Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) menjadi penyelenggara diskusi yang membahas usulan Indonesia untuk memperbarui metode perhitungan pengurangan emisi dan gas rumah kaca (GRK) dari perubahan tinggi muka air tanah di lahan gambut.
Metode perhitungan ini merupakan panduan pemerintah Indonesia dalam melaporkan inventarisasi gas rumah kaca nasional setiap negara yang terdiri dari perkiraan emisi dan serapan gas rumah kaca.
Hal ini merupakan pemenuhan komitmen terhadap Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), termasuk di dalamnya seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Baca juga: Alot, Pengambilan Keputusan COP28 Molor
Demikian keterangan pers tertulis dari Ditjen PPKL, KLHK, Rabu (13/12/2023).
Diskusi panel yang digelar dalam rangka penyelenggaraan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) ini dibuka secara langsung oleh Wakil Menteri (Wamen) LHK, Alue Dohong.
Diskusi juga dihadiri tiga pakar yaitu Prof Supiandi Sabiham dari Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia dan IPB University, Prof Edvin Aldrian dari BRIN dan juga merupakan Vice Chair IPCC Working Group I, serta Prof Mitsuru Osaki dari Hokaido University.
Selain itu, dua pembicara lainnya yaitu peneliti dari PT Astra Agro Lestari, Bandung Sahari dan PT Riau Andalan Pulp and Paper, Sofyan Kurnianto.
“Diskusi hari ini kita ingin menegaskan bahwa dalam inventarisasi dan reduksi emisi Gas Rumah Kaca, penting untuk memasukkan data capaian pemulihan Ekosistem Gambut, khususnya upaya pembasahan yang direpresentasikan dengan data hasil pemantauan TMAT," jelas Wamen LHK Alue Dohong.
Baca juga: Penguatan Keberlanjutan Program FOLUR melalui Pengelolaan Lanskap Terintegrasi
"Hal ini penting karena perhitungan yang dilakukan secara komprehensif yang dapat dikategorikan sebagai metodologi Tingkat Tiga (Tier-3),” jelas Alue.
Sesi ini merupakan diskusi panel moderat dengan para ahli dan praktisi dalam restorasi lahan gambut, pengukuran karbon, dan pengembangan kebijakan.
Tujuan dari sesi ini adalah untuk memberikan kesempatan dalam mengeksplorasi dan mendiskusikan usulan faktor emisi dan metodologi emisi GRK pada ekosistem lahan gambut berdasarkan tinggi muka air tanah .
Wamen LHK Alue Dohong mengatakan, konsep dasar pengusulan metode tersebut sebagai masukan yang berupaya restorasi ekosistem gambut yang bertujuan mengembalikan air dengan pembasahan kembali.
Baca juga: Sekolah Adiwiyata Perkuat Pemahaman Masyarakat Hadapi Krisis Iklim
Saat ini, catatan atau data dari aktivitas pembasahan ekosistem gambut belum termasuk dalam metode pengkuran tingkat tiga.
Hal ini penting, berdasarkan publikasi IPCC, pengukuran tingkat tiga merupakan metode yang lebih akurat dan mempertimbangkan kompleksitas dan persyaratan data yang cukup dominan. Data-data yang hasil pengukuran yang dilakukan dapat membangun Faktor emisi khusus untuk Indonesia
Menentukan Status Kerusakan Ekosistem
Selain itu, lanjut Wamen LHK, upaya pembasahan lahan gambut juga penting untuk menentukan status kerusakan ekosistem ini.
Patut dipahami bahwa ekosistem gambut terdiri dari 90% air, dan peran air di lahan gambut sangat penting untuk mengurangi potensi proses dekomposisi yang merupakan sumber emisi metana dan nitrous oxide, dan karbon dioksida, ketika lahan gambut dikeringkan, terdegradasi dan terbakar.
Baca juga: Ikut COP 28, Vale Indonesia Ungkap Komitmen Rendah Karbon
Menurut Alue, meningkatkan pengelolaan air pada lahan gambut yang terdegradasi dapat dilakukan melalui pembangunan sekat kanal, pemantauan muka air tanah di lapangan secara terus menerus dan real time serta memanfaatkan data citra satelit, pengembangan Fire Danger Rating System (FDRS), serta pengembangan data base dan sistem informasi yang handal.
Diskusi ini diharapkan mampu menghimpun masukan empirik dan praktis dari pakar dan dunia usaha yang menjalankan bisnisnya di ekosistem gambut.
Selain itu, diskusi juga untuk mendapatkan formulasi terbaik dalam mendukung pengusulan pembaruan metode perhitungan terbaru inventariisasi dan reduksi emisi GRK sesuai dengan perhitungan tingkatan ketiga kepada Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). (RO/S-4)
LOVE Letter for Wamena, mengungkapkan kecintaan Desainer Didiet Maulana atas indahnya banyak hal menarik di Wamena, Papua. Kemudian ia pun menuangkan keindahan tersebut
Hutama Karya segera bangun jalan Trans Papua
Komnas HAM mendesak komponen pemerintah pusat dan daerah untuk dapat mengelola informasi apapun yang beredar serta melakukan upaya penegakan hukum
Jika konflik-konflik yang latar belakang sosial seperti dalam kasus Wamena ini tidak direspon secara cepat dan bijaksana, maka problem hak asasi manusia di Papua juga akan semakin rumit
Menurut Elpius, kasus Wamena berdarah merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang harus diusut tuntas.
Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat untuk mengimplementasikan target-target iklim dalam FOLU Net Sink 2030, dengan estimasi sebesar USD 14.5 miliar.
Grant Thornton menjelaskan perlu adanya langkah konkret dari perusahaan seperti perlunya memulai investasi dalam teknologi hijau, dan energi terbarukan.
Semua orang harus punya akses pada air bersih dan untuk ketahanan pangan. Karenanya perlu disiapkan policy yang mengikuti kebutuhan dan dinamika global, serta implementasinya perlu dilakukan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka (UT) Jakarta Imam Pesuwaryantoro bagaimana mendorong hilirisasi sampah plastik secara virtula pada COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UAE).
kesadaran bahwa momen kesempatan dalam menanggulangi perubahan iklim itu harus diambil.
Indonesia saat ini juga tengah menyiapkan Second NDC untuk target penurunan emisi yang lebih ambisius yang rencananya akan disampaikan 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved