Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
TANTANGAN perempuan di mana pun dan di agama apapun selalu sama, yakni menjadi objek dari penafsiran agama yang dikembangkan oleh para ulama berjenis kelamin laki-laki. Hal itu diungkapkan pendiri Komunitas Perempuan Interfaith (KPI) Mariatul Asiah dalam diskusi dan bedah buku 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google' di Banjarmasin, Kalsel, Jumat (28/7).
"Sampai kini, masih ada anggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua. Keberadaannya hanya untuk melengkapi laki-laki. Mereka rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual," ungkapnya.
Dikatakan, masih banyak kasus diskriminasi perempuan, dilemahkan, dipinggirkan. Semua itu terkait dengan budaya patriarki yang tumbuh di atas tafsir agama yang bias gender.
"Karena itu, saya menyambut baik pemikiran Denny JA dalam buku ini yang mendorong kaum perempuan untuk merebut tafsir agama. Ini berarti bahwa kaum perempuan tidak boleh diam, melainkan harus aktif dalam diskursus keagamaan," kata Mariatul.
Ia menguraikan, pemikiran Denny JA mendorong lahirnya kesadaran tentang pentingnya kebebasan, kesadaran kesatuan dengan alam, kesadaran hak asasi manusia, dan lainnya. Semuanya membutuhkan tafsir baru. Karena itu kompetisi tafsir tak terhindarkan.
"Ungkapan merebut tafsir itu muncul sebagai arus kesadaran baru di kalangan kaum perempuan untuk mendefinisikan diri mereka sendiri. Mereka melakukan perlawanan terhadap tafsir yang berkembang selama ini, yang tidak memiliki sensitivitas gender. Bahkan kontra kesetaraan manusia,” tegas Mariatul.
Ahmad Gaus penulis buku 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google' menguraikan pemikiran-pemikiran Denny JA dalam buku yang ditulisnya dengan sudut pandang sosiologi agama. Para ahli mengatakan bahwa agama memiliki pengaruh besar dalam perkembangan masyarakat, asalkan tafsir mengenai agama harus terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Ia berpendapat, Denny JA membawa agama dari wilayah metafisika yang sakral ke wilayah kebudayaan yang profan. Dari dogma teologi menjadi fenomena kultural. "Itulah makna dari rumusannya bahwa agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia. Dengan rumusan ini, maka agama muncul dengan wajah yang humanis," ungkap Gaus.
Menurut Gaus, jika agama semata-mata hanya diperlakukan sebagai wahyu, maka ia hanya hanya akan berada di ruang kesadaran ilahiah dan individual. Tapi, dengan menjadikan agama sebagai warisan kultural atau produk budaya, atau bahasa sosiologinya “fakta sosial”, maka ia dapat diihat perkembangannya di tengah masyarakat melalui riset empiris dan penelitian kuantitatif.
"Disinilah kontribusi penting Denny JA sebagai ilmuwan sosial yang melihat agama sebagai fenomena sosial yang dapat diteliti, bukan sebuah nubuwat tentang perkara-perkara gaib," jelasnya. (RO/R-2)
Upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas anak, perempuan, dan remaja masih banyak menghadapi tantangan.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan meyakini langkah Polri dalam menangani laporan kekerasan akan lebih cepat, tepat dan berpihak kepada korban.
Indonesia didorong untuk memanfaatkan kekayaan budaya dalam mendorong pengembangan industri ekonomi kreatif di tingkat global, termasuk melalui inovasi dan inklusi
SEGERA atasi tantangan struktural yang dihadapi perempuan agar mampu berperan aktif dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Melalui pemberian keterampilan praktis, wawasan bisnis tajam, dan akses tanpa batas ke pasar global, SheHacks menjadi tonggak penting dalam mempercepat inklusivitas gender.
Pesenggiri Festival 2025 menggabungkan pameran karya seni tapis kuno dengan berbagai aktivitas kreatif lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved