HARI Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD) 8 Maret 2023 ini bisa jadi momentum untuk lebih memberikan perlindungan bagi kaum perempuan di bidang kesehatan. Hal ini diungkapkan Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar.
"Peristiwa meninggalnya Ibu Kurnaesih, ibu hamil asal Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, yang diduga tak ditangani oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng, Kabupaten Subang, menjadi bukti masih adanya Perempuan yang tidak terlindungi, yaitu tertolak untuk mendapatkan pelayanan persalinan karena belum adanya surat rujukan," kata Timboel dalam keterangan resmi, Rabu (8/3).
Seperti yang diketahui, peringatan Hari Perempuan Internasional 2023 ini mengambil tema, ‘Gender Equality Today for A Sustainable Tomorrow’. Lebih lanjut, Timboel menjelaskan, pada pasal 32 huruf c UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS) dengan tegas mengamanatkan setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
Baca juga: Google Doodle Rayakan Hari Perempuan Internasional 2023
“Ibu Kurnaesih yang memang membutuhkan pelayan kegawatdaruratan harus ditangani, tidak boleh diminta surat rujukan dari Puskesmas,” kata dia.
Mengacu pada Perpres No. 82 Tahun 2018, pasien JKN yang dalam kondisi gawat darurat tidak memerlukan surat rujukan dari FKTP. Seluruh RS, baik yang sudah bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, wajib menerima pasien JKN yang dalam kondisi gawat darurat.
Baca juga: 8 Maret Hari Perempuan Internasional, Ini Sejarah, Fakta, Tema Tahun 2023
Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan menyatakan Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
"Ketentuan regulasi-regulasi tersebut diduga kuat dilanggar oleh tenaga medis di RSUD Ciereng yang menyebabkan meninggalnya Ibu Kurnaesih dan bayinya. Permasalahan ini harus diproses oleh kepolisian karena ada dugaan kelalaian tenaga medis di sana. Dan Dinas Kesehatan Subang pun harus menginvestigasi masalah ini, termasuk mengevaluasi sistem pelayanan Kesehatan di RSUD tersebut serta memperbaiki sistem yang bermasalah," beber dia.
Selain itu, belum terlindunginya seluruh perempuan dalam sektor kesehatan pun masih terjadi dalam pelaksanaan program JKN lainnya. Masih tingginya angka persalinan ibu hamil dengan operasi sesar dibandingkan dengan persalinan normal, memposisikan kehamilan Ibu sebagai obyek bisnis.
Dari sisi regulasi, Perpres No. 82 tahun 2018 yang mensyaratkan kepesertaan aktif di JKN agar peserta mendapatkan layanan JKN, menjadi kendala bagi perempuan miskin beserta keluarganya sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dinonaktifkan sepihak oleh pemerintah sehingga tidak berhak atas layanan JKN lagi.
"Apalagi ketika dalam proses kehamilan yang memerlukan pemeriksaan pada saat kehamilan, dan proses persalinan serta paska persalinan, ketiadaan layanan JKN akan mempersulit kaum perempuan kita," tandas dia. (Z-10)