Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
GURU Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof. DR. Dr. Rini Sekartini Sp.A(K) mengatakan bahwa orang tua perlu memperhatikan kemampuan anak jika ingin mengajarkan lebih dari satu bahasa atau bilingual.
"Salah satu yang dipentingkan dalam mempelajari bilingual ialah kemampuan reseptif otak pada awal kehidupan, artinya dia mengerti apa yang disampaikan dan juga lingkungan yang kaya akan stimulasi, menyenangkan, dan konsisten itu diperlukan supaya hasilnya menjadi lebih baik," kata Rini dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (20/8).
Ia mengatakan bahwa umumnya anak berusia nol sampai tiga tahun belum bisa membedakan bahasa dengan baik. Namun, setelah berusia tiga tahun anak biasanya dapat memahami dan membedakan bahasa yang digunakan oleh lawan bicara. Menurut dia, respons anak terhadap paparan lebih dari satu bahasa pada usia dini dipengaruhi oleh proporsi paparannya.
"Kalau awal kehidupan sudah menggunakan dua bahasa tapi ada satu yang lebih dominan dan mereka lebih respons pada bahasa tersebut, mungkin yang satu lebih ditingkatkan, atau lebih mudah mengerti dalam bahasa Indonesia. Jadi, harus diperhatikan satu persatu,"katanya.
Rini juga mengemukakan bahwa tidak ada penelitian yang membuktikan anak-anak yang belajar bahasa lebih banyak pada usia dini akan mengalami keterlambatan bicara. Meskipun demikian, menurutnya anak-anak yang monolingual atau hanya menguasai satu bahasa umumnya memiliki lebih banyak kosa kata jika dibandingkan dengan anak-anak bilingual.
Ia mengatakan bahwa pengajaran lebih dari satu bahasa berdasarkan kemampuan umumnya tidak menimbulkan masalah pada anak dengan tingkat kecerdasan normal. Apabila kemampuan berbahasa anak malah susah berkembang karena diberi stimulasi menggunakan dua bahasa, ujar Rini, orang tua sebaiknya menghentikan pengajaran salah satu bahasa.
"Kita harus drop salah satunya, karena kalau anak tersebut harus masuk ke dalam skema intervensi, terapis hanya bisa satu bahasa, misal bahasa Indonesia,"katanya.
"Jadi, perlu benar kita perhatikan kemampuan perkembangan bicara bahasanya, terutama pada usia dua tahun," imbuh dia.
Orang tua, terang Rini, sebaiknya memberikan stimulasi secara proporsional melalui interaksi langsung, bukan menggunakan gawai, dalam mengajarkan bahasa kepada anak. (Ant/H-3)
Anak-anak yang belum bisa berkomunikasi dengan baik perlu selalu didampingi saat bermain sendiri maupun bersama teman-temannya.
Sebelum anak dilepas bermain di luar, orangtua diminta memulai dengan pengawasan hingga pemantauan di awal.
Ringgo Agus Rahman mengaku belum ada hal yang dapat ia banggakan pada anak-anaknya untuk ditinggalkan.
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
Ketika anak mengalami kecemasan saat dijauhkan dari gawainya, itu menjadi salah satu gejala adiksi atau kecanduan.
Upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas anak, perempuan, dan remaja masih banyak menghadapi tantangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved