Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
MUHAMMAD Adib Khumaidi terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2022-2025 di Muktamar ke-31 di Banda Aceh, Maret 2022 lalu.
Di tahun pertama memimpin IDI, berbagai dinamika telah dilalui. Satu di antaranya ia harus menghadapi gejolak akibat pemecatan yang dilakukan IDI terhadap anggotanya, Terawan Agus Putranto. Adib langsung menghadapi polemik keras atas pemecatan Terawan di hari pertama setelah dirinya dilantik.
Saat ini, IDI pun harus berjuang setelah disahkannya Undang-Undang (UU) Kesehatan Omnibus yang dibuat Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Sambut HUT RI Ke 78, PB IDI Kenang Letkol Dr RM Soebandhi
Bagaimana kiat Adib menakhodai IDI di tengah kerasnya ujian dan tantangan? Berikut adalah hasil wawancara mediaindonesia.com dengan Ketua Umum PB IDI itu
Saya sudah cukup lama di organisasi ini. Memang saat ini bisa dibilang periode yang terberat. Ini fase terberat karena dipicu fakta bahwa IDI memang semakin besar, semakin banyak anggotanya, juga semakin berkembang dengan perhimpunan-perhimpunan di bawahnya.
Baca juga: UU Kesehatan Sudah Diteken Presiden, Ini Respons IDI
Saya kira itulah mengapa beban yang dihadapi IDI pun akan semakin berat. Karena kalau sekarang ada kasus-kasus seperti pascamuktamar (pemecatan Terawan), ya mau enggak mau harus dihadapi karena saya dipilih memang untuk membawa beban amanah itu.
Saya mendapat sebuah semangat sebenarnya. Semangat apa? Di satu sisi, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kepengurusan periode ini membawa semua anggota IDI justru semakin kompak, semakin solid. Menurut saya, itu menjadi sebuah value yang besar untuk perjalanan IDI ke depan.
Secara pribadi, saya mengambil sisi positif bahwa tidak ada permasalahan yang tidak memiliki hikmah di baliknya. Saya belajar dari situ.
Dan, alhamdulillah, saya didukung pengurus, didukung cabang, didukung perhimpunan yang kompak. Insyaallah saya semakin yakin akan bisa menghadapi semua tantangan ini.
Saya juga terharu karena anggota IDI dari Sabang sampai Merauke semua datang. Tadinya saya sempat sedikit bertanya, benar enggak teman-teman mau datang ke Jakarta? Soalnya mereka datang atas inisiatif dan biaya sendiri loh. Tapi ya dengan semangat solidaritas itu, yang kita tonjolkan adalah bahwa pada saat kita bicara organisasi, maka IDI bukan hanya pengurus pusat saja, bukan wilayah atau cabang saja, melainkan keberadaan IDI harus dirasakan oleh seluruh anggotanya.
Menurut kami, ini sebuah kondisi di mana kami bisa mengatakan: oh, ternyata sekarang sense of belonging para anggota IDI itu semakin tinggi.
Namun, ada juga personal-personal yang merasa bahwa IDI kok dianggap terlalu besar, gitu. Nah, di sinilah kita diuji sebenarnya. Sebagai organisasi besar bagaimana IDI bisa benar-benar memberikan manfaat kepada anggota. Manfaat itu kata kunci yang harus disampaikan dari awal kepengurusan kepada seluruh anggota.
Kami sebenarnya mau memberikan sebuah fondasi di organisasi ini. Kalau fondasinya sudah kuat tinggal bagaimana meneruskan organisasi ini menjadi sebuah rumah yang nyaman, rumah yang indah buat anggota, dan anggota merasa betah tinggal di rumah itu. Itulah yang harus kita bangun di dalam sebuah struktur bangunan rumah besar bernama IDI.
Saya memakai visi “IDI Reborn”, IDI yang terlahir kembali. Dengan kondisi IDI yang sekarang semakin besar, kemudian keinginan anggota yang juga semakin tinggi, maka IDI harus benar-benar memfokuskan diri untuk anggota.
IDI juga melakukan pengawalan. Mengawal apa? Pertama, mengawal hak kesehatan rakyat, dan kedua mengawal kesejahteraan anggota. Jadi dua hal itu yang menjadi concern.
Kalau bicara mengenai hak kesehatan rakyat, IDI mempunyai peran sentral terlibat dalam membangun kesehatan rakyat. Termasuk juga nanti terkait bagaimana IDI bisa benar-benar menjadi mitra utama pemerintah.
Kedua, hal yang berkaitan dengan anggota, apa yang kami lakukan? Ini berkaitan dengan masalah kesejahteraan, perlindungan hukum dan kepastian hukum, serta hal yang berkaitan dengan masalah pembinaan anggota.
Kedua hal inilah yang membawa ke konsep bahwa IDI harus bertransformasi. Reborn itu sebuah proses transformasi.
Ada 7 pilar yang kita buat pada program misi. Dari tujuh itu di antaranya adanya masalah kesejahteraan penguatan advokasi, pembinaan anggota.
Jadi saya ingin semua struktur yang ada di IDI termasuk cabang di seluruh Indonesia termasuk cabang wilayah, semua bergerak, semua harus hidup dan semua harus mengelola organisasi. IDI bukan hanya sekadar organisasi seperti paguyuban saja. Kita ingin agar benar-benar menjadi organisasi modern.
Justru kami ingin menunjukkan bahwa IDI bukanlah seperti yang dipersepsikan sebagian orang, persepsi negative itu. Saya masuk di awal (sebagai ketua umum PB IDI) dengan frame yang negatif, trigger-nya kan kasus pemecatan dr TAP (Terawan Agus Putranto).
Frame negatif ini kemudian ingin kita perbaiki dengan sebuah visi misi yang reborn itu tadi, untuk mengembalikan bahwa kita ini sebenarnya membangun narasi positif. Pelan-pelan.
Cabang wilayah IDI di periode ini mulai aktif, termasuk juga membangun program dalam mengedukasi masyarakat. Teman-teman cabang atau wilayah berkegiatan dengan berbagai bentuk, mulai dari edukasi hingga baksos.
Itulah kondisi reborn itu, transformasinya di situ. Menuju IDI yang lebih baik, lebih dekat dengan anggota, lebih dekat dengan rakyat.
Ketika ada sebuah perbedaan-perbedaan, katakanlah ketika kita atau kelompok masyarakat mengkritisi sebuah kebijakan, itu sebenarnya hal yang biasa. Tapi kemudian ada yang menyerang personal. Tapi saya kira ini sebuah kondisi yang memang sekarang ini lagi zamannya,. Kita tahu bagaimana pola-pola yang bekerja untuk membunuh karakter seseorang.
Sampai dikatakan saya ini “kadrun” (julukan kelompok tertentu kepada kelompok lainnya karena dicap sebagai pengkritik pemerintah) . Saya cuma bilang bahwa semua orang pasti akan berusaha untuk selalu menaati agamanya. Memang itu pasti membawa sebuah perubahan penilaian ke saya karena di sini politik identitasnya masih terlalu kuat.
Tapi dari situlah kemudian kami lalu membangun persepsi bahwa IDI itu Itu bukan sebuah kelompok agama, saya pun bukan pemimpin sebuah kelompok agama. Kemudian kami membangun rasa percaya dan pelan-pelan persepsi itu hilang.
Yang pasti, saya sekarang bukan milik satu kelompok agama, saya harus menjadi milik semua, milik seluruh anggota IDI yang Bhineka Tunggal Ika.
Kalau istri, anak, juga keluarga sudah tahulah bahwa saya memang seorang aktivis sejak SMA, berlanjut lagi saat kuliah. Bahkan saya sudah ikut sebagai korlap saat terjadi demo 1998. Jadi keluarga sudah biasa kalau ada hal-hal atau risiko yang harus dihadapi. Sudah paham bahwa mereka mempunyai seorang suami, seorang ayah, ya katakanlah memang darahnya sudah darah aktivis. (Z-1)
Jadi amanah orangtua itu bukan konteksnya bahwa jadi dokter nanti saya akan kaya, banyak duit, enggak. Tapi lebih ke aspek sosialnya, ibadah.
Kami melihat dihilangkannya undang-undang profesi, itu salah satu yang jadi dasar penolakan kita.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved