ISRA Miraj adalah dua perjalan spiritual yang dialami Rasulullah SAW dalam waktu satu malam. Perjalanan tersebut merupakan peristiwa penting bagi umat Islam, karena mendapatkan perintah dari Allah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mengatakan isra miraj bukan hanya tentang turunnya perintah salat, melainkan juga momentum di mana pondasi peradaban manusia tercipta. Peradaban manusia yang mengedepankan ilmu pengetahuan, menjunjung tinggi humanitas dan kemampuan kebatinan yang tinggi untuk bisa menginternalisasi nilai-nilai keberagamaan.
Dalam risalah tauhid murni, Prof Dadang menjelaskan dengan mendirikan salat, seseorang harus dalam keimanan yang kuat, keberagamaan yang mantap. Itu menjadi kunci peradaban dalam Islam.
“Karena keberagamaan ini merupakan suatu pondasi yang tidak bisa ditawar untuk bisa mencapai kebahagiaan,” ujar Dadang dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah dengan tema ‘Reaktualisasi Isra Mikraj dalam Membangun Peradaban Utama’, Jumat (17/2) malam.
Selain itu, Isra Miraj menurut Ketua Umum DPP Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Prof Afif Satria, merupakan penanda awal transformasi peradaban yang agung.
Baca juga: Wapres: Isra Miraj Momentum Perbaiki Salat
“Bila mana Rasulullah itu seorang sufi, maka ketika Isra Mikaj, beliau tidak ingin turun ke bumi. Karena sudah merasakan bagaimana di sisi Allah SWT. Tetapi rasul memilih kembali ke bumi. Karena yang beliau pikirkan adalah perubahan, bagaimana membangun tatanan peradaban yang agung. Perwujudan wahyu yang diberikan Allah SWT,” kata Prof Satria.
Membangun sebuah peradaban tentu memerlukan bekal ilmu yang cukup. Karena itu, Satria menuturkan pada masa setelah perjalanan nabi mendapatkan wahyu tentang perintah salat, umat Islam harus dapat memaknai proses membangun tatanan peradaban itu melalui teks pengetahuan dan mengamalkannya sesuai konteks zaman.
“Ketika kita bicara rancangan perubahan, Allah sudah menakdirkan agar kita terus berada di rel kemajuan. Orientasi untuk bergerak maju dan memiliki kemampuan untuk mengurusi tatanan peradaban karena kita didasari pada dua hal. Pertama karena kita menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah fil ard yang memakmurkan bumi dan menjaga kehidupan dunia dari kerusakan. Kedua sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat kehidupan, nikmat akal, nikmat kemerdekaan dan nikmat iman, kita dituntut untuk mendayagunakan nikmat tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Saad Ibrahim menuturkan reaktualisasi Isra Miraj dalam membangun peradaban yang agung perlu kembali didorong. Mengingat umat Islam pernah dalam masa keemasannya, Saad mengingatkan agar umat Islam kembali mengingat untuk membangun peradaban harus berbasis pada science dan digantungkan kepada tauhid.
“Dasar mengenai peradaban seperti itu menjadi concern pertama ketika ayat awal yang turun mengenai literasi. Iqra bismi rabbikalladzi khalaq, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Peradaban inilah sebetulnya yang dihasilkan dunia Islam. Era di mana Islam dalam kejayaannya,” tutur Saad.
“Ketika Islam bersilaturrahim dengan peradaban Yunani. Apa yang ditawarkan peradaban Yunani, justru kita mainkan peranan penting dalam konteks menghubungkannya dengan Allah. Karena perintah baca itu. Dunia literasi itu sudah muncul. Peradaban yang baik itu, peradaban yang dibangun atas prinsip dan paradigma keilmuan dan teknologi. Ini akan menjadi peradaban utama jika digantungkan kepada tauhid, maka akan memberikan efek rahmat yang bersifat universal,” tukasnya.(OL-5)