Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
INDONESIA harus mengedepankan isu-isu di tingkat tapak dalam conference of the parties (COP) 28 atau konferensi para pihak anggota The Unites Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang akan diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab.
“Karena sejauh ini gak pernah ada pengetahuan masyarakat adat yang terbukti menjaga hutannya dan masih baik diangkat oleh negara dan dijahit jadi solusi global,” kata Manajer Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Uli Artha Siagian saat dihubungi, Senin (20/11).
Menurut Uli, sejauh ini, sejak Perjanjian Paris diinisiasi pada 2005, belum ada kebaharuan program yang dibawa negara-negara anggota, termasuk Indonesia dalam melakukan upaya pengendalian krisis iklim.
Baca juga : Laporan PBB Bongkar Siasat Negara Produsen Bahan Bakar Fosil di KTT Iklim
Padahal, banyak gagasan dan program yang berasal dari tingkat tapak yang semestinya dibahas dan disepakati di perundingan global tersebut.
Saat ini, Uli melihat apa yang dibahas dalam perundingan internasional masih jauh dari realitas yang terjadi di tingkat tapak. Negara-negara malah berfokus pada pembahasan solusi yang menurutnya salah.
Baca juga : Konsultan COP28, McKinsey Dorong Kepentingan Klien Perusahaan Migas
“Solusi itu tetap memberikan ruang kepada negara-negara industri. Dan percakapan internasional lebih menitikberatkan bagaimana suatu negara melakukan pelepasan emisi dan melakuakn offsetting seperti perdagangan karbon. Dan kita tahu skema itu gak bisa memberikan jawaban pada krisis iklim,” beber Uli.
Terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengungkapkan, Indonesia akan kembali memamerkan hasil kerja soal lingkungan dan kehutanan kepada negara-negara di COP-28.
Ia percaya hal-hal yang telah dilakukan di tingkat tapak dapat menjadi modal bagi Indonesia untuk memimpin di bidang lingkungan dan kehutanan dengan memberikan contoh nyata.
“Karena kita punya tagline namanya leading by examples. Kita sudah leading, cuma kita gak pernah speak up. Makanya kita mau speak up melakukan banyak hal yang mungkin tidak dilakukan negara lain,” kata Agus.
Ia meyakini, COP-28 akan lebih banyak mendapatkan perhatian dunia dibanding sebelumnya. Karenanya, akan semakin banyak lagi negara yang akan terinspirasi dengan langkah konkret Indonesia.
Ia menilai, upaya tingkat tapak yang dilakukan Indonesia dalam melakukan pemulihan dan pemeliharaan lingkungan serta hutan akan relatif lebih murah dibanding dengan teknologi. Beberapa contoh dari kegiatan tingkat tapak di antaranya penanaman pohon hingga restorasi mangrove.
“Contohnya mangrove, itu bisa menyerap empat kali lipat dari tanah daratan. Itu sudah dilakukan di tingkat tapak. Selain itu hasil dari mangrove seperti udang, ikan, itu diekspor, artinya contoh yang diangkat itu bahwa kita mampu. Jangan anggap bahwa masyarakat itu bisanya Cuma merambah,” beber dia.
Selain menjabarkan keberhasilan pengelolaan LHK di tingkat tapak, di COP-28 Indonesia juga akan mendorong negara-negara maju untuk melunaskan komitmen pembiayaannya.
“Jadi selama ini kan komitmen negara maju bisa dibilang ‘ngomong doang.’ Tapi tetap kita tuntut. Tapi jelas kita tidak mau bergantung ke mereka. Ada banyak cara untuk mendapatkan pendanaan, seperti perdagangan karbon, lalu kerja sama trilateral,” pungkas dia. (Z-5)
Krisis iklim menuntut semua sektor bertindak cepat, termasuk industri properti yang menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar.
Menko AHY paparkan tiga langkah konkret atasi urbanisasi dan krisis iklim global di Forum BRICS, fokus pada keadilan sosial, lingkungan, dan infrastruktur berkelanjutan.
Meski sebagian universitas mengadopsi kebijakan sustainability, banyak yang belum memiliki implementasi secara sistematis.
Kawasan Asia Tenggara, yang menyimpan 15% hutan tropis dunia dan hampir 20% spesies tumbuhan dan hewan global, menghadapi potensi kehilangan hingga 50% spesies terestrial pada 2100.
Saat bauran energi terbarukan hanya mencapai 15% pada tahun 2024, laju penambahan pembangkit energi terbarukan tercatat hanya mencapai 3.2 Gigawatt dari 2018 hingga 2023.
PEMERINTAH Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, telah menjalankan langkah-langkah antisipatif menghadapi ancaman perubahan iklim sejak 2024.
Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat untuk mengimplementasikan target-target iklim dalam FOLU Net Sink 2030, dengan estimasi sebesar USD 14.5 miliar.
Grant Thornton menjelaskan perlu adanya langkah konkret dari perusahaan seperti perlunya memulai investasi dalam teknologi hijau, dan energi terbarukan.
Semua orang harus punya akses pada air bersih dan untuk ketahanan pangan. Karenanya perlu disiapkan policy yang mengikuti kebutuhan dan dinamika global, serta implementasinya perlu dilakukan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka (UT) Jakarta Imam Pesuwaryantoro bagaimana mendorong hilirisasi sampah plastik secara virtula pada COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UAE).
kesadaran bahwa momen kesempatan dalam menanggulangi perubahan iklim itu harus diambil.
Indonesia saat ini juga tengah menyiapkan Second NDC untuk target penurunan emisi yang lebih ambisius yang rencananya akan disampaikan 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved