Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Hadapi Perubahan Cuaca Ekstrem dengan Mitigasi Tepat dan Sosialisasi Berkelanjutan

Putra Ananda
28/2/2024 23:28
Hadapi Perubahan Cuaca Ekstrem dengan Mitigasi Tepat dan Sosialisasi Berkelanjutan
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat(Dok)

PERUBAHAN cuaca perlu dihadapi dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan mitigasi bencana melalui sosialisasi yang berkelanjutan. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi Fenomena Angin Puting Beliung Akibat Perubahan Iklim yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/2). 

"Beberapa waktu lalu pascapesta demokrasi terjadi sejumlah bencana di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi itu harus diwaspadai dan disikapi dengan langkah-langkah yang tepat," kata Rerie sapaan akrab Lestari. 

Menurut Rerie, dampak perubahan iklim seperti angin puting beliung, banjir dan tanah longsor harus diwaspadai bersama. Rerie yang juga legislator Dapil II Jawa Tengah itu, menjelaskan bahwa isu pemanasan global diduga  sangat berkaitan dengan munculnya cuaca ekstrem di sejumlah wilayah. 

Baca juga : Ancaman Badai Susulan Dikhawatirkan Terjadi setelah Tornado Mississippi

“Upaya untuk melakukan mitigasi dan menyosialisasikan sejumlah fenomena alam yang terjadi harus dilakukan agar masyarakat memahami dan mampu melindungi dirinya, keluarga, serta lingkungannya dari dampak perubahan iklim,” tegas Rerie. 

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Laksmi Dhewanthi berpendapat perubahan iklim menyebabkan efek gas rumah kaca yang memicu pemanasan global. Dampak pemanasan global yang terjadi saat ini, tambah Laksmi, adalah peningkatan suhu bumi sebesar 1 derajat celcius. 

“Bila tidak melakukan upaya apa-apa akan terjadi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat celcius,” ujarnya.  

Baca juga : BMKG: Sejumlah Wilayah Indonesia Berawan Hari Ini

Pemanasan suhu bumi ini, jelas Laksmi, memicu perubahan cuaca ekstrem yang berdampak terhadap lingkungan. Dalam menghadapi kondisi itu, Laksmi mengungkapkan, pihaknya mendorong upaya adaptasi dalam menghadapi cuaca ekstrem. 

Kegiatan adaptasi itu, jelas dia, diupayakan dalam berbagai bentuk antara lain meningkatkan pemahaman mitigasi, pengendalian terhadap sejumlah penyakit dan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan iklim. 

Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, tambah Laksmi, pihaknya membangun kampung iklim dan komunitas iklim yang merupakan intervensi aksi perubahan iklim di 7.000 lokasi di Indonesia. Pada tahun ini, tegas dia, aksi serupa akan direalisasikan di 20.000 lokasi. 

Baca juga : Angin Puting Beliung di Rancaekek, BRIN: Kejadian Langka dan Sulit Diprediksi

Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Uke Mohammad Hussein mengungkapkan bencana puting beliung bukan merupakan hal baru di Indonesia. 

Uke mengungkapkan, kajian risiko terhadap  dampak cuaca ekstrem antara lain berpotensi mengancam 253 juta jiwa, potensi kerugian fisik bisa mencapai Rp1.962 triliun dan potensi kerugian ekonomi hingga Rp781 miliar. 

“Berdasarkan besarnya potensi risiko tersebut, Uke berpendapat, perlunya upaya mitigasi terhadap berbagai pemicu cuaca ekstrem,” jelasnya. 

Baca juga : Angin Puting Beliung Kian Marak, Ternyata Ini Penyebabnya

Selain itu, tegas dia, juga harus dilakukan upaya   intervensi untuk menekan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi. 

Ketua Tim Kerja Produksi dan Diseminasi Informasi Cuaca, BMKG, Ida Pramuwardani mengungkapkan angin puting beliung dan tornado adalah fenomena angin berputar. 

“Yang membedakan antara keduanya, kecepatan pusaran angin puting beliung lebih lemah bila dibandingkan dengan tornado. Tornado, jelas Ida, terjadi saat peralihan udara dingin ke hangat,” ujarnya. 

Baca juga : BMKG: Angin Kencang di Bandung-Sumedang Bukan Tornado

Karena sulit mengukur kekuatan pusaran angin, ungkap Ida, para ilmuwan mengukur kekuatan pusaran angin puting beliung dan tornado dari tingkat kerusakan yang dihasilkan. 

Ida mengimbau, bila saat terjadi angin puting beliung masyarakan yang sedang di dalam rumah disarankan segera menutup pintu dan jendela, mematikan aliran listrik, jauhi pintu dan jendela. Bila sedang berkendara, Ida menyarankan, agar menghentikan kendaraannya dan segera masuk berlindung ke bangunan yang kokoh. 

“Angin puting beliung paling sering terjadi di Pulau Jawa dan biasanya pada November, Desember, Januari hingga Maret di masa pancaroba,” ungkapnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya