kemiskinan Bank Dunia diterapkan, jumlah ini akan meningkat drastis karena garis kemiskinan global lebih tinggi.
Perbedaan metode ini menyoroti kesenjangan antara realitas lokal dan perspektif global. Garis kemiskinan versi BPS lebih rendah karena disesuaikan dengan harga dan biaya hidup di Indonesia, yang berbeda dari standar internasional.
Perbedaan ini menimbulkan tantangan bagi kebijakan penanggulangan kemiskinan. Di satu sisi, Indonesia perlu memperhatikan realitas lokal dalam menetapkan kebijakan. Namun, di sisi lain, standar global menunjukkan kemiskinan di Indonesia mungkin lebih parah dari yang terlihat jika dilihat dari perspektif daya beli internasional.
Sebagai contoh, kebijakan sosial yang hanya didasarkan pada garis kemiskinan lokal mungkin kurang efektif untuk mengatasi ketimpangan yang lebih luas dan meningkatkan standar hidup masyarakat berpenghasilan rendah.
Perbedaan antara garis kemiskinan yang digunakan oleh Indonesia dan Bank Dunia mencerminkan perbedaan perspektif dalam mengukur kemiskinan.
Indonesia menggunakan pendekatan kebutuhan dasar yang lebih disesuaikan dengan kondisi lokal, sementara Bank Dunia mengukur kemiskinan berdasarkan standar daya beli global.
Perbedaan ini menunjukkan meskipun angka kemiskinan di Indonesia cenderung menurun. Jika dilihat dari standar global, tantangan kemiskinan di negara ini masih cukup signifikan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kedua pendekatan ini dalam merumuskan kebijakan yang dapat mengatasi kemiskinan secara lebih komprehensif. (tnp2k/Z-3)
Koperasi merupakan institusi modern yang mampu menyejahterakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas Kabupaten Ciamis menjadi contoh nyata bagaimana zakat dapat berperan strategis dalam pengentasan kemiskinan.
Metode pengukuran kemiskinan yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini sudah berusia hampir 50 tahun.
Program tersebut seharusnya tidak diberikan untuk semua anak sekolah, tetapi cukup anak-anak yang tidak mampu. Dengan demikian, program tersebut bisa tepat sasaran dan universal.
Dua strategi di atas membutuhkan sinergi dari berbagai pihak agar berhasil. Termasuk dalam hal ini sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
KEMISKINAN merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor Indonesia periode Januari hingga Mei 2025 mencapai US$111,98 miliar, naik 6,98% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai impor Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2025 mencapai US$96,60 miliar.
NERACA perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Mei 2025 sebesar US$4,30 miliar.
BPS memperkirakan produksi beras Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2025 mencapai 29,97 juta ton, naik 14,09%.
INFLASI bulanan pada Juni 2025 tercatat sebesar 0,19%, ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27.
Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah akan merevisi data angka kemiskinan nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved