Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
ANGGOTA Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Keumala Pringgardini mengingatkan para orangtua untuk menerapkan prinsip asah, asih, asuh dalam merawat anak mereka, khususnya di 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Periode 1.000 HPK dinilai sebagai masa emas bagi buah hati untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal.
"Di masa emas ini, kita harus betul-betul memperhatikan tumbuh dan kembang anak lewat asah, asih, asuh. Tidak cuma nutrisi, tetapi semuanya harus diperhatikan, jangan sampai terlewat," ujar Keumala dalam acara bincang-bincang The Best Care For the First 1000 Days, Selasa (28/3).
Baca juga: Cegah Anak Konsumsi Junk Food dengan Asupan Protein Hewani dan Serat
Asah, kata dia, terkait dengan stimulasi yang diberikan orangtua kepada bayi, baik lewat kegiatan fisik maupun interaksi sosial.
Lewat stimulasi kegiatan dan interaksi sosial yang tepat, maka pertumbuhan motorik dan kemampuan sosial anak dapat berjalan sesuai usianya, katanya.
Dengan asih, orangtua memberikan kasih sayang dan mengajak anak mengekspresikan perasaan dengan tepat sehingga pertumbuhan emosinya berjalan optimal.
Baca juga: Orangtua Diingatkan Beri Apresiasi pada Anak yang Mulai Belajar Berpuasa
"Tunjukkan kasih sayang lewat kontak langsung. Bisa dilakukan dengan mencium dan memeluk anak. Orangtua bisa ajak anak untuk bersama-sama mengungkapkan rasa sayang kepada sesama," kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Siloam ASRI itu.
Sedangkan dengan asuh, kata Keumala, orangtua diajak mengasuh anak dengan memberikan perawatan yang tepat sehingga kesehatan fisik dan mentalnya bisa terjaga.
Dalam pemberian nutrisi, misalnya, orangtua harus belajar memberikan nutrisi terbaik lewat air susu ibu (ASI) eksklusif dan menyempurnakannya dengan makanan pendamping ASI (MPASI).
Dari segi kesehatan, anak-anak sedari dini dilengkapi imunisasinya dan diajarkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), yang diharapkan mampu menjadi gaya hidup yang tak terpisahkan hingga mereka dewasa.
"Ini semua harus terus dipantau. Anak harus diperhatikan, sesuai tidak tumbuh-kembangnya dengan indikator usianya. Jangan sampai kita melewatkan masa emas ini karena tentu tidak akan kembali lagi," ujar Keumala.
Seribu HPK juga penting untuk diawasi oleh orangtua, sejalan dengan program Kementerian Kesehatan, sebagai upaya pencegahan stunting.
Stunting diakibatkan oleh kekurangan asupan gizi kronis atau berlangsung cukup lama.
Kasus stunting menjadi perhatian serius pemerintah karena menyebabkan gangguan pada penderitanya di masa depan, yakni perkembangan fisik dan kognitif yang tidak optimal.
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes pada 2022 mencatat prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6%.
Selain mengajak orangtua untuk fokus pada 1.000 HPK, pemerintah juga melakukan intervensi lewat program edukasi dan promosi, mulai dari siswi SMP hingga ibu hamil.
Diharapkan pada 2024, prevalensi kasus stunting di Indonesia bisa turun menjadi 14%. (Ant/Z-1)
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved