Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DAMPAK transformasi digital terhadap industri global yang begitu signifikan mengharuskan adanya upaya intensif dalam mengembangkan talenta digital. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan ada sekitar 149 juta jumlah pekerjaan digital global yang dibutuhkan pada 2025. Sementara di Indonesia, 27-46 juta pekerjaan baru akan muncul akibat otomatisasi pada 2030 mendatang.
“Dan seperti yang sering kita dengar, kita membutuhkan talenta digital kurang lebih 9 juta orang pada 2030, menurut proyeksi McKinsey. 2030 itu tinggal 6 tahun lagi, kita harus pacu upskilling dan reskilling talenta kita supaya bisa masuk ke dalam pasar baru yang muncul di masa depan,” kata Nezar di Jakarta, Senin (22/7).
Ia juga memaparkan bahwa sekitar 90% perusahaan di Indonesia merasakan ketersediaan talenta digital masih di bawah permintaan.
Baca juga : Digital Alliance Hadir untuk Perkuat Ekosistem dan Talenta Digital di Tanah Air
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA Report 2023, perkembangan ekonomi digital di Indonesia diperkirakan akan mencapai US$110 miliar pada 2025. Dengan perkembangan tersebut, Indonesia masih kekurangan tenaga kerja digital sebanyak 600 ribu orang setiap tahun hingga tahun 2030.
Selain menghadirkan berbagai program pengembangan talenta digital, Kementerian Kominfo juga menjalin kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Salah satunya dengan Asosiasi Pengembangan Talenta Digital Indonesia (APTDI). Penandatanganan perjanjian kerja sama antara APTDI dan Kementerian Kominfo dilakukan hari ini, Senin (22/7).
Kerja sama tersebut bertujuan untuk mendukung dan menumbuhkan talenta digital di Indonesia. Harapannya upaya itu dapat memenuhi kebutuhan industri saat ini.
Baca juga : Kemenkominfo: RI Butuh Sembilan Juta Talenta Digital Berkualitas
Ketua Umum APTDI Ronald Ishak mengatakan, pihaknya akan menjadi wadah bagi para pelaku pengembangan talenta digital di Indonesia untuk saling berkolaborasi. Selain itu menjadi sarana advokasi, berkontribusi pada transformasi digital, dan menjadi pendorong kolaborasi strategis dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
“APTDI merupakan perkumpulan dari badan bootcamps, komunitas, dan pribadi yang bergerak dalam pengembangan talenta digital indonesia saat ini dan memiliki visi untuk bisa menjadi mitra utama pemerintah dan industri pengembang,” katanya.
Wakil Ketua Umum APTDI Alamanda Santika menambahkan, pekerjaan di bidang digital disebut mampu menghasilkan 121% pendapatan lebih tinggi daripada pekerjaan lain. Di sisi lain, sebanyak 21% organisasi yang menjalankan bisnis dengan cloud atau digital memiliki pendapatan dua kali lipat.
Baca juga : Kebutuhan Talenta Digital Meningkat, Sagara Technology Sediakan Layanan Outsourcing End-to-End
“Itu menandakan bahwa semakin banyak talenta digital di Indonesia yang lahir, maka akan semakin tinggi pendapatan yang bisa kita dapatkan di Indonesia. Beberapa lulusan kami juga bisa dipekerjakan di luar negeri. Mereka bekerja secara remote di Indonesia sehingga pendapatan mereka juga masuk ke dalam PDB Indonesia,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Ia pun memaparkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi Indonesia saat ini. Pertama, talenta digital belum menyentuh potensi maksimal. Pasalnya, dibutuhkan 600 ribu talenta digital setiap tahun sampai 2030.
“Saat ini talenta digital yang kita kembangkan setiap tahunnya belum bisa mencapai angka segitu. Ini membutuhkan kolaborasi yang erat antara semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk kita bisa mencapai target tersebut,” kata Alamanda.
Baca juga : Status Literasi Digital Masyarakat Indonesia Meningkat di 2022, Tapi Tetap di Kategori Sedang
Tantangan selanjutnya adalah kesenjangan skill di industri. Alamanda menyebut bahwa hanya kurang dari 14% lulusan teknologi dari universitas yang masuk ke dunia IT.
“Ini adalah salah satu dorongan bagi kami sebagai bootcamp provider untuk menciptakan program-program yang mendukung universitas agar lulusannya bisa lebih masuk langsung ke industri yang tepat yakni industri teknologi,” jelasnya.
Terakhir adalah persoalan standarisasi talenta digital. Menurutnya, masih ada kesenjangan standarisasi terkait talenta digital.
“Contohnya saat kita mau merekrut software engineer, misalnya yang level junior itu standarnya seperti apa, di setiap perusahaan punya standar masing-masing. Ini yang masih menjadi isu terbesar,” kata Alamanda.
“Kami APTDI ingin menstandarisasi program-program yang ada di luar sana, sehingga kita mau memastikan bahwa semua yang kita layani, semua peserta yang masuk di dalam program tersebut bisa mendapatkan layanan kualitas edukasi yang sangat baik,” pungkasnya. (H-2)
Terdakwa kasus situs judol berinisial ZA membantah keterlibatan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi dan PDIP dalam kasus tersebut.
Pernyataan itu menyusul penetapan lima tersangka oleh Kejaksaan dalam kasus PDNS, termasuk seorang mantan pejabat Kementerian Kominfo.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting menyebut terjadi pengondisian pemenang tender pengadaan barang dan jasa pengelolaan antara pihak Kemenkominfo.
SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Projo Handoko membantah Budi Arie Setiadi terlibat dalam melindungi situs judi online.
Proses registrasi izin kunjungan jurnalistik yang saat ini berlaku masih dijalankan secara manual dan belum memiliki standar khusus.
Tercatat ada sebanyak 162 instansi yang ikut serta yang karyanya dinilai enam pakar selama 3 bulan untuk ajang Anugeram Media Humas 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved