MESKI dilabeli dengan tulisan BPA Free, kemasan pangan belum tentu aman juga digunakan. Hal itu disebabkan meskipun aman dari kontaminasi BPA, kemasan itu kemungkinan juga mengandung zat-zat kimia berbahaya lain yang berpotensi mengganggu kesehatan.
Guru Besar Bidang Pemprosesan Pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro (Undip) Andri Cahyo Kumoro mengatakan kemasan yang diberi label BPA Free juga perlu diteliti lagi mengandung bahan kimia lain yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan atau tidak. "Kalau memang kemasan itu BPA free, itu berarti hanya aman dari kontaminasi BPA. Namun, perlu dilihat dulu kemasan BPA free itu mengandung bahan lain yang berpotensi bahaya atau tidak seperti antimon, Sb, dan bahkan cemaran logam berat jika kandungannya melebihi ambang batas keamanan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/3).
Dia menyebutkan bahwa setiap bahan kimia memiliki ambang batas yang berbeda-beda. Jadi, katanya, jangan berpikran bahwa bahan kimia itu sama nilai ambang batasnya. "Itulah sebabnya kemasan yang tidak mengandung BPA aman untuk digunakan. Tidak mengandung BPA belum tentu juga tidak mengandung bahan berbahaya lain," tukasnya.
Baca juga: Kisah Pilu Ratih Susilawati, Anaknya Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut di Usia 11 Bulan
Itulah sebabnya, menurut dia, penanganan bahan baku, produk, dan kemasan menjadi bagian penting juga dalam bisnis makanan dan minuman, termasuk yang siap saji. "Kalau mau aman ya bisa menggunakan bahan organik, degradable, dan aman seperti plastik berbasis pati, lipida, rumput laut, atau campuran dan turunannya. Namun itu kan mahal cost-nya, tidak efisien untuk industri," katanya.
Hasil riset yang pernah dilakukan para peneliti dari Texas juga menemukan bahwa sebenarnya plastik yang tergolong BPA free juga mengandung komponen berbahaya. National Institutes of Healt (NIH), lembaga utama pemerintah Amerika Serikat yang menangani penelitian biomedis dan kesehatan, menyampaikan bahwa yang sering dipakai dalam industri plastik itu diketahui memiliki komponen aktif yang mirip dengan hormon estrogen. Disebutkan, zat kimia tersebut bisa larut dalam makanan dan diduga menyebabkan cacat pada janin, gangguan reproduksi, kanker dan masalah kesehatan lain.
Baca juga: Diperingati Setiap 24 Maret, Ini Sejarah di Balik Penetapan Hari TBC Sedunia
Menurut NIH, dalam penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Texas, Amerika, para peneliti meneliti lebih dari 500 produk rumah tangga yang digolongkan bebas BPA (BPA free) yang banyak dipasarkan seperti kemasan berbahan PE atau PP, PET, polistirena (PS), dan kemasan lain. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata 92% produk itu mengandung zat berbahaya yang bisa larut ketika produk plastik itu dicuci, dipanaskan, dan terpapar matahari. Bukan hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa produk bebas BPA itu ternyata juga mengandung bahan kimia yang meniru hormon estrogen dalam kadar cukup tinggi. Bahan kimia berbahaya itu paling tinggi ditemukan dalam produk botol bayi yang mengandung polyesthersulfone (PES) atau polyetheylene terephthalate glycol (PETG) yang kandungan BPA-nya sudah diganti. (Z-2)