Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Agar Tanda Lahir tidak Mengganggu Penampilan

Retno Danarti
25/8/2022 07:30
Agar Tanda Lahir tidak Mengganggu Penampilan
Hemangioma infantil di kaki.(Dok. UGM)

SEPEKAN setelah lahir, muncul titik merah pada bagian pipi kanan seorang bayi. Sang ayah pada awalnya tidak merasa cemas dengan apa yang dilihat pada wajah anaknya, menganggap bercak kecil tersebut akibat gigitan nyamuk. Teman dan kerabatnya bahkan memberi tahu bahwa bercak itu sebagai tanda lahir yang bakal hilang sendiri.

Seiring berjalan waktu, sang Ayah yang tidak tega dengan kondisi anaknya berinisiatif untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak, spesialis kulit, dan bedah plastik. Usia sang putri sudah satu tahun dan lesi dirasakan semakin membesar. Dari hasil pemeriksaan lesi kulit, sang anak didiagnosis mengidap hemangioma infantil dan disarankan untuk kontrol rutin tanpa tindakan apa pun karena dirasakan lesi kulit tersebut akan sembuh sendiri.

Hemangioma infantil ialah tumor jinak pembuluh darah yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak. Bercak kemerahan yang makin lama makin membesar itu umumnya tumbuh di wajah, leher, kulit kepala, dada, dan punggung.

Sampai saat ini penyebab tumor jinak itu belum diketahui dengan pasti, pun terkait dengan sejauh mana prevalensi atau tingkat penyebarannya di Indonesia. Namun, berdasarkan data dari rekam medis Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr Sardjito Yogyakarta pada Januari 2009-Juni 2022, didapatkan sekitar 400 pasien anak didiagnosis hemangioma infantil.

Sebelum 2008, tata laksana terapi tumor jinak pembuluh darah (hemangioma infantil superfisial/letak permukaan) di RSUP Dr Sardjito (dan mungkin juga di rumah-rumah sakit lain di Indonesia) ialah melakukan tutul CO2 snow untuk merusak jaringan tumor tersebut. Namun, metode itu juga dapat merusak sel di sekitar jaringan yang diobati sehingga terjadi bekas luka yang kadang justru lebih besar daripada ukuran lesi tumor tersebut.

Untuk lesi tumor yang terletak di permukaan kulit dan tidak ada komplikasi, dokter biasanya hanya memberikan penjelasan kepada orangtua pasien mengenai perjalanan penyakit tumor tersebut. Dokter juga akan memberikan pilihan untuk observasi ‘tunggu dan amati’ karena diharapkan tumornya akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya dalam rentang waktu 5-7 tahun.

Namun, karena kelainan itu sering kali terletak di bagian tubuh yang terlihat jelas (wajah dan tangan), dikhawatirkan akan memberikan dampak psikologis pada orangtua dan anak karena secara kosmetik mengganggu penampilan. Untuk menghindari risiko yang tidak dapat diprediksi itulah, saat ini keputusan untuk melakukan intervensi terapi lebih dipilih.

Ada beberapa pilihan modalitas terapi tumor jinak ini. Namun, karena berbagai modalitas terapi tersebut memiliki ketidakefektifan dan efek samping, dicarilah alternatif terapi lain yang aman dengan hasil memuaskan. Obat topikal (dioles pada lesi kulit) pilihan pertama yang telah digunakan secara luas untuk terapi tumor jinak pembuluh darah ialah krim kortikosteroid. Faktor utama mengapa terapi kortikosteroid dipilih ialah mudah didapat dan harganya terjangkau.

Namun, rupanya kortikosteroid hanya dapat memberikan respons baik pada 30% kasus. Pada 30% kasus lainnya itu hanya memberikan respons parsial dan sisanya tidak memberikan respons. Mengingat efek samping kortikosteroid lumayan banyak dan respons yang diberikan kurang baik, kami terdorong untuk mencari alternatif terapi topikal lain.

 

Mencari terapi efektif dan nyaman 

Penelitian dilakukan setelah saya mengikuti World Congress of Pediatric Dermatology di Bangkok, Thailand, pada 2009. Di kongres tersebut, salah satu pembicara dari luar negeri mempresentasikan terapi baru untuk hemangioma infantil, yaitu preparat beta blocker oral dan topikal. Masih sangat sedikit publikasi mengenai laporan kasus dan penelitian terapi beta blocker untuk tumor itu.

Dengan berawal dari kondisi tersebut, kami memulai penelitian dengan mencari data pasien dengan diagnosis hemangioma infantil di RSUP Dr Sardjito. Penelitian pendahuluan dilaksanakan sekitar delapan bulan dengan memberikan obat tetes mata timolol maleate 0,5% kepada pasien-pasien dengan diagnosis hemangioma infantil selama enam bulan dan dievaluasi setiap satu bulan.

Obat tetes mata timolol maleate 0,5% merupakan suatu beta blocker nonselektif. Obat itu digunakan untuk menurunkan tekanan bola mata pada pasien-pasien yang didiagnosis glaukoma (kenaikan tekanan bola mata). Pengobatan itu ditulis sebagai tesis residen (calon dokter spesialis) kulit dan kelamin.

Untuk terapi pasien dengan hemangioma infantil, obat itu dioleskan pada permukaan tumor dua kali per hari. Kami membandingkan terapi ini dengan terapi standar krim kortikosteroid. Penelitian yang kami lakukan dalam rentang waktu 2009-2014 itu menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Pemberian obat tetes mata timolol maleate 0,5% selama enam bulan ternyata dapat menghambat perkembangan hemangioma infantil dan memicu terjadinya pengecilan tumor. Respons yang diperoleh dari pemberian timolol maleate topikal dalam bentuk tetes mata itu mencapai angka 90% meskipun kadang-kadang tidak didapatkan resolusi sempurna.

 

Mengembangkan formula gel 

Pemakaian timolol maleate secara topikal itu juga lebih menguntungkan karena harga relatif murah, pemakaian mudah, dan risiko minimal kejadian efek samping obat meskipun diberikan pada wajah dan area sekitar mata. Hanya saja, karena bentuknya cair (berupa tetes mata), obat itu agak sulit ketika akan dioleskan sehingga terasa kurang nyaman.

Kondisi itu mendorong kami untuk membuat formulasi timolol maleate dalam bentuk gel, bekerja sama dengan dosen Fakultas Farmasi Drrernat Ronny Martien dan Dr Adhyatmika. Optimasi formula itu juga mengantarkan dua mahasiswa lulus S-2 Fakultas Farmasi untuk tesis mereka. Proses pembuatan gel timolol maleate 0,5% dibantu PT Cendo Pharmaceutical Industries dan PT Dion Farma Abadi. Obat oles berbentuk gel itu memberikan hasil baik, sama dengan bentuk tetes mata, tetapi cara pemakaiannya lebih nyaman.

Ada beberapa kelebihan terapi dengan timolol maleate dalam bentuk gel jika dibandingkan dengan obat tetes (cairan). Pertama, pelepasan obat timolol maleate dapat dikontrol (sustained release) sehingga konsentrasi obat tetap konstan dalam jangka waktu tertentu. Kedua, frekuensi pemakaian dapat dikurangi dari dua kali menjadi satu kali per hari. Ketiga, obat tidak mudah menetes karena berbentuk gel (bukan cairan) sehingga apabila dioleskan, tidak menetes ke kulit normal.

Untuk tumor jinak pembuluh darah yang lokasinya lebih dalam, di lapisan kulit dermis, pemberian terapi topikal merupakan tantangan. Perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan efikasi terapi timolol topikal.

Saat ini kami terus mengembangkan formula gel timolol maleate nanopartikel sebagai kandidat terapi topikal hemangioma infantil superfisial. Kami berupaya memperbaiki stabilitas timolol maleate. Caranya dengan mengontrol pelepasan obat (sustained release) tersebut guna mempertahankan konsentrasi obat agar konstan dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mengurangi frekuensi cara pemakaiannya. Hingga saat ini kami masih mencari formulasi yang optimal untuk gel timolol maleate nanopartikel tersebut.

Apabila formulasi optimal sudah ditemukan, setelah lulus uji penetrasi pada kulit sintetis, kami akan bekerja sama dengan pabrik farmasi PT Dion Farma Abadi yang mempunyai sertifikat GMP/CPOB untuk memproduksi gel tersebut. Setelah mendapatkan surat ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, gel timolol maleate nanopartikel dapat diberikan kepada pasien dengan kelainan tersebut.

Jika dari hasil penelitian kami terbukti bahwa gel timolol maleate nanopartikel efektif untuk terapi topikal hemangioma infantil superfisial, kami berharap formulasi sediaan gel nanopartikel itu disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Pun dapat dipertimbangkan sebagai terapi pilihan oleh Kementerian Kesehatan untuk terapi hemangioma infantil.

 

BIODATA PENULIS

Prof Drmed dr Retno Danarti SpKK(K)

 

Institusi dan Jabatan

-Ketua Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM

-Wakil Ketua Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI)

-Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Cabang Yogyakarta

-Anggota Komisi Penelitian dan Publikasi Kolegium Dermatologi dan Venereologi Indonesia

 

Pendidikan

-Drmed, Philipp University, Marburg, Jerman

-Spesialis kulit dan kelamin (SpKK), Fakultas Kedokteran UGM

-S-1 (profesi), Fakultas Kedokteran UGM

 

Bidang Keahlian

Dermatologi anak dan genodermatologi

 

Penghargaan

-Satyalancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI (2019)

-Fellows of the Asian Academy of Dermatology and Venereology-FAADV (2017)

-Satyalancana Karya Satya X Tahun dari Presiden RI (2016)

-Dosen Berprestasi Fakultas Kedokteran UGM (2015)

-Indonesian Hospital Management Award-Persi Award-IHMA runner-up ketagori quality medical care (2013)

-Fellow of the Indonesian Society of Dermatology and Venereology-FINSDV (2013)

 

Paten

Tahap permohonan telah diumumkan: Formulasi gel timolol maleate nanopartikel untuk terapi topikal hemangioma infantil superfisial



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya